Punten….Desa Wisata di Batu, Malang
Menyantap buah apel yang tersedia di meja makan ….. segar menyehatkan. Lah kalau menyantap buah apel langsung petik di kebun, dipilah-pilih, dipetik dengan cara memutarnya, diusapkan di baju karena tidak sempat mencucinya dan krauk menggigitnya langsung tanpa pisau kupas, menghadirkan sensasi tersendiri.
Mendatangi kota wisata Batu, Malang tanpa menjajal buah apel terasa belum lengkap. Tersebar banyak sekali wisata petik apel yang dikelola oleh aneka pihak, salah satunya di desa wisata Punten, Kecamatan Bumiaji, Batu di jalur menuju ke arah Selecta. Rombongan bus dilayani parkir di balai desa Punten dan penumpang berpindah ke angkutan desa menyusuri jalan berbatu mendaki lereng ke hamparan kebun apel.
Denyut perekonomian desa Punten berdetak cukup keras, hampir setiap rumah yang kami lewati menjadi tempat usaha tanaman hias, entah dijual bunga ataupun daunnya, pun dijual dalam pot ataupun polybag. Setiap jengkal lahan dimanfaatkan secara efisien. Menurut informasi suasana di dusun Kungkung bagian desa ini lebih memikat, semoga lain kali bisa mendatanginya.
Selepas pemukiman, sejauh mata memandang disuguhi hamparan kebun apel. Ada yang meranggas karena sedang dirompes daunnya, ada hamparan memutih blok kebun apel sedang berbunga, berlanjut ke hamparan kebun berbuah masih kecil-kecil (pentil) dan hamparan kebun siap panen.
Setiap pengunjung dibekali kantung plastik wadah panenan, berapapun yang dimakan di kebun gratis karena sudah termasuk paket, pun pengunjung dipesan utuk memetik dengan cara memutar buah hingga tangkainya lepas agar tidak menarik langsung dan memicu buah lain rontok. Panenan buah dihargai 20K per kg tanpa pandang jenis maupun ukuran. [survey kecil saat balik di angkuta, teruna kebun mampu mengkonsumsi langsung antara 2 hingga 4 buah dengan dominansi 2 buah, lah iya karena lanjut dengan eforia memetik langsung menimbang]
Saat sebagian besar pengunjung blusukan ke tengah kebun, beberapa lebih asiik memilih apel yang sudah dipanen di keranjang, mau jenis manalagi yang manis berkulit hijau kekuningan halus, ataupun si merah hijau alias rome beauty yang segar asam manis, hingga Ana yang merah merona dengan dominansi rasa asam. Kami sekeluarga lebih menikmati jenis manalagi untuk dikonsumsi langsung serta rome beauty sedikit untuk campuran jus.
Hingar bingar panen apel di kebun juga dihibur oleh musik dan nyanyian yang dilakukan oleh penduduk setempat yang berbagi rezki dengan pengunjung. Tak hanya buah segar, aneka produk olahan apel juga dijajakan hasil dari UKM setempat. Mau berkunjung ke desa yang sungguh santun dengan selalu menyapa Punten……
Ping-balik: Janji Manis dari Kaki Gunung Panderman | RyNaRi
Apel batu! Dulu apel ini sempat terkenal dimana – mana, sampe siapapun yang main kesana harus bawa oleh – oleh ini. Namun sepertinya sekarang kalah tergerus sama apel impor 🙂
____
Semoga kejayaan apel Batu Malang tetap terpelihara dengan inovasi dan peningkatan kecintaan konsumen
Wah apel yang baru dipetik di keranjang itu segar tenan.
Wisata petik apel di Batu sudah jadi aikon ya.
Bagusnya memang satu daerah minimal punya satu aikon wisata.
____
Kalau tiap daerah wisata memiliki aikon bisa jadi pembeda dan ada saling sinergi jadi kawasan ya Uda.
Menunggu sajian wisata Ambon di blog Uda
Wisata petik apel memang merupakan kegiatan khas kota Malang, dan aku setuju banget sama bu Prih nih, rasanya masih ada yang kurang kalau berkunjung ke Malang tanpa ikut blusukan di kebun memetik apel
___
Bagian dari ngomporin teman-teman blusukan memberi pengalaman sensasi pada buah hati serta berbagi rezeki langsung ke kel tani nih Pak. Salam
Salam kenal… Aku belum pernah ke sini nih, padahal rumah ortu di Malang udah arah Batu… Kapan2 wis… kayaknya asik nih 🙂
___
Terima kasih, salam kenal juga. Batu sibuk berdandan aneka pilihan wisata tersedia, yook jelajah Batu yang menawan ini. Salam
metik sendiri lebih puas makan apelnya ya bun
___
Memuaskan rasa penasaran ya Jeng, kalau beberapa kilo saya pilih di kranjang saja hehe
Jadi yang merah itu Ana ya Mbak Prih? Waktu di Malang aku suka banget memandanginya tergantung di kios penjualan 🙂
____
Toss Uni Evi, saya juga suka memandangi Ana bergincu memerah, rasa asamnya lumayan kuat, untuk karangan hiasan buah sangat memikat.
sedaap betul ya mbak makan apel petik pohon …
jadi kepengen main ke sana lagi
____
Siip Mbak, Malang tetap memanggil kunjungan berikutnya
Yang ‘Manalagi’ warna dan rupanya mirip ‘Golden Delicious’ sedangkan jenis Rome Beauty dan Ana tak pernah dengar disini. Saya seringnya beli pink lady atau red delicious.
One apple a day keeps the doctor away 🙂
___
Betul mbak, saya juga ketuker antara manalagi dan Golden delicious, pembeda di harga hiik….coba harganya sepadan, betapa sejahteranya petani apel manalagi.
Untuk rome beuty dan Ana diserap pasar lokal nih Mbak
Sepakat kandungan pektin dan aneka gizi dalam apel menjaga kesehatan keluarga
Oh, jadi si Ana yang kemerahan malah lebih asam ya? Aneh juga, biasanya kalau merah lebih manis. Terus terang nih, sebenarnya saya disini udah bosan sama yang namanya apple. Buah2 tropikal lebih enak, apalagi duku, salak, sawo, jambu air dan kawis si hitam… karena disini tak ada. Kelengkeng, rambutan, manggis, belimbing dan durian dijual di Asian shop disini hanya harganya lebih mahal.
____
Untuk manggis, sahabat Thailand lebih unggul tanpa bercak kuning yang mengganggu pun kelengkeng nya
Untuk salak dan duku, Indonesia punya kans lebih
Semoga buah tropis tetap juga meraja di hati penikmatnya