Tag
bukit gamping, bukit Jaddih, Desa Bandardawung, fenomena karst, Pring reketeg gunung gamping ambrol, Tebing Breksi, tobong gamping
Bukit Gamping
Salah satu kenangan masa kanak-kanak saya adalah bukit gamping. Kala santai dari tugas kesukaan mengajar di sekolah, Bapak akan menggiring kami (saya dan adik-adik, kadang juga bersama ibu) untuk blusukan ke alam sekitar, model sekolahan yang lain. Ada kalanya ke kali, sawah atau bertandang ke rekan mengajar beliau, salah satunya di Desa Bandardawung masih di kaki G. Lawu. Ajakan ke Bandardawung menghadirkan sensasi tersendiri, perjalanan sedikit mendaki, melintas persawahan, menapaki punggungan bukit gamping, pun menyeberangi kali lumayan besar.
Saat di perbukitan gamping kami disambut suara dag..dog… penambang gamping mengayunkan kapaknya, mencungkil bongkahan gamping untuk dijual guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Beberapa ceruk semacam goa terbentuk sekaligus sebagai tempat rehat sementara dari sengatan terik mentari ataupun guyuran hujan di bentang alam gersang. Kemudian mulut saya menganga melihat bangunan dengan menara tampak menjulang di dekat bukit Ngganoman, Bapak bercerita itu adalah tobong gamping. Bongkahan batuan gamping dari bukit dibakar untuk menghasilkan bahan bangunan. [skala perspektif sungguh terasa, ukuran yang sedang tampak menjulang di mata belo kanak-kanak]
Masa berlanjut saat di sekolah lanjutan, guru kimia dan geografi kembali menyentuh materi gamping. Dari muatan pelarutan dan pengendapan, oksidasi yang berlangsung saat pembakaran gamping di tobong, hingga bentukan alam stalaktit stalagmit yang memukau, semua bersinggungan dengan gamping. Pun saat nyantrik di Kota Hujan, Begawan mengajak kami menerawang Rajamandala dan Padalarang, kembali bersinggungan dengan gamping. Barusan menyadari energi dari gampinglah yang menghantar saya dilepas dari padhepokan Baranang Siang dengan ‘postingan’ tentang pengapuran bla..bla..bla..
Kini wisata berbasis bukit gamping lagi marak dikembangkan. Salah satunya, bukit gamping di Bandardawung masa kanak-kanak marak tampil di lini media masa. Hiks sebagai anak kecil pengagum bukit gamping saya belum menengoknya kembali, Bandardawung yang berdandan.
Sempat mencicip keelokan bukit Jaddih di Desa Jaddih, Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan, Madura bersama keluarga 2S saat berkunjung ke Sidoarjo. Selepas jembatan Suramadu yang mengundang decak kagum pelintasnya, terus saja menuju ke jalur Bangkalan. Kami mengandalkan bantuan GPS sambil sesekali GPS (gunakan penduduk setempat) untuk validasi, yang beberapa hanya berkomunikasi dengan bahasa lokal Madura, weleh.. Bukit Jaddih adalah kawasan tambang yang masih aktif sekaligus dijadikan sebagai tempat wisata dengan tebing gamping yang khas. Mau berenang di kawasan pemandian Goa Pote atau mendaki di bukit Jaddih sama menariknya. Saat kami berkunjung di bulan Mei, cuaca sedang hujan rintik berseling menderas. [mari sempatkan mampir menikmati batik Madura ataupun mencicip kuliner bebek, melihat antrian puanjaaang di bebek sinjai kami ganti haluan ke bebek songkem]
Begitupun menikmati Tebing Breksi bersama keluarga Dawis Anggrek. Tidak sulit mencapai lokasinya, tidak terlalu jauh dari Candi Prambanan ke arah Keraton Boko, lanjut terus akan terlihat penanda lokasi dengan jelas di dusun Groyokan, Desa Sambirejo. Tlatar Seneng demikian prasasti yang disematkan oleh Bapak Hamengku Buwana X. Lansekap elok, berpadu dengan aktivitas penambangan yang kini dihentikan karena ditengarai, gamping breksi ini adalah endapan abu volkanik dari Gunung Api Purba Nglanggeran. Endapan gamping…paduan breksi..serasa terngiang ajaran Begawan Baranang Siang. Untuk menikmati postingan elok brown canyon ala Yogyakarta mari saya hantar ke rumah maya Uda Vizon.
Menikmati ‘laboratorium gamping alami raksasa’ berupa Goa Gong di situs geoarea Pacitan, karst lansekap gamping yang berhasil mendapat pengakuan Taman Bumi Dunia dari UNESCO.
Kini wilayah gamping tak lagi ‘membedaki’ masyarakat sekitar dengan keterbatasan ekonomi maupun kemampuan lainnya, kini wilayah gamping ‘membedaki’ pemeliharanya dengan sarana berkah dengan pengelolaan yang tepat. Pring reketeg gunung gamping ambrol, ati kudu tetep jo nganti uripmu kagol. Pengingat untuk kukuh mantap dan fokus mencapai tujuan hidup. Semoga
waktu ke madura nga keburu ke bukit jaddih hikss ternyata tempat bagus yach bu. jadi nyesel nga kesini.
Memberi ruang untuk yang terlewat Lina, menumbuhkan rasa kangen syukur
peninggalan penggalian tambang seperti gamping ini di beberapa tempat jadi tempat wisata, bentuk tebingnya unik2 .. bahkan danaunya bisa terlihat sangat cantik. Instragamable kalau kata anak zaman sekarang 😀
di daerah bogor dan tangerang juga ada yang jadi populer.
Iya ya daerah Cibinong, Ciampea barisan bukit gamping. Selalu ada yang menarik saat blusukan apalagi bersapedahan ya..
mirip bukit tampo mas di banjarnegara namun di sana masih belum rapi karena aktivitas penambangan masih berlangsung hingga detik ini
Terima kasih Mas Hendi sudah mampir di sini. Wisata Banjarnegara juga keren banget, agenda event tertata rapi. Gunung Tampo Mas mengingatkan pada nama kapal. Salam wisata
sama2…iya betul mirip nama kapal yang terbakar itu.
Menurut saya tiap daerah punya potensi wisata yang unik tinggal bagaimana mengelola dan mengemasnya menjadi lebih menarik
Waktu aku ke Madura, lokasi ini terlewat karena nguber ambil sunset di Sumenep. Mudah-mudahan lain waktu bisa ke sana. Postingan Bu Prih cukup menggoda untuk berkunjung ke Madura lagi dan mampir di Bukit Jaddih 😛
Juga sebaliknya, kami naksir pantai elok postingan Madura di blog Pak Krish terlalu jauh dari Suramadu jadinya mencicipi Jaddih gamping. Madura menarik dijelajahi ya Pak. Salam
Kalo di masa kecil dulu sering dengar: pring reketeg gunung gamping jebol (beda dengan teks di atas: ambrol), tapi maknanya sama.
Aneka referensi ya Pak AMA, kesamaan guru lagu o, ambrol, jebol, kagol ada lagi ketakol. Model parikan yg membudaya di masyarakat. Salam
Kini sedang tren menjadikan bekas tambang sebagai tempat wisata. Semoga dengan sentuhan orang seni kawasan wisata ex pertambangan gamping bisa lebih menarik lagi.
Kalo melihat kehidupan petambang gamping yang marjinal bikin saya sedih.
Jadi sinergi positif seni- pariwisata – ekonomi – kelestarian alam yo Uda. Buah dari alam takambang jadikan guru..
wah sudah pernah ke bukit jaddih ya? orang madura bilangnya jeddih…
saya yang sudah berkali2 ke bangkalan malah belum pernah. beberapa kali bilang ke saudara yang tinggal di kota bangkalan minta diantar ke bukit jaddih, dia selalu bilang itu jauh dari kota bangkalan, biasa aja dan ga aman. beberapa kali ada kejadian begal di sana. itu yg saudara yang seringkali bilang alasan kenapa ga mau ngantar saya ke sana.
waktu mbak nya ke sana aman2 aja kah?
Alasan kerabat Kamal, tentunya ada dasarnya juga sebagai pengingat ke hati-hatian ya. Terimakasih sudah singgah di blog ini.
Wuaaah, bekas tambang bisa jadi tempat wisata yang indah ya bun. 😀
Selalu ada keelokan di balik aktivitas ya Gung, semoga terjaga sinergi antar wisata, alam dan ekonomi masyarakat sekitar.
saya berkali- kali mengagendakan ke bukit gamping ini dengan suami tapi belum juga terlaksana. 😦
jauh kah mbak tempatnya dari suramadu? hehe.
Tidak jauh mbak Tutus, kalau dengan kendaraan motor roda 2 malah ada jalan pintas, kalau mobil perlu lewat jalur Bangkalan dan belok kiri sebelum kota atau malah wisata dulu di Bangkalan dan menuju Jaddih dari jalur Utara. Salam
woo.. siapp.. simpan dulu sarannya. terimakasih banyak mbakkk. semoga segera ada waktu kesana. 🙂 nggak sabar mau tahu. hehe
Itu bukit Jaddih cantik sekali pemandangannya. Jadi ingat bukit kapur Padalarang yang terlihat dari jalan Bandung-Jakarta yang juga ditambang kapurnya.
Yuup Padalarang dengan lansekap putih kemilau kapurnya..