Apa Tumon? Menjahitkan Sepatu ke Negeri Gajah
Panjebar Semangat (menggunakan huruf j bukan y) adalah mingguan berbahasa daerah Jawa yang diterbitkan di Surabaya, sangat populer bagi generasi kasepuhan. Salah satu rubrik yang menjadi klangenan adalah Apa Tumon? berisi kisah-kisah lucu kadang setengah konyol. Konon mampu mentertawakan diri sendiri baik untuk kesehatan jiwa dan raga.
Beberapa waktu lalu beberapa mak kebun mengunjungi pameran tanaman bunga. Perjalanan diawali dengan menikmati negeri singa, begitu asyiknya berkeliling kota eh ternyata sang alas kaki tidak lagi bisa diajak kompromi. Padahal sebelum berangkat sudah dipertimbangkan sepatu yang nyaman untuk perjalanan, bersahabat dengan hujan maupun panas. Alas kaki cadanganpun berupa sandal santai yang kurang pas tuk melanjutkan perjalanan. Pilihannya adalah membeli sepatu baru dengan konsekuensi harga yang lumayan mahal.
Pilihan lain bertahan dengan sepatu rusak dan membeli di negeri gajah yang harganya lebih terjangkau. Improvisasipun digelar berlagak bak bintang iklan permen ment**, dengan bantuan sahabat yang berkaret rambut dibalik gelung pitanya, penampilan sang alas kakipun dipercantik. Tralala tetap melangkah dengan pasti, petugas imigrasipun tak mempermasalahkan kunjungan masuk dengan sepatu yang tak lazim.
Mengawali perjalanan di bagian utara negeri gajah, kami meminta pengemudi tuk mengantar membeli sepatu, dengan sangat ramah beliau menyarankan tuk mengunjungi dan berbelanja di toko sepatu kulit berkualitas bagus sebagai buah tangan yang akan buka agak siang. Dengan jujur kami katakan, tidak harus di toko sepatu kulit bermerk, hanya untuk mengatasi keadaan darurat sepatu jebol saja. Dengan sangat membantu beliau mengantar dan mencarikan tukang jahit sepatu yang buka pagi di pinggir jalan dan baru saja buka kantor kerja. Nah sepatu jebolpun ditangani ahlinya.
Tidak terbayang kalau harus berkomunikasi sendiri, karena tukang sepatu berbahasa Thai. Tidak memakan waktu lama dengan dijahit keliling sepatupun siap untuk menemani perjalanan. Mengantisipasi kejadian darurat, teman yang kondisi sepatunya agak mengkhawatirkanpun ikut menjahitkan sepatunya. Biaya yang dikenakan juga murah 60 baht untuk sepasang sepatu dan 2o baht tuk jahitan ringan serta lem. Khob khun kah, trimakasih bapak pengemudi mobil dan bapak tukang sepatu.
Apa tumon? menjahitkan sepatu saja harus pergi ke negeri gajah. Kejadian lucu agak konyol seperti apakah yang dialami sahabat?
Pesan cerita adalah mempersiapkan segala sesuatu dengan baik, juga perlunya cadangan. Bila menemukan kesulitan, oleh kemurahanNya senantiasa tersedia penolong bagi kita. Sebaliknya, bisakah kita juga menjadi penolong bagi sesama dalam kesulitan tentunya sesuai dengan kapasitas kita masing-masing?
Ping-balik: Pesona Mawar Utara | RyNaRi
farizalfa said:
Penjebar semangat itu gak terbit di bukittinggi ya?
Alhamdulillah, yang penting sepatunya dapat ditangani dengan sedemikian rupa.
———–
Trimakasih Fariz, belajar berpikir alternatif saat menghadapi kesulitan
edratna said:
Hehehe….justru itulah mbak lucunya.
Dan berbekal pengalaman tsb, nanti soal sepatu akan menjadi perhatian, karena kalau bepergian keluar kota, yang jadi masalah alas kaki karena akan dipakai terus menerus, dan cari yang pas nggak mudah, walau uang ada.
Pas di London saya mengalami hal yang sama, tiap hari berjalan 10 km an, maklum pengin wisata murah, mengejar waktu antara bubar seminar sampai senja hari (kebetulan musim semi, jadi Magrib jam 10 malam)…ehh sepatu yang jadi masalah. Beli sandal, ternyata susah juga…..repot deh. Jadi pas mau naik Haji kemarin, saya betul2 mempersiapkan urusan persepatuan ini.
———
Pengalaman London tak terulang saat ibadah Haji yang penuh berkah ya bu En.
Sudah segar kembali setelah dari Bukik?