Tag
kuliner ekstrim Wangfujing, Meneropong melalui budaya setempat, Merintang Petang di Gang Wangfujing
Merintang Petang di Gang Wangfujing
Nuansa merah menyala di pekan ini mengingatkan saya pada saat merintang petang di gang Wangfujing hampir 4 tahun silam. Mengakhiri kunjungan di RT Tirai Bambu, kami bertandang ke Wangfujing. Apa sih yang menarik di Wangfujing? Gang yang sumpek berdesakan karena berjubelnya pengunjung….yaak apa lagi? Hihi..aneka kuliner ekstrim. Lah model begitu mana menarik buat pemblusuk, bukankah cerita ekstrim di sebuah pasar Tomohon di kawasan Sulawesi Utara lebih ngeri-ngeri bikin penasaran?
Sekitar pk 17.30an kami tiba di kawasan Wangfujing yang telah ramai. Pemandu wisata lokal, memandu ke resto tempat meeting point sebelum kami berpencar. ‘silakan menikmati sensasi Wangfujing, kita akan kumpul untuk makan malam sekitar 18.30. lanjut repacking bagi yang masih menjejalkan tambahan belanjaan dan pk 20an akan kami antar kembali ke bandara’
Berjalan berendeng dalam kelompok kecil kami terhisap dalam gelombang pejalan di gang Wangfujing. Sungguh daya pikat khas Wangfujing mampu menyedot begitu banyak pelancong mulai dari yang sekedar cuci mata, belanja-belanji dan incip-incip kuliner khas. Mengingat keterbatasan toleransi perut saya memanjakan diri dengan mata membelalak sambil sesekali jepret saja.
Mulai dari yang soft di rasa…aneka buah lokal. Lanjut dengan dasaran Beijing yoghurt dengan kemasan yang khas. Olala ketemu plum juice. Bau harum gurih chesnut yang disangrai dengan briket. Kami mencicip chesnut serasa beton biji nangka atau malah mirip biji keluwih saat kunjungan ke gerai sutera sebelumnya dari penjaja keliling bersepeda onthel..
Sederetan kuliner ekstrim mulai dari bentuk cantik sang bintang hingga yang setengah bikin eneg, sengaja tidak pajang foto kuliner ekstrim ini mengingat tidak semua pembaca kebun rynari tahan. Saya membatin lah saya masih bisa incip laron, walang goreng khas Gunung Kidul, tak mampu menjajal enthung jati, sedikit menowel paha katak namun tak punya nyali memegang apalagi mencicip kuliner khas ini.
(Mempergunakan sudut pandang yang berbeda, setiap kelompok masyarakat memiliki adat kebiasaan yang berbeda termasuk jenis makanan yang dikonsumsi membuat kita mampu saling menghargai jenis kuliner yang menurut kita dan masyarakat pada umumnya termasuk ekstrim. Meneropong melalui budaya setempat bukan dengan takaran budaya yang kita anut semata)
Sebenarnya gangnya tidak terlalu panjang, terasa lama karena padatnya pengunjung dan degup jantung yang berdebaran menoleh kiri kanan kuliner aneh unik. Terhibur oleh si cantek semacam sate manisan buah. Sampailah kami di ujung gang dan terhampar jalan raya nan luas sekaligus penuh pengunjung berjalan santai menikmati petang hingga larut malam di Wangfujing. Sepanjang jalan juga terdapat aneka kios penjaja kuliner dan cindera mata selain toko-toko besar untuk aneka fashion. Godaannya tak seseram yang berjubal rapat dalam gang.
Naluri tukang kebun saya tetap mengagumi kebersihan dan kerapihan jalan besar ini. Begitu banyak pengunjung eh koq ya tetap ada sajian tanaman hias yang mekar cantik di awal musim semi. Sementara ini orang suka mengatakan negara Tiongkok ini masyarakatnya kurang terlalu bersih, sungguh Beijing berupaya keras menepis sebutan ini. Edukasi pengguna fasilitas umum sekaligus dibarengi dengan banyaknya petugas kebersihan. Angkat jempol untuk upaya ini seraya berharap kota wisata kita juga ramah pengunjung dan membuat rasa senang karena asrinya. Juga terintegrasinya transportasi menuju lokasi ini semisal dekatnya dengan stasiun Wangfujing.
Yuup selama 2,5 jam berada di kawasan Wangfujing dengan aneka agenda kamipun menuju bandara untuk pulang. Setiap perjalanan selalu menyulut kerinduan pulang. Merintang petang di gang Wangfujing terungkit oleh kemeriahan lampion memerah.
jajanan kulinernya bener2 unik ya … dari warna2 yang ngejreng sampai bentuk yang “aneh” .. lapar mata .. jadin pengen incip juga
Menjadi inspirasi jajanan kuliner khas Nusantara yaa. Semisal Roti buaya dan es selendang mayang ih glegek pengin incip….
wang fu jing manise, mungkin beraninya hanya nyicip sate manisan buah, menggoda karena satu tusuk itu kok banyak banget isinya
Yuup mbak, apalagi melihat wajah seru para pencicipnya yang sambil riang berceloteh. Satu tusuk bisa dicicip beramai-ramai.
Bau harum gurih chesnut yang disangrai dengan briket. Kami mencicip chesnut serasa beton biji nangka atau malah mirip biji keluwih saat kunjungan ke gerai sutera sebelumnya dari penjaja keliling bersepeda onthel..
jalan-jalan jauh tetap saja teringat kampung sendiri, bahkan tak jarang rasa makanan yang ada mengingatkan makanan yang biasa dikonsumsi di kampung sendiri, mantap
Hehe pengakuan bahwa lidah pencecapnya berakar dalam pada penganan kebun nih Pak.
Seperti khasnya rasa nasi yg dialasi daun pisang ataupun godhong jati hiks..
Chestnut-nya besar-besar sekali.
Kalau kodok/swike dulu mama sering memasaknya dengan jahe. tauco dan kecap, uenaaak. Ular dulu pernah sekali makan, serasa makan leher ayam.
Disini enggan mencoba daging kangguru, buaya, goana dan wichetty grub (enthung kayu). Belalang, kalajengking, laron dsb tidak bakal mencicipinya. Oh ya, bekicot (escargot-hidangan Perancis) & tutut merinding membayangkan lendirnya, apalagi untuk memakannya.
Benar2 budaya kuliner berdasarkan kekayaan alam lokal ya. Daerah persawahan mempersembahkan belut dan kodok.
Ooh budaya makan enthung kayu bersifat universal yah, kalau masy Purwodadi Blora dengan enthung jati.
Ternyata Salatiga juga punya yg khas dari warung pecel keong mbak Tun, lah escargot ala Salatiga tepian Rawa Pening.
Daging kanguru? Jadi teringat sate landak Tawangmangu…
xixixi, oma gak bakal pajang foto yg ngeri² tak sedap itu.. 😁 tapi soal tahan enggaknya, ada beberapa teman di jogja yg ngeri liat sajian usus isi telur dan segala gulai jeroan ala kapau, hahaha… semua tgt kebiasaan ya oma, ada juga teman perempuan yg biasa makan daging ular, dgn alasan utk kesehatan kulit.
happy long weekend, oma!
Eit betul sekali…..bukankah itu juga keragaman budaya yg mewarnai kebudayaan yaak. So…menarik sekali untuk tetap menghargai tanpa harus kita menyetujui. Tarimo kasih Uni cantik eMak Saga, terlupa oma akan sudut pandang itu.
Selamat berlibur panjang ya Saga bersama eMak, Papa dan Nenek. Salam kangen