Kisah dari Pinggir Jalan
Ide menulis bisa berasal dari mana saja. Tidak harus berangkat dari hal komplek. Atau butuh biaya tinggi karena perlu perjalanan. Bisa jadi diangkat dari kisah pinggir jalan. [Bahkan pada beberapa orang melakukan ‘perjalanan batin’ tanpa harus keluar rumah]
Ini kisah pinggir jalan. Perjalanan beberapa menit. Mata kebun Simbok menangkap beberapa tumbuhan. Jepreet untuk dirangkai jadi kisah sederhana.
Bermanfaatkah? Mari serahkan kepada pembaca. Quote sederhana Simbok, setiap tulisan menemukan pembacanya sendiri. Minimal bagi Simbok itu bermanfaat. Melatih ritme sel ingatan, otot jemari untuk menuliskannya.
Mata terpaku pada tampilan buah Pace yang gemrandul dari pohon berukuran sedang dengan daun hijau merimbun. Pace juga disebut Mengkudu (Morinda citrifolia) ada pula yang menyebut buah Noni.
Daun Pace muda sering dibuat sayur, saat kecil menemui dalam rupa urapan. Tanaman ini dikenal banyak manfaat sebagai obat. Seingat saya, Ibunda pernah menggunakannya untuk obat bisul dengan cara daun diasapi di perapian hingga melemas dan dibalurkan pada bisul.
Buah Pace dengan aroma lumayan langu saat masak. Digunakan untuk aneka ramuan obat herbal. Hal lain digunakan sebagai komponen pewarna rambut alami. Kenal kan ya semir rambut sekali pakai dengan brand Noni.
Melangkah sekian meter ketemu tanaman Pokak dengan buah merimbun. Tanaman tumbuh dari sela paving halaman. Pokak adalah jenis terong kecil bulat lazim disebut Turkey berry (Solanum torvum). Cukup banyak variasi antara leunci (Sunda) maupun Rimbang.
Jenis ini sering kami masak ditumis dengan teri atau dibuat bothok. Teringat harumnya masakan leunci oncom. Dimakan Bersama nasi putih hangat sangatlah sedap. Alam menyediakan begitu banyak edible plant tanaman yang dapat dimakan. Tinggal kita mengenali dan mengelola.
Nah ini tanaman Awar-awar (Ficus septica) adalah sejenis tumbuhan yang termasuk kerabat beringin. Tumbuhan bergetah dengan buah bulat berada di ketiak daun. Sering menemukan thukulan atau tanaman mungil tumbuh dari biji di pekarangan yang segera dicabut oleh Mbak Im di rumah.
Buahnya menjadi makanan banyak satwa. Diantaranya codot dan kelelawar. Sisa buah yang dimakan memburaikan biji sehingga menjadi media penyebaran tanaman. Begitu apik alam menata agar jenis tumbuhan ini tidak punah.
Tumbuhan ini juga berkhasiat obat. Bukan hanya di Indonesia, beberapa suku di Filipina menggunakan daun Awar-awar untuk obat reumatik. Sungguh luar biasa ya, alam menyediakan apotik hidup. Terkesima dengan kepiawaian para tabib zaman dulu yang sangat mengenali manfaat tumbuhan obat.
Berjalan lagi berjumpa dengan jamur kayu. Jamur berwarna putih kekuningan berukuran besar tumbuh subur dari tunggak batang pohon yang sudah mati.
Pengingat bahwa tidak ada individu yang tidak bermanfaat. Bahkan dari kayu rapuh sudah matipun ada kehidupan yang bertumpu. Setiap titah saling tergantung dan mendukung kehidupan titah yang lain.
Hampir mendekati rumah masih jepreet pagar pohon bambu. Jenis bambu pagar yang tumbuh rapat. Daun berukuran mungil. Tersembul anakan baru diantara rumpun dewasa.
Bambu mengingatkan masa kecil kami dengan sebutan papringan. Ya, tempat kumpulan dapuran atau rumpun bambu yang tumbuh rimbun. Hembusan angin membuat gesekan antar batang bambu pun generisik daun. Menghasilkan bunyi yang kadang terdengar miris. Kamipun, brrr berlarian saat melewatinya.
Nah kan…. Dari amatan sekian ratus meter perjalanan beberapa meter terekam aneka jenis, menjadi kisah singkat. Bahkan kalau setiap jenis tumbuhan yang disebut disajikan secara lengkap bisa menjadi puluhan lembar tulisan. Hehe malah menjadi paper. Mari menulis dengan senang. Mulai dari yang mudah dan kita sukai saja. Menjaga koordinasi ingatan dengan ketukan jemari di papan tombol ketik. Salam Bahagia.
kutukamus said:
Terima kasih sudah mengingatkan saya akan kata ‘gemrandul’, karena [sebelum baca artikel ini] saya ingatnya cuma ‘gemandul’.
Serupa/sinonim (tentang sesuatu yang menggantung) tetapi tidak identik (kalau tak salah gemrandul untuk jumlah yang banyak/saling dekat/relatif rapat-rapat, sehingga kalau jumlahnya cuma satu-dua atau jaraknya renggang-renggang dan mungkin apalagi jika tentang sesuatu yang tidak untuk dipetik lepas maka kita hanya bisa pakai kata gemandul—seperti dalam lagu kocak-filosofis-penuh-wanti “Romo Ono Maling”). Eh, benar begitukah?
Lah ini, yang ditulis apa yang dibahas apa. Lagian si kutu kok kalau namu bawaannya konsultasi melulu ya? Hahaha
rynari said:
Mas Kuka, apa khabar?
Lah simbok kebun jarang banget update. Siip bahas gemandul dalam lagu dan gemrandul menggerombol.
Sehat selalu ya Mas Kuka.