Tag
benda cagar budaya, Gedung Pakuwon, Kota Salatiga, Perjanjian Salatiga, Salatiga sketsa kota lama, Sura dira jayaningrat lebur dening pangastuti
Menerawang di Gedung Pakuwon Salatiga
Pada zamannya Kota Salatiga memiliki predikat ‘de Schoonste Stad van Midden Java’ (kota terindah di Jawa Tengah). Kota dengan udara sejuk, memiliki pemandangan bebas ke arah G. Merbabu, G. Telomoyo dan G. Ungaran di kejauhan. Selain keindahan kotanya, kota Salatiga penuh dengan kenangan sejarah. Mengenang pesona Salatiga sketsa kota lama, blog ini pernah menyajikan eloknya sentuhan biru kompleks satlantas Polres Salatiga dan kini menyuguhkan sisi lain yaitu Gedung Pakuwon.
Gedung Pakuwon terletak di sebelah Selatan lapangan Pancasila, tepatnya di Jl Brigjen Sudiarto 1, persis di sebelah kiri Gedung Papak atau kantor Walikota Salatiga. Memasuki pelataran Gedung Pakuwon, ingatan menerawang ke sekian abad silam. Terbayang megahnya rumah tinggal sang Akuwu atau Bupati Salatiga. Palereman Akuwu, menjadi pa-Akuwu-an lantas terucap Pakuwon dengan arsitektura khas.
Merasakan kesuraman aura gedung sekarang seolah merepresentasikan kemuraman aura perseteruan kerabat keraton Surakarta Hadiningrat pada zamannya. Beranjak dari perpecahan Surakarta dan Ngayogyakarta, kejadian berulang dengan terbelahnya Surakarta. Gedung Pakuwon menjadi saksi bisu ‘Perjanjian Salatiga’ pada tanggal 17 Maret 1757 campur tangan mediator Gubernur Hartingh dan menghasilkan sekat pemilahan Kasunanan Surakarta dengan Mangkunegaran.
Menerawang di Gedung Pakuwon sempat mengajarkan dinamika sistem pemerintahan di tanah perdikan Salatiga ini. Dari kabupaten yang dipimpin Bupati mulai dari Raden Ario Sosrowidjojo gilir gumanti hingga Raden Adipati Tjokrodipuro. Sistem beralih ke Kepatihan dari Patih pertama Raden Soemowidjojo hingga Patih terakhir Raden Soerohamidprojo. [Sumber nama Bupati dan Patih: Salatiga Sketsa Kota Lama, karya Eddy Supangkat] Patilasan Gedung Kepatihan dengan pendapa khasnya dilestarikan sebagai kantor Polres Salatiga di sebelah Utara lapangan Pancasila. Sistem bergulir saatnya Salatiga dipimpin Assistent Resident berkebangsaan Belanda. Setelah Indonesia Merdeka, sempat menjadi Kotamadya hingga kini berstatus Kota Salatiga.
Perubahan zaman dan sistem pemerintahan tak mampu menghapus sejarah keberadaan rumah Akuwu. Semoga kemeranaan gedung Pakuwon ini segera beralih menjadi seri, menjadi pengingat bahwa pertikaian selalu menyusup di setiap kesempatan, menadah harap kesatuan dan persatuan senantiasa diperjuangkan. Sura dira jayaningrat, lebur dening pangastuti.
Ping-balik: Gedung Pakuwon Salatiga
seingatku rumah kuno yg bertuliskan PAKOEWON itu bukan yg bersebelah dg komplek kantor walikota tapi ada di sebelah timur kawedanan deket dg pertigan jln kawedanan.brijen sudiarto dg jl merbabu yg ada klengkeng lecinya sekrg spbu? pakoewon setahu saya, ya tempat makuwon bagi para tamu atau priyayi/bangsawan yg akan menghadap pembesar setempat,utk istirahat sejaenak atau bahkan nginep,jadi bukan tempat akuwu/pangk setingkat lurah wilayah pd jaman mojopait kebelakang., wallahu’lam.
Terima kasih Mas Setijo Pramono atas koreksinya untuk meluruskan bagian sejarah. Sangat berharga bagi Kota Salatiga melacak dan mendatanya. Nuwun, salam
sejak aku kecil, 50 tahun lalu gedung itu sudah begitu bentuknya, ada 2 pohon cemara tua yang sudah ditebang, yang tampak sekarang atapnya sudah berganti. bangunnya tampak masih kokoh. untuk zaman rumah bersejarah ini cocok dijadikan rumah perdamaian.
damai menyebar dari Salatiga
_____
Saksi sejarah yang sungguh berharga. Terima kasih untuk sharing kenangan gedung Pakuwon ini. Amin kiranya damai menyebar di Salatiga dan seluruh persada Nusantara.
Salam damai
Sura dira jayaningrat, lebur dening pangastuti…ah, jadi inget statusnya Pak Jokowi beberapa minggu lalu, mbak…
Rumah lama, kesannya memang memiliki aura ya mbak, adem pula!
Matur nuwun infonya nggih 🙂
____
Sedang kepengin belajar sejarah dari bangunan yang ada saja Jeng
Sami-sami saling berbagi info