Tag

,

Atlas Semesta Dunia

Atlas Semesta Dunia

Atlas Semesta Dunia

Berbenah gudang beberapa saat lalu menemukan sebuah harta karun. Buku besar tebal bersampulkan kain warna merah marun yang mulai kusam. Inilah dia …Atlas Semesta Dunia…..
Temuan ini mengait pada kenangan puluhan tahun silam, betapa kami selalu merindu saat dimana Bapak mengatakan saatnya belajar ilmu bumi…. Berpasang mata kami berbinar memandang buku yang digendong (beratnya lebih dari 1kg) dengan bangga oleh salah satu dari kami yang mendapat kepercayaan mengambil dari rak buku Bapak.

Atlaspun digelar, awalnya Bapak menunjukkan disinilah tempat tinggal kami di lereng Gunung Lawu. Lalu menunjuk titik inilah Kota Surakarta tempat Raja bersinggasana, dan titik itulah Yogyakarta rumah Bulik, juga itulah Semarang rumah Om. Dari satu halaman peta mengalir banyak cerita. Saat bulik rawuh dari Yogya, kami menyambut tergopoh menyajikan minuman, mengingat betapa jauuuuh jarak yang beliau tempuh menuju kediaman kami. Dengan antusias kami memohon cerita beliau saat melewati Prambanan, Klaten dan Delanggu. Tanpa terasa itulah awal kami belajar skala jarak.

Lembar peta berikutnya membuat kami semakin melongo, saat Bapak membuka peta Pulau Jawa. Hampir di ujung Barat peta inilah kota Jakarta….Jakarta, Ibu Kota Negara. Bapak bercerita tentang ibu kota, lanjut dengan kota di sebelah Selatannya, Bogor yang terkenal dengan Kebun Rayanya yang ternyata suatu saat menjadi bagian sejarah pembelajaran saya. Sebagai guru yang piawai dalam didaktik metodik, Bapak kerap berhenti bercerita saat mata perhatian kami masih berpijar, dengan bijak beliau mengatakan ayook disimpan dulu lain kali dilanjutkan. Wah episode bersambung…(tutuge, bahasa Jawa) dengan menyisipkan bibit penasaran.

Lembar-lembar berikutnya membuat kami (saya dan adik-adik) selalu berseru luasnya Indonesia…. Ini Manokwari, tempat Pakde bertugas….duuuh jauhnya, kalau ke sana harus naik kapal atau pesawat terbang (saatnya belajar moda transportasi), daerah yang kaya tambang dan hutan. Ini Sumatera yang terkenal dengan swarna dwipanya. Betapa banyak negarawan dan sastrawan kita berasal dari sini, beliau memperkenalkan bacaan Siti Noerbaya, Salah Asuhan, karya pudjangga Minang, melengkapi bacaan Atheis maupun Koempoele Baloeng Pisah. Otak kecil kami mendesah kagum, betapa Bapak telah pergi ke banyak penjuru dan dengan senyum sarehnya beliau mengatakan, bapak baru sampai Jakarta…lha koq Bapak bisa bercerita tentang Ngarai Sianok dan Benteng Saparua? Dengan tegas Bapak menunjuk buku di rak beliau, disitu….dari buku kita mengenal sangaaat banyak hal yang kita tidak tahu. Itulah peletakan dasar buku adalah jendela dunia bagi kami, juga nyaris akhir bagi kami untuk mendapat jawaban langsung dari Bapak tentang sesuatu yang kami tanyakan, selanjutnya jawaban beliau adalah standar, ayoo coba temukan dulu dari buku….

Lembar-lembar berikutnya tentang peta dunia semakin membius kami, betapa gembiranya kembaran kota SOLO muncul di Eropa (OSLO). Kami anak-anak yang besar telah diberi kepercayaan menjadi pembimbing bagi adik-adik yang lebih kecil untuk belajar peta. Ada saatnya kami berebut sehingga bagian petapun sobek dan ibu menambalnya dengan kertas di lem di bagian belakang peta.

Negara dan Bangsa

Negara dan Bangsa

Dan salah satu yang saya suwun dari Bapak saat keluar dari rumah keluarga adalah memboyong Atlas Semesta Dunia tinggal bersama kami. Kini memandang Atlas Semesta Dunia yang semakin suram tampilannya, anak-anakpun suka menggoda, hari gini google map gituh, cerita duniapun begitu mudah didapat dari Ensiklopedia ataupun tinggal memanfaatkan koneksi internet. Dan saya tetap bangga akan kenangan Atlas Semesta Dunia…yang mengembangkan sayap imajinasi kami.