Taman Sari: Eksotisme Pasiraman Putri Keraton
Masih di kawasan situs cagar budaya Pesanggrahan Taman Sari, setelah menikmati pesona Sumur Gumuling kami para putri (emak dan nenek) melanjutkan langkah ke Umbul Pasiraman yang merupakan kolam pemandian bagi Sultan, para istri, serta para putri beliau. Aneka rasa penasaran seperti apa gerangan kolam renang pribadi para putri keraton? Patilasan ini merupakan bagian situs cagar budaya yang relatif paling utuh dan dikunjungi banyak wisatawan domestik maupun mancanegara.
Memasuki kawasan melalui pintu Timur, pengunjung disambut dengan papan penanda “Kantor Kagungan Dalem Kraton Ngayogyakarta” Halaman luas terhampar, pengunjung bisa menatap sepasang “Gedhong Temanten” Bangunan ini dulu digunakan sebagai tempat penjaga keamanan bertugas, ditandai dengan bangunan tak berpintu tanpa tempat duduk sebagai penopang sikap selalu siaga dan tempat istirahat. Kini bangunan ini difungsikan sebagai tempat penjualan tiket yang bersahabat cukup Rp 4 000,- per orang. Board besar memuat tata letak bangunan di kawasan situs maupun keterangan cagar budaya tersedia di halaman ini.
Memasuki gerbang megah sebagai bagian dari “Gedhong Gapura Panggung” yang melambangkan tahun pembangunan Taman Sari yaitu tahun 1684 Jawa (kira-kira tahun 1758 Masehi). Sepasang patung ular naga mengapit gerbang putih ini.
Melangkah ke halaman dalam yang sangat luas dan asri berpagarkan pohon dan pot-pot tanaman berukuran raksasa di kiri kanan jalan utama. Konsep taman yang diadopsi adalah taman formal yang terbagi dalam empat kuadran dengan penanda 4 buah bangunan yang serupa atau “Gedhong Sekawan”sebagai tempat rehat Sultan dan kerabat.
Selepas halaman luas nampak bangunan berpagar tembok tinggi dengan gerbang berundak turun menuju kawasan umbul pasiraman, jajaran ruang penjaga menandakan ketatnya perijinan memasuki kawasan ini pada saat itu. Pada zaman itu semua perempuan yang mandi di umbul pasiraman tidak mengenakan pakaian sama sekali sehingga Sultan membuat aturan selain perempuan dilarang memasuki kawasan ini.
Sampailah kami pada kawasan inti dari patilasan ini yaitu Umbul Pasiraman, tempat mandi pribadi Sultan, para istri (termasuk selir) dan putra-putri beliau. Umbul Pasiraman ini terdiri dari 3 kolam besar (2 di area kanan dan 1 di sebelah kiri bangunan bermenara), masing-masing berhiaskan dengan mata air yang berbentuk jamur. Untuk menambah keasrian pot bunga raksasa ditata mengelilingi masing-masing kolam. Kemungkinan kesulitan pemeliharaan taman di sekeliling kolam sehingga saat kunjungan pilihan jenis tanamannya terbatas dan aura keelokan kolam renang putri keraton belum maksimal.
Pada sayap paling kanan (Utara) deretan kamar ganti yang langsung berhadapan dengan kolam yang disebut dengan “Umbul Muncar”. Dipisahkan oleh pembatas jalan disambung dengan kolam di sebelah Selatannya yang disebut dengan “Blumbang Kuras”. Rasanya sangat segar bila berenang di kolam jernih di siang yang panas, namun beberapa tanda dilarang bermain di air dipasang disekeliling kolam, meski beberapa pengunjung sayangnya tidak mematuhi dengan tetap memasuki pinggiran kolam untuk berfoto dengan sensasi putri raja.
Di sebelah kiri “Blumbang Kuras” berdiri kokoh bangunan pemisah dengan kolam pribadi Raja yang disebut dengan “Umbul Binangun” (versi lain “Umbul Winangun”). Kamar istirahat raja dengan jendela ke 2 arah (umbul binangun/kolam dalam) dan umbul muncar (kolam luar) serta menara 2 tingkat memungkinkan Raja ameng-ameng dari tempat tinggi seraya melakukan seleksi atas selir/istri yang beliau berkenan memanggilnya bergabung ke kolam pribadi. Tangga sempit terjal menuju ruang menara tak menghalangi kami emak-emak penasaran ikut mengintip dari atas, waduh sayang sekali kreativitas pengunjung usil luar biasa hampir tak ada bagian dinding tanpa coretan.
Keluar dari kawasan pemandian melalui gerbang berundak di bagian Barat, kami memasuki halaman yang kala duluu bersegi delapan dengan menara yang disebut dengan “Gedhong Lopak-lopak/gopok-gopok”. Namun saat ini tinggal kenangan dengan penanda pepohonan dan jajaran pot raksasa karena di areal inilah kami sempat menikmati dawet ayu Banjarnegara yang dijajakan oleh salah satu pedagang, pun jajaran kios cindera mata.
Takjub menatap gapura yang sangat indah di bagian Barat yaitu “Gedhong Gapura Hageng” yang kala itu merupakan pintu gerbang utama memasuki taman raja-raja. Arsitektura asli Taman Sari menghadap ke arah barat dan memanjang ke arah timur. Bisa dibayangkan kemegahan kereta kencana memasuki taman dari arah Barat yang saat ini sama sekali tidak ada jalan karena sudah di”ebeki” rumah penduduk yang padat. Relief hiasan pada gerbang gapura hageng memuat penanda Chandra Sengkala tahun selesainya pembangunan Taman Sari pada tahun 1691 Jawa (kira-kira tahun 1765 Masehi). Usai sudah agenda mengintip tempat mandi para putri keraton dengan aneka cerita penyertanya.
Ping-balik: ini bukan soal waktu..! – Vizon's Blog
Ping-balik: Cantiknya Cantigi di Kawah Sikidang | RyNaRi
Ping-balik: Pesona Partini Tuin dan Partinah Bosch (Taman Cinta Kasih)-seri 1 | RyNaRi
Ping-balik: Pesona Desa Wisata dan Rumah Budaya Tembi | RyNaRi
Hihihi sensasi putri raja… pengen juga foto sambil mainan air di situ 😀
Aku suka Bu ulasannya… sirik juga sama cara nulisnya hihihi, informatif efektif, sama kayak aku suka tulisan Bu Evi 😀
___
Bagi ibu, Una adalah putri raja koq rajin, rendah hati, ramah dan suka jalan-jalan.
Wooo pandainya Una menghibur, tersandung dijajarkan Uni Evi idola, masih jauuuh Una, pembelajar siap……
waaaaahhh gmn ya rasanya mandi saat kerajaan dl….. xixixixixixixixixixi
Salam persahabatan selalu dr MENONE
___
Bagian dari warisan budaya, terima kasih ya, Salam
Bangunan klasik dan unik, penuh dengan historis perjalanan keluarga kerajaan Yogya. Suka dengan gaya liputannya, semoga semakin banyak potemsi daerah pariwisata yang di liput dengan gaya dan bahasa penyampaian seperti ini, karena hal ini bisa langsung mengena.
Yuk, kita sama-sama memperkenalkan keunikan tanah air Indonesia, minimal hal ini akan berdampak kepada kemajuan perekonomian masyarakat di setiap daerah yang kita kunjungi.
Salam wisata
___
Wow telaah oleh Pak Indra tentunya sangat asyiik dari aspek pakar wisata.
Setuju Pak, mari selalu memperkenalkan dan berbagi keindahan wisata tanah air.
Salam
Taman Sari memang indah dan mengagumkan ya Bu.. Saya yang sudah berkali-kali ke sana, tidak pernah bosan untuk datang lagi dan lagi.. Hampir setiap kerabat yang datang ke Jogja, saya ajak ke sana..
Oya, Bu Prih tidak masuk ke area bawah tanah?
___
Wah Uda Vizon sudah Ngayogyakarta sekali, selalu berbagi keindahan Taman Sari pada kerabat yang datang ke Yogya.
Sudah Uda, ke area pulo Panembung maupun masjid pendhemnya. Salam hangat tuk kelg Kweni.