Tag

, , , , ,

Jembatan Bok Legi Sidoarjo

Jembatan Bok Legi kini

Jembatan Bok Legi

Jembatan Bok Legi Sidoarjo

Kerlap-kerlip lampu hias membentuk tulisan Jembatan Bok Legi diantara cantiknya taman tegak/gantung (vertical garden) pada salah satu ruas jalan Gajahmada, Sidoarjo (jalan utama Surabaya-Sidoarjo-Malang) memikat pandangan mata saya. Mode taman tegak/gantung sebagai upaya pemanfaatan lahan secara efisien, meningkatkan udara segar pun bisa dikemas untuk menambah keindahan kota diterapkan secara masal di banyak kota semisal di Magelang, Salatiga (baru satu titik), Sidoarjo dan tentunya kota-kota lain.

Secara khusus, Sidoarjo menempatkan taman tegak ini pada beberapa titik jembatan yang dinilai strategis. Rancangan cantiknya selain meningkatkan keindahan kota diharapkan menjadi ‘penjaga’ tempat yang ‘rawan pembuangan sampah’ ke kali oleh warga. Dua kali/sungai yang sempat kami lewati yaitu Kali Pucang yang mengalir tepat sebelum alun-alun Sidoarjo (dari arah Waru) ditata indah menjadi bagian dari wisata. Bentukan perahu (menggantikan perahu sesungguhnya yang dulu nangkring disitu) dengan patung orang menuangkan ikan berlatar pilar lampu hias megah serta siluet pendapa sungguh elok. Sedangkan kali/sungai lain yang dihiasi jembatan bok legi, sumber yang saya tanya menyebutnya kali Sidokare (afvoer Sidokare) karena melewati daerah Sidokare yang kawentar sebagai kota lama pun menurut sejarah sebagai ibukota kerajaan Jenggala. Amatan siang hari kali Sidokare yang saya lintasi saat menuju kampoeng batik Jetis berburu batik bandeng-udang ciri khas Sidoarjo, terlihat lumayan bersih untuk ukuran dekat pasar tradisional. Semoga kerja keras Pemda setempat memelihara sungai dengan sinergi masyarakat membuahkan hasil bagi kota yang kerap terendam banjir ini.

Ingin menikmati kesenyapan jembatan Bok Legi di tengah malam hari? Tidak perlu takut…tidak jauh dari jembatan jajaran tenda kuliner malam hari di ruas jl Gajah Mada ini mulai buka dasar pukul 10 malam hingga jelang subuh, pecel Madiun-Ponorogo-Kertosono ataupun rawon siap memanjakan penikmat jembatan bok legi yang tak pernah sepi.

Jembatan Bok Legi dan Jenggala

Mendengar kata Jenggala ingatan saya mengait pada kisah Panji semisal Panji Semirang – Dewi Sekartaji, Panji Asmarabangun – Galuh Ayu Chandra Kirana dalam penyatuan Jenggala-Daha yang melahirkan cerita rakyat Ande-ande lumut. Meski tidak lama, sejarah mencatat tiga generasi raja yang memimpin Jenggala sebelum akhirnya ditaklukkan oleh Majapahit. Kelemahan kerajaan Jenggala secara fisiografi adalah daerah yang rawan banjir dan ternyata menjadi warisan tetap hingga generasi kini.

Jembatan Bok Legi-Jenggala

Jembatan Bok Legi-Jenggala

Kiranya Jembatan Bok Legi (jembatan afvoer Sidokare) ini menjadi bagian dari etalase kejayaan Jenggala, secara praktis fungsional menjadi bagian dari model pengelolaan kali di perkotaan Sidoarjo. Pengerukan dasar kali secara berkala, pengelolaan pompa dan model pelimpasan air serta utamanya pelibatan warga dalam pemeliharaan kelestarian afvoer saluran drainase ataupun kanal agar pemukiman tidak atau berkurang frekuensi terendam banjir saat penghujan.

[jembatan dalam bahasa Jawa sering disebut buk dibaca bok, u yang mengarah ke bunyi o]