Alu dan Lumpang di Candi Klero
Candi Klero? Yuup papan penunjuk arah ke candi Klero di Desa Klero, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang ini akhirnya berhasil menggeret saya berkunjung setelah ratusan kali hanya ngawe-awe di ruas perjalanan Salatiga-Boyolali.
Kalau dari Salatiga, candi ini berada di sisi kiri jalan. Masuk dari gapura dusun Ngentak-Klero. Ramainya umbul-umbul dan uluk salam ‘ndherek langkung’ numpang lewat yang kami sapakan kepada warga yang bergotong-royong menandai kunjungan di bulan Agustus jelang peringatan HUT Kemerdekaan RI. Tidak terlalu jauh dari jalan raya dan jalan pun termasuk mulus di keteduhan suasana kebonan. Sampailah kami di halaman parkir yang sepi. Saat kunjungan hanya ada belasan remaja yang terbagi dalam 2 grup kunjungan.
Kompleks cagar budaya Candi Klero tertata rapi, pintu gerbang terbuka ramah. Mengamati sepintas, candi Klero ini merupakan candi tunggal tanpa candi pewara pengiringnya, mungkin masih berupa reruntuhan. Berdiri tegak, menyendiri diantara kebonan warga dengan tanaman kelapa dan pepohonan yang menjulang sehingga terasa sejuk. Bersebelahan dengan makam desa sehingga menambah nuansa sepi atau sekaligus meredam biar pengunjung tidak jahil dan menjaga candi Klero.
Persis di depan pintu pagar terhampar beberapa batu candi dengan pusat bentukan lumpang dan alu. Lumpang dan alu? Yaak bagi kami anak desa sangatlah kenal dengan lumpang dan alu. Usai panen padi, kegiatan merontokkan gabah dari malai setelah padi dijemur dilakukan di lesung kayu, dilanjutkan dengan mengelupas bulir beras dari gabah yang lazim disebut dengan nutu. Nutu pari di lesung dengan bantuan alu. Tahapan berikutnya adalah nosoh alias menyosoh, yaitu mengelupas kulit ari dari beras sehingga didapat katul dan beras putih yang dilakukan di lumpang dengan bantuan alu. Belum berhasil mendapatkan pustaka makna lumpang dan alu di di Candi Klero. Sayangnya alu yang panjang kini terlihat alu yang patah.
Berbeda dengan candi lain yang kaya ornamen, candi Klero ini terlihat wantah tanpa hiasan pahatan batu. Mendaki tangga yang terdiri dari beberapa undakan sampailah di bangunan candi dengan isi yoni berukuran cukup besar memenuhi ruangnya. Di seputar bangunan utama terlihat 12 tapak berlubang, mungkinkah ini tempat tiang yang menaungi bangunan utama candi.
Dengan bantuan runutan pustaka dari aneka sumber tentunya semakin banyak informasi yang dapat digali dari candi Klero ini. Sementara hanya melihat keberadaan yoni terlihat komponen candi Hindu meski tanpa candi pewara. Mangga para sahabat kebun rynari kalau hendak berkunjung ke candi Klero sekalian meluangkan waktu melengkapinya dengan informasi yang sudah ditulis para sahabat lain.
Candi Klero adalah candi ke empat di sekitar Salatiga, semuanya di Kabupaten Semarang yang saya kunjungi melengkapi Candi Dukuh, Candi Gedongsongo dan Candi Ngempon. Saya yakin dengan kunjungan candi semakin kita diajak menghargai karya para leluhur membangun keteguhan relasi antar manusia dengan sang Pencipta, sesama manusia dan manusia dengan alam. Salam
chris13jkt said:
Untuk daerah Semarang aku tahunya cuma Candi Gedong Songo, ternyata masih ada candi-candi lainnya juga. Matur nuwun Bu, sudah dikasih pencerahan
rynari said:
Kabupaten Semarang menyimpan candi-candi kecil tersebar di banyak lokasi Pak. selalu ada candi di saat blusukan Semarang
D I J A said:
candinya kecil
tapi sangat terawat
beda dengan candi di jombang
tinggal separo
separo nya lagi udah hilang dicuri orang
sedih kan
rynari said:
Iya Dija, candinya mungil
Kalau Jombang sungguh kaya dengan petilasan candi Majapahit dengan gaya Trowulan ya. Suka sekali menikmati kota Jombang-nya Dija.
dey said:
Ukuran candinya tidak terlalu besar ya Bu. Tampak rapi & terawat.
rynari said:
Sumuhun Jeng. Sepi pengunjung dan bersih.
bersapedahan said:
baru tahu ada candi Klero, dan ngga nyangka bangunan dan areanya begitu terawat dan bersih .. seneng deh kalau begini 🙂
rynari said:
Dekat lagi dari jalan raya…kurangnya publikasi jadi masih sepi pengunjung. Toss apresiasi dg terawat dan bersihnya candi Klero
Gara said:
Candi yang bagus, meski saat saya ke sana juga sama sepinya. Penjaganya pun tidak ada. Padahal kan seru ya Mbak kalau ada penjaga, bisa tanya-tanya, para penjaga juga umumnya punya cerita-cerita seru soal candi yang mereka jaga, hehe. Ah, tapi yang paling saya ingat dari candi ini adalah keteduhannya. Nyaman sekali ada di bawah pohon tatkala matahari sedang terik-teriknya. Semoga cagar budaya ini selalu abadi ya, Mbak.
rynari said:
Suksma Gara…wah jejak sang pencari jejak telah tertoreh di Candi Klero.
Betul sekali selain dari catatan resmi semisal leaflet, cerita sang penjaga lebih menghidupkan aura candi ya.
beneran keteduhannya membuat rada ngantuk diiringi semilir angin kebonan.
Amin semoga cagar budaya ini terwariskan kepada generasi-generasi berikutnya. Salam
Monda said:
candi-candi mungil di berbagai tempat ini seolah menandakan masyarakat Indonesia sejak dulu adalah masyarakat yang religius
sekitar Salatiga itu banyak banget obyek menarik mbak.., lingkungan yang kaya
rynari said:
Benar mbak, candi-candi mungil cukup banyak di sekitar kita. Peradaban leluhur kita yg berdaya cipta tinggi dan religius ya. Hayuuk mbak ditunggu di Salatiga kota mungil. Salam hangat