Tag
berlomba-lomba menjadi hamba, bulan keluarga, hakekat keluarga yang anggotanya saling melayani, limbuk-cangik, Lomba Menjadi Hamba
Lomba Menjadi Hamba
Gendhuk Limbuk pulang dari kebun dengan wajah sumringah plus langkah gedhebrukan. “Mbok Cangik, di kebun agung sedang ada lomba alias give away (GA) menarik nih…..”
Tema Lomba: Menjadi Hamba
Peserta: bebas untuk semua usia, boleh perorangan maupun kelompok
Batas waktu: lomba diadakan sepanjang masa tanpa ada batas waktu
Hadiah utama: setiap peserta lomba mendapat hadiah utama yang bebas dipilih sesukanya dari Toserba Damai Sejahtera.
“Ayoo mbok Cangik, kita ikut. Peluang kita menang besar loh, kan keseharian kita memang abdi, hamba alias batur ataupun mbok emban di kaputren kebun”
“Ha mbok ya jangan suka kesusu lalu nggégé mangsa to ndhuk, mari coba kita pelajari term of reference (TOR) alias kerangka acuan kerja (KAK) lomba atau GA ini” ujar mbok Cangik sok ngilmiah.
Bersama selembar leaflet ceria tersebut terlampir penjelasan ringkasnya. Desa Kebun agung sedang mengadakan acara tahunan yaitu bulan keluarga. Sang Kepala Keluarga Agung berkenan senantiasa memelihara ketenteraman keluarga. Sebagai pengingat penghayatan bahwa keluarga adalah masyarakat mini anugerah indah. Berbagai karakter pribadi dibentuk dan digembleng dalam dapur keluarga.
Lomba menjadi hamba dirancang sebagai wahana pembelajaran, setiap anggota keluarga diingatkan untuk menghayati hakekat keluarga yang anggotanya saling melayani, menjauhkan diri dari kehendak mencari pujian ataupun perhatian pun keutamaan kedudukan di dalam keluarga. Apa jadinya apabila setiap anggota keluarga berlomba menjadi pusat perhatian.
Alangkah eloknya saat simbah bertelut “kami sering menempatkan diri sebagai orang yang harus paling diutamakan, dihormati pendapat kami mengingat senioritas kami. Paduan panjangnya pengalaman hidup serta keringkihan raga sering menjadi senjata andalan kami…..”
“Kami, para ayah sering merasa kamilah yang paling berkuasa, kamilah kepala keluarga, keringat kami menetes demi kejayaan keluarga, untuk itu setiap anggota keluarga mestinya menuruti arahan kami, sabda pandhita ratu….”
“Begitupun kami, para ibu….begitu sering kami merasa sebagai kunci keberhasilan keluarga melalui sesanti kami wanita, wani nata lan ditata, wanita berani menata dan ditata. Kami merasa terluka saat anggota keluarga tidak menghargai pekerjaan kami…”
“Kami para anak….. betapa sering kami melakukan taktik meminta perhatian, memohon setengah memaksa kebutuhan kami harus dicukupi. Terlupa sudah bahwa anak polah bapa kepradhah, orang tua ikut menanggung hasil perbuatan kami…”
“Ya, kami semua lebih menyukai mengikuti lomba menjadi pusat perhatian, paling didengar suara kami, diikuti kemauan kami. Dan bila kini kami diajak mengikuti lomba menjadi hamba, menempatkan kepentingan anggota keluarga kami di atas kepentingan kami pribadi, menjadi pendengar lebih dari penyuara, lebih melayani dibanding minta pelayanan. Sanggupkah kami?”
***
“Gimana ndhuk, siap mendaftar lomba ini?”
“Hehe…ternyata syaratnya berat ya Mbok. Meski berat ini menjadi pengingat menghayati hakekat keluarga yang anggotanya saling melayani, sehingga berlomba-lomba menjadi hamba, ya Mbok”
“Apik tenan….Selamat menghayati bulan keluarga ……”
Catatan: bukan postingan peserta apalagi penyelenggaraan lomba/GA, hanya refleksi pengingat diri.
Haha.. suka dengan ngelmiahnya Simbok dan waton jebretnya Limbuk. Sepertinya ‘lomba’ sekarang makin jarang yang berorientasi substansi ya Bu Prih—lebih suka mengelaborasi bungkus, meski sering tidak ada isinya. Nanti saya cari bukunya. 🍸
___
Hehe Simbok Cangiknya suka nggaya ngelmiah bersama si Limbuk nih Mas KK, suka rebutan balung tanpa isi ….
Alhamdulillaah…, saya sudah membaca buku Gendhuk Limbuk. Isinya bagus. Sungguh saya suka 🙂 Terima kasih banyak ya, Mbak.
___
Terima kasih Pak AMA mendedikasikan waktu berharga membaca buku Limbuk, siap belajar dari panjenengan.
Salam
jiahhh ternyata bukan postingan lomba ya hehe tapi sangat bermakna, mengingatkan saya menjadi orang tua *langsung cari Alfi
_____
Hi Alfi kebanggaan mama Evrina……
saya jadi supporter aja bun, gak ikutan lombanya karena masih jauuuuuuuh dari baik
_____
Tim supporter yang melayani ya Jeng Lia, salam
Menarik untuk direnungkan, Bu.
Memang sebaiknya posisi dalam keluarga bukan untuk menang-menangan, melainkan untuk saling melengkapi dengan cara saling melayani
_____
Terima kasih Pak, sisi dari bulan keluarga dari sub tema saling melayani.
Salam kami tuk keluarga Pak Krish
Lomba menjadi hamba, padahal sejatinya kita semua hamba. Mungkin pemaknaan “hamba” sudah punya banyak tafsir, sehingga ketika dilombakan tentu akan menjadi pelik untuk menentukan variabel penilaiannya. Nah, jika pemaknaan hamba dikembalikan seperti sedia kala, banyak peserta mungkin akan merasa berat dalam mengikutinya, karena selama menjadi hamba, mereka melupakan makna hamba itu sendiri.
Tylisan yang bikin mikir di pagi hari. Manunggaling kopi lan udud dadi keroso nikmat sekali. Maturnuwun mbak, tulisane joss.
____
Terima kasih Mas Danu berkenan singgah dan memberikan tambahan pencerahan.
Tepat sekali pada hakekatnya setiap kita ‘hamba’ dengan saling menghamba harmoni saling mengasihi lebih akan tercapai
Salam
Aku belum biasa ikutan lomba mbak, takut menang soalnya hihihi *dilempar klepon*
Membaca soal lomba menghamba jadi inget postinganku kemarin mbak, poin poinnya terasa nggak mudah buat dijalani.
____
Kita satu tim [tim klepon] Jeng.
Senada penata poin-poin yang terasa sulit dijalani, menjadi pengingat diri….
entahlah, meski saya baca lebih dari kali masih tetap belum bisa memahami maksud ini dalam postngan ini.
____
Terima kasih berkenan membacanya, mohon maaf bila postingan ini terasa kurang mendarat, penulis sedang belajar menata ide. Salam
Aku gak ikut lah Mbak Prih, pasti kalah soalnya. Karakter menghamba itu kok ya berat benget sih? 🙂
____
Kita satu tim nih Uni Evi, berat di karakter menghamba. Kekompakan keluarga bahagia Uni Evi ada di kesedian saling menghamba.
Dan Uni Evi terbukti menghamba di pelayanan gula aren. Selamat ya Uni.