Parade Puspa Putih

Bunga Wijayakusuma

Bunga Wijayakusuma

Alkisah di negeri Putih yang dipimpin oleh Dewi Pertiwi Putih, dari pelataran taman putih  diadakan open house parade puspa putih. Peserta pertama melenggang gemulai dengan kelopak besar berbau harum bersalam khidmat: “Selamat malam bunda Dewi, mohon dispensasi kami menghadap di saat yang tidak lazim, saat titah lain nikmat terlelap”. Sambil tersenyum bangga Dewi Putihpun menyapa: “Bagus sekali kerjamu wahai wijayakusuma (Epiphyllum anguliger), dedikasimu yang tiada tara tak kan sia-sia. Hanya titah unggul yang berhasil menyentuh dan menciummu. Titah yang mampu menahan membukanya netra hingga lingsiring wengi yang mampu meresapi wangimu”.

Saat mentari bangkit dari peraduannya, beraraklah si mungil ke hadapan bunda: “Selamat pagi bunda Dewi, kami menghatur salam taklim, pakailah daku sesuai dengan rancangan sejahtera”. Sambil membelai dan menghidu keharumannya bunda Dewipun berujar lembut: “Duhai bunga melati putih (Jasminum sambac) puspa bangsa Indonesia, dampingi putra-putri bangsa persembahkan prestasi demi keharuman bangsa”.

Menyusul kemudian desahan lembut sang bayu yang menghantarkan keharuman kemuning (Murraya paniculata [L]) yang berjajar memagari taman putih. Dengan tulus sang Dewipun menyapa : “Bagus sekali kerjamu kemuning, dalam heningmu kau pancarkan harum kedamaian bagi semua titah”.

Keceriaan mengiringi masuknya kakak beradik keluarga anggrek berbusana putih mempesona. Dengan gaya elegan gemulai merekapun menghaturkan salam kepada bunda Dewi. Dengan tepukan kasih, bunda mencandai mereka: ” Kompak sekali gayamu puspa juwita.  Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilispuspa pesona, tetaplah jaga kerendahan hatimu, karena sesungguhnya pesonamu kian menguat dengan dukungan adik kakakmu keluarga anggrek serta keluarga besar puspa Nusantara”.

“Bunda Dewi, hamba disini, di telapak kaki bunda”. Sambil terkesiap dan kemudian melutut, bundapun membelai puspa putih nan cantik: “Mohon maaf ya putih, mata kakiku terpesona melihat kecantikanmu hingga terlambat memberi tahu mata hatiku. Kalian bunga putih berdaun merah cantik serta kerabat  krokot (Portulaca) mulianya hatimu, kalian rela menjalar di permukaan tanah, melindungi tanah dari erosi seraya mempersembahkan keindahanmu”.

Seekor kupu-kupa cantik memandu bunda Dewi ke rumpun mawar putih (Rosa). Menangkup tangan di dada, rosapun bersalam: “Tersanjung dengan kehadiran bunda, mohon maaf belum menghadap karena sedang kopdar istimewa dengan keluarga lebah dan kupu-kupu”. Tersenyum haru bundapun menyapa: “Tidak masalah rosa, keramahanmu menyambut tetamumu sungguh istimewa. Kelembutan aromamu menjadi pujaan wanita di seantero dunia. Dan engkau duri tolong jaga junjunganmu ya agar keindahannya memenuhi jagad raya”.

Dengan tergopoh-gopoh, bunga ceplok/kaca piring (Gardenia) menyapa hormat: “Bunda Dewi, hamba melaju langsung dari Pekalongan …”. “Lho..lho..lho…, kenapa ceplok piring nan harum memborong batik dari pasar Sentono?”, canda sang Dewi. “Bukan begitu bunda, itu lho Jeng Mechta merindukan daku…”. “Idem bunda, hambapun baru mengunjungi taman Jeng Pu yang cantik” sela amarillis putih dengan suara mendayu.

Suasana taman putihpun makin ceria dengan tawa dan nyanyian bunga sakura  putih, dansa bunga sepatu putih (Hibiscus rosa-sinensis) yang menjadi bunga nasional Malaysia, serta bebungaan putih lainnya. Dewi Putihpun menaikkan puja, semaraklah jagad arcapada dengan mengingat bahwa keindahanpun bersifat sementara seraya senantiasa memohon keindahan yang abadi. Salam puspa.