Antara Kolang-kaling dan Kambing
Walah cerita apaan sih, memangnya ada hubungan antara kolang-kaling dengan kambing? Artikel ini dipersembahkan untuk meramaikan Lomba Blog Peduli Pemanis Sehat yang diprakarsai oleh Uni Evi Sang Diva Arenga
Dear Uni Evi,
Sejak awal saya sangat mengagumi kiprah Uni Evi di jagad pergulaarenan, ayo Uni terus semangat mengerjakan bagian yang besar pendampingan perajin gula aren (palm sugar) agar menjadi pemanis sehat melalui perbaikan teknik maupun perilaku baik dalam memproduksi gula aren dan pelanggan tidak kecewa. Uni Evi dan Abang Indrawanto blusukan ke daerah penghasil aren, menjalin persaudaraan dan kemitraan untuk memajukan pergulaarenan Nasional. Kreativitasnya tak pernah pudar, ini dia tampilan sebagian produk unggulan Diva Arenga……
Pohon Kolang-kaling
Komitmen kami para tukang kebun ada pada bagian yang tak terlihat melalui pendampingan petani dalam perawatan tanaman aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr) si pabrik nira bahan baku gula aren. Bila Uni Evi mengajak para sahabat berbagi cerita tentang gula aren, sisi-sisi wangi manis pastinya banyak diulas sahabat. Nah, tukang kebun mengambil sisi cerita di kebun aren saja.
Keterlibatan kami berawal pada tahun 2000an dari uring-uringannya pembeli gula aren yang merasa dikecoh perajinnya, konsumen membeli gula aren dengan harga yang relatif lebih tinggi dan mendapat “gula edan”, alias gula yang nampaknya mirip gula aren namun sesungguhnya terbuat dari gula pasir yang diolah kembali dengan dibubuhi nira aren sebagai bumbu ataupun essence. Berkarung gula pasir dihela naik ke daerah perbukitan penghasil gula aren, diproses ulang dan kemudian berkarung gula edan turun dari perbukitan, serasa gula mondar-mandir.
Menanggapi gonjang-ganjing gula edan ini dan dari pada saling main tuding mari kita dengarkan suara perajin gula aren.
“Para dulur, apa tidak capek sih memanggul karung naik turun bukit, naik membawa gula pasir, turun membawa gula aren jejadian?”
“Welah, tentunya capek sekali Pak Bu, namun apa daya lha wong jumlah niranya di bukit kurang mencukupi”
Sebagian masalah secara teknis berpangkal dari keterbatasan bahan baku. Selama ini perajin aren menyadap dari pohon aren/ruyung, enau yang tumbuh alami tanpa tindakan budidaya. Muncul mitos, seolah ora ilok alias kurang pantas bila petani menangkarkan biji aren menjadi bibit tanaman baru. Petani menunggu kado dari sang luwak/musang yang menyantap buah aren masak dan menyebarkannya melalui faecesnya ke tempat lain, petani hampir meyakini tanpa bantuan musang benih aren tidak mampu tumbuh.
Pengetahuan lokal yang sungguh sangat berdasar, karena biji aren memiliki zat penghambat tumbuh secara alami. Biji aren ibarat “puteri tidur” yang baru mampu bangun setelah mendapat sentuhan sang pangeran (lha koq ya malah milih melalui perut sang musang…). Melalui akal budi anugerahNya, manusia diberi kemampuan untuk mengetahui sulitnya biji aren tumbuh secara alami alias mengalami dormansi dan dengan meniru perilaku alam manusia bisa tiwikrama menjadi musang ala kini untuk mempercepat proses perkecambahan biji aren.
Keterbatasan nira dan populasi pohon aren selain tidak adanya campur tangan manusia secara sistematis juga karena banyaknya kegunaan pohon aren. Batangnya selain untuk bangunan juga diambil tepungnya. Buah aren juga dikonsumsi sebagai buah atep atau kolang-kaling yang harganya meroket selama musim puasa, sehingga pohon aren juga dikenal sebagai pohon kolang-kaling. Lidinya menjadi bahan baku aneka kerajinan anyaman, belum lagi penggunaan ijuknya untuk aneka keperluan. Pendek kata si pohon ruyung, ini mampu menjadi tambang emas di daerah perbukitan. Berangkat dari akar masalah inilah kami tukang kebun terpanggil untuk menyiapkan perajin gula aren untuk mau dan mampu melakukan pengusahaan tanaman aren melalui kegiatan awal pembibitan.
Campur Tangan si Kambing
Meski menyadari keterbatasan pasokan nira dari penyadapan karena terbatasnya populasi, tidak serta merta membuat dulur perajin aren ini langsung mau berperan serta dalam kegiatan pembibitan, kami memerlukan waktu cukup lama untuk pengkondisian. Kegiatan diawali dengan mengumpulkan biji masak pohon, membangunkan ‘puteri tidur’ dengan rayuan ala pangeran lokal semisal biji diperam dengan pupuk kandang berbuntal kain lembab, kami bilang dibungkus popok wewe gombel. Karena sumpek dan bau apek si puteri terbangun dan mau berkecambah. [sstt alasan sederhananya melalui pengasaman, suasana lembab hangat mempercepat penguraian zat penghambat tumbuh]
Untuk memotivasi greget perajin gula aren, mari tawarkan reward yang ringan namun tetap menantang. Pilihan jatuh pada si kambing, kambing makan rumput dari sela pohon aren, kotoran kambing menjadi pupuk di kebun para dulur perajin aren, yes pertimbangan hadiah yang ekologis juga mudah ngegeretnya ke perbukitan. [lah bayangkan bila sapi yang dijanjikan, berat kan naiknya ke perbukitan, alias alasan harganya yang sangat mahal]
Hambatan belum selesai, ada kalanya dulur perajin aren agak enggan memelihara pembibitannya, di saat musim kemarau lupa mengairi. Kembali harus atur strategi menegur tanpa mengatur, menyuruh tanpa merasa disuruh, muncul ‘ada-ada’ alias skenario …….
“Para dulur, Bapak pejabat sangat terkesan lho dengan upaya pembibitan aren di sini. Beliau ingin hadir sendiri menyaksikan pembibitan yang ada sekalian menyerahkan kambing tali asih kegiatan”
“Kejutan para dulur, pembibitan kita ditinjau Bapak Pejabat” “Lah apa ya pantas kan bibit aren kita belum tumbuh baik?” “Bapak Ibu tukang kebun, kapan Bapak Pejabat mau hadir? Kami ingin merapikan, memelihara dan menambah lagi bibit baru agar layak ditinjau, semoga waktunya cukup”
“Menurut rencana sih bulan depan, sekalian meninjau ke Kecamatan, kalau para dulur siap”
Tinggal eksekusinya, berani ada-ada, berani menanggung…..pada hari H salah satu sahabat kebun yang tidak terlibat langsung dalam kegiatan ini dipacak didaulat jadi Pejabat peninjau pembibitan sekaligus menyerahkan si kambing, sungguh lho kambingnya bukan hitam namun ules coklat muda. Bohongkah kami tentang pejabat, setidaknya beliau memang pejabat kebun setingkat mandor……demi memuluskan campur tangan si kambing.
Bagaimana hubungan baik kolang-kaling dengan si kambing kini? Entahlah yang jelas terentang komitmen panjang untuk mengawal para dulur perajin aren di perbukitan agar bukit lestari dari longsor, manis sehatnya gula aren mengantar rupiah tetap gemerincing ke pundi-pundi. Gula Aren Kearifan Lokal Masyarakat Gunung, kekayaan budaya tiada tara. Salah satu wujudnya, seorang sahabat kebun berguru ke padepokan agung Patih Majapahit, bersemedi sekian warsa berolah kebun dan laboratotium tentang bibit aren. Bahkan beliau mewujudkannya dalam kitab pintar Sukses Investasi Masa Depan dengan Bertanam Pohon Aren.
Dear Uni Evi, selamat terus berkarya mengawal produk unggulan gula aren. Doa kami warga kebun mengiring selalu.
Salam hangat kami
lieshadie said:
Selalu suka dengan ulasan Mbak Prih yang adem nyes di hati…semoga para saudara kita tetap menjaga kearifan lokal dengan berkebun aren ya Mbak..
___
Belajar dari Purworejo salah satu sentra produksi gula palma Jeng Lies….
lozz akbar said:
Terima kasih sudah turut mendukung kontes blog Peduli Pemanis Sehat
artikel sudah tercatat sebagai peserta ya bu Prih
____
Terima kasih Mas Pak Lik Juri melaksanakan verifikasi
Selamat menjalankan tugas penjurian ya Mas. Salam
Mechta said:
Siip…. tulisan ibu selalu tuntas mengupas suatu hal… semoga menjadi salah satu juara di GA mbak Evi 🙂
___
Uneg-uneg ala kebunan Jeng, Mangga Uni Evi menunggu tulisan Diajeng….
mama hilsya said:
bu.. apa bedanya ama gula merah? samakah? *kemana aja diriku selama ini?*
____
Jeng, gula merah yang saya kenal berasal dari gula tebu (disebut gula tumbu di daerah Pati), gula kelapa dan gula aren. Nah palm sugar ini meliputi gula kelapa dan gula aren (sesama anggota suku Palmae). Yook di rumah maya Uni Evi mestinya lebih komplit.
Salam semanis gula
Pakies said:
Menumbuhkan sekian mm tanaman aren bukan perkara yang mudah, dan tidak mudah pula menumbuhkan ketertarikan dan minat mayarakat dalam membudidayakannya. Karena selama ini yang saya tahu, jumlah pohon aren di sisi timur lereng semeru semakin lama semakin menyusut seiring pemanfaatan dan eksploitasi tepung sagu yang dilakukan beberapa pengusaha kecil
___
Amatan yang jeli atas ekosistem lereng sisi Timur Semeru nih Pak Ies. Harga tepung aren cukup tinggi sehingga sekali tebang mendapat cukup banyak uang, dan untuk menggantinya yang baru perlu umur/waktu yang cukup panjang. Semoga lestari alam kita, rezeki tetap mengalir bagi perajin gula aren. Salam
bundadontworry said:
ikut hadir diperhelatan “putri Tidur” yang “tertipu” pangeran palsu….memberikan wawasan baru bagiku, Ry
betapa “serba salah” si putri tidur ini, karena terlalu banyak memberikan kemanfaatan dr buah, batang hingga ijuknya. 🙂
dan…… tulisan ini benar2 memukau, hingga kubaca tuntas sampai akhir dengan rasa salut untuk para petani dan pejabat kebun yang memaksimalkan anugerah dari Sang Kuasa 🙂
Seandainya aku menjadi juri, tulisan inilah yang akan kutaruh di peringkat pertama GA Uni Evi ini 🙂
salam
______
Mari silakan Bunda Ly, tarimo kasi hadir di perhelatan putri tidur, duuh Bunda tersanjung dengan ulasannya. Kehadiran Bunda dan puspa pesan menyejukkan yang diberikan jadi penyemangat indah untuk tetap menulis.
Salam hangat kami
vizon said:
Penjaga kebun berkolaborasi dengan penuai aren.. Aih.. sungguh indah dan cantik sekali terasa.. Sukaaa banget dengan tulisan Bu Prih ini..
___
Tersapu eh tersipu nih Uda Vizon, ruyung dari ranah Minang olahan Surau Inyiak pastinya memikat. Tarimo kasi Uda…..
Budi Arnaya said:
Yakin dech..tulisan mbak Prih pasti sesuatu yang berbeda dari peserta yang lain..oia…popok wewe gombelnya hihiii…trus..trus..kambing ikut ambil bagian sebagai pilihan sederhana namun bermanfaat …sukses mbak yach …pasti menang iki
___
Tulisan ala kebun sulit dipermak nih Bli, hehe
Wewe gombel dan kambing temannya kerbau dari bumi Makepung
Ayooo Uni Evi menunggu gula aren ala Jembrana….
Swastyastu
Devy Indriyani said:
jangan-jangan gula aren mengandung kotoran kambing ya..hehe
tetapi banyak yang cari kok,palagi itu asli gula aren..manisnya murni dan wangi,,
___
Ditanggung bebas srintil mBak Devy……
Terima kasih ya sudah berkenan singgah. Salam
Agung Rangga said:
hihi, memangnya wewe gombel pakai popok bun~
____
Harga pampers terlalu mahal buat eMaknya wewe gombel loh Agung….