Mecaki dawaning lurung
Melanjutkan melayang pandang ke gunung-gunung kami mecaki dawaning lurung (menapaki panjang jalan) di seputaran kawasan nol kilometer Yogyakarta. Rentang waktu pukul 15.30 – 18.00 selama beberapa teman belanja/belanji, saya bergabung dengan teman penikmat jalan kaki. Tanpa banyak cerita ini beberapa foto yang diambil.
Bank Indonesia dengan arsitektur bangunan yang khas adopsi dari manca negara, begitu pula Kantor Pos Besar Yogyakarta dan BNI 46.
Masih ingat dengan film Janur Kuning yang mengangkat peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 tiga puluh tahun kemudian? Berikut monumennya.
Salah satu cagar budaya Benteng Vredeburg
Perjalanan berlanjut memasuki kawasan perdagangan, salah satunya Pasar Beringharjo. Deretan penjual pecel dengan aneka ‘lauk asesoris’ menyambut tetamu …
Keberagaman di kawasan Malioboro ditandai dengan keberadaan Kampoeng Ketandan.
Nama jalan yang fenomenal menyedot pengunjung menggenjot denyut nadi perekonomian dengan moto ‘setiap hari adalah hari libur’ …..
Apa sih keunikan Malioboro? Yaah gelombang manusia (ombyaking jalma) yang tiada habisnya, kadang singunen melihat pergerakan ini, byak-byuk dengan aneka warna dan gaya ….
Ombyaking jalma, lalu lalang oto kendaraan tak pelak menghasilkan puluhan ton sampah padat maupun gas. Himbauan membuang sampah pada tempatnya, pergola tanaman rambat peneduh tempat parkir, maupun jajaran pohon Tanjung diharapkan mampu menyerap sebagian sampah tersebut.
Hingar pengunjung dan deru roda perekonomian hampir menelan Jogja Library Centre yang terlihat nyempil, plang cagar budaya Gedung Nasional Perpustakaan berbalut plastik berbusana gantungan aneka batik…..
Ruang terbuka publik adalah dambaan setiap kota dan Yogyakarta menempatkannya salah satunya di kawasan nol kilometer ini. Tanpa harus bertabrakan fungsi, ruang budaya, ruang perekonomian berpadu.
Kreativitas ‘seniman’ berkembang di kawasan ini
mecaki dawaning lurung episode ini berakhir, saatnya pulang ke keluarga ….. Selamat mecaki dawaning lurung kehidupan.
Yogyaa…pesonanya membuat selalu ingin kembali. Namun ketika kembali, kepadatanlah yang menanti 😦
___
Padat jejel riyel dengan ombyaking jalma, tetap juga dicari ya Diajeng, sering kondur ke Yogya nggih…
kampung ketandan itu dimana bun?
___
Masuk dari jalan Malioboro Teh
cantiiiik…
tapi tiap ke Yk, saya malah hobi berdamai di kaki Merapi yg sejuk.. pusat kota harus ditempuh selama hampir 1 jam ^^
___
Mengutamakan tugas Jeng
Kaki Merapipun juga menyuguhkan kecantikannya tersendiri. Salam
wah mbak. lihat foto fotonya jd tambah list nih kl entar ada kesempatan ke Yogya lagi bisa melihat langsung suasana spt foto foto di atas, Maturnuwun mbak Prih 🙂
__
Yogyakarta setia menunggu kedatangan Jeng Elly dan keluarga. Lah kalau Jeng Elly yang menyuguhkan foto pastinya wooo. Salam
foto foto mbak Prih di atas juga bikin wow lho 🙂
____
Terima kasih Jeng Elly, kalau Dunia Elly buat postingan fotografi banyak yg ikutan belajar lho. Salam
Sambil diiringi lagu ‘Yogyakarta’-nya Katon KLA Project. Jadi pengen ke Jogja kembali… Salam kenal dari Pulau Bangka.
____
Yogyakarta setia menunggu kunjungan Gus Priyono kembali. Terima kasih sudah singgah semoga kerasan, salam kenal juga
Terimakasih sudah di ajak jalan-jalan di seputaran nol kilometer Yogya, Bu Prih. Lumayan buat mengobati rasa kangen terhadap Kota Pelajar ini.
____
Jalan-jalan dengan gambar ala jepretnya sisi yang berbeda dari sajian Pak Krish. Kota Yogyakarta selalu ngangeni meski berkali datang tetap ingin lagi, Pak. Salam
Maturnuwun Bu… sudah mengajak kami menikmati seputar Malioboro dari ‘kacamata’ Bu Prih… Semoga cagar budayanya tetap lestari… Selamat menikmati sisa hari minggu, Bu…
_____
Kacamata kasepuhan plusnya banyak sehingga agak buram dan terlalu ‘kuna’ bagi sahabat muda. Semoga Jeng, komitmen DIY untuk melestarikan cagar budaya cukup tinggi. Matur nuwun Jeng, selamat istirahat recharge semangat tuk esok. Salam
Menyusuri jalanan Yogyakarta – kota pelajar yang juga menjadi dambaan setiap warga dari daerah lain – tentu sangat menyenangkan ya mbak
_____
Bawaannya senang saja mengunjungi kota lain Pak Nur. Daerah Sulawesi Tengah memiliki keindahan yang khas pula. Salam