Tips Aman Nyaman Menikmati Goa Gong
Goa Gong Pacitan di Desa Bomo, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan, salah satu tujuan wisata yang sangat saya sukai sebagai jejak blusukan geopark/taman bumi meski belum pernah bisa menikmati secara khusuk. Bagaikan laboratorium raksasa, bagaimana fenomena geologi daerah karst yang melibatkan pelarutan dan pengendapan kapur gamping menjadi bentukan stalaktit dan stalagmit yang memikat, aliran sungai dan cekungan sendang dalam goa. Fenomena geologi yang lekat dengan cerita legenda, seolah bebunyian gong dari bukit seputar goa sehingga lahirlah nama Goa Gong. Bila kini Goa Gong berbenah berdandan sebagai bagian dari Taman Bumi (geopark) Gunung Sewu yang membentang dari Gunung Kidul hingga Pacitan berhasil merebut perhatian UNESCO pada sidang Global Geopark Network tingkat regional 19 September 2015 di Jepang dan menetapkannya sebagai warisan Taman Bumi tingkat dunia. Mari simak tips aman nyaman wisata menikmatinya.
- Kunjungan di luar hari libur. Dua tahun lalu berkunjung bersama ibu-ibu Dawis di hari Minggu ramai pol dan menggiring saya nggendring mlipir. September ini kembali berkunjung bersama sahabat bala dhupakan di hari Sabtu tetap ramai meski tidak sampai berjubel amat. Ya sudah saya bagian foto-foto banner saja…
- Mengikuti prosedur yang ditetapkan (SOP). Untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan pengunjung termasuk juga keamanan situs geologi ini, ditambahkan jalur pintu masuk yang semula menyatu dengan jalur keluar dan jajaran penjual cindera mata. Kini jalur masuk melewati jembatan yang membentang di atas jurang berpagar kehijauan bukit jati. Terpampang SOP di awal jembatan, yook diikuti demi keamanan bersama.
Nah bila diikuti dengan sungguh SOP penyeberangan jembatan biru sesama pengunjung saling merasa aman dan nyaman kan…juga foto jembatan dari ujung terlihat lebih indah.
- Menyiapkan atau menyewa senter. Pastinya memasuki goa akan gelap, meski tersedia penerangan terbatas. Tarif tertera dengan jelas, sama dengan harga satu eks buku tentang Goa Gong. Keseluruhan jasa ini dikelola oleh paguyuban yang beranggotakan ‘perempuan goa Gong’ beliau adalah pemilik lahan yang dibebaskan untuk keperluan umum wisata dengan imbal balik kesempatan kerja, sejenak memohon cerita beliau akan memperkaya rasa kunjungan kita.
- Tersedia gazebo di dekat pintu masuk goa untuk beristirahat dengan banner pengingat berukuran besar tentang etika wisata goa Gong, jangan tinggalkan apapun kecuali jejak…..
- Saat memasuki goa Gong kembali mari patuhi SOP-nya. Masuk bergiliran dengan pengaturan jumlah (20-50) dan durasi (20 menit) di dalam goa. Meski diupayakan fasilitas kenyamanan, pastinya di dalam goa juga ada keterbatasan pasukan oksigen maupun ruang gerak. Mari berwisata dengan tetap memperhatikan keamanan dan kenyamanan bersama.
- Memahami dan menghargai warisan alam Goa Gong bagian geopark global Gunung Sewu akan menghadirkan rasa syukur yang dilanjutkan dengan tindakan pemeliharaan secara nyata. Goa Karst ini diakui yang terbaik di Asia Tenggara. Bila negara tetangga mampu menata dan memperlakukan aset geopark semisal Yehliu dan Machinchang Langkawi secara fisik maupun aspek wisata dan menjadi daya pikat wisata internasional, pastinya kita bangsa yang besar dan berbudaya luhur juga bisa kan…
- Yook wujudkan Taman Bumi (geopark) Gunung Sewu
Suasana didalam goa gong itu bagus bangat yach Bu. Hanya sayang kalau menurut pemandunya kondisi didalam sudah mulai kering dan pengap karena aktifitas manusia. hiksss.. sedih dengarnya.
Seandainya disediakan theater tentang geologi dan sejarag goa sebelum masuk, sehingga pengunjung berkesempatan menikmati dasar pemahaman tentunya membantu ketertiban dan kenyamanan ya. Eh jadi teringat adinda Lina yang geologist…
jembatan warna birunya cantik banget Bu Prih, tapi kok ngeri juga ya membayangkan nyeberangi jembatannya itu 😀
Selama SOPnya dipenuhi semoga aman dan nyaman ya Jeng. Benar, saya terpikat perpaduan biru di belantara hijau
Bisa membayangkan saya yang agak acrophobic akan lemas kaki kalau melintasi jembatan itu. Jadi ingat ‘Watu Gandul’ yang kalau tak salah di Wonogiri?
Betul sekali, Watu Gandul di Wonogiri. Jembatan ini tidak terlalu tinggi hanya belasan meter dari dasar (meski tetap harus hati-hati ya), bagi sahabat yang agak acrophibic mari pilih cara menikmati alam yang nyaman dan aman ya. salam
Wah Bu Prih lagi jalan-jalan ke Pacitan rupanya.
Iya Bu, kalau kita patuh dengan SOP, rasanya semuanya akan berjalan lancar dan aman ya Bu
Mengulang perjalanan ke Pacitan dengan rombongan berbeda, Pak. Sip SOP mari kita patuhi bersama demi keamanan dan kenyamanan. Salam
Waktu ksna dl pas rame bgt..hawa udara di dlm panas dan sumuk
Sentrongan blower pun AC tetap kalah dg riuhnya pengunjung ya.
Sebelum ditemukannya goa gong… Desa bomo merupakan simbol tempat orang-orang primitif, lebih tepatnya disebut wong ndeso. Tempat yang tandus, jarang ada orang kaya, kalau ke kecamatan sanggup berjalan berkilo-kilo meter.. Jam 5 pagi mereka sampai di punung dengan memikul kayu bakar seharga serbu rupiah dan pulang lagi dengan jalan kaki… Itu cerita mereka di tahun 90-an ketika saya masih SMP. Tapi sekarang goa gong telah mengubah segalanya, dan perekonomian penduduk bomo terangkat dengan drastis, bahkan bisa melebihi orang punung… Pum dengan dibukanya akses ke pantai klayar, akan semakin membuka mata bahwa daerah yang dulunya dianggap ndeso dan primitif merupakan penyokong besar bagi perekonomian banyak orang pacitan
Maturnuwun Kang Nur atas tambahannya. Geopark yg memadukan fenomena geologis, konservasi alam, budaya berimbas pada sosial ekonomi masyarakat setempat. Lestari alam Bomo….
Baru sekali kesana dan apesnya pas liburan panjang… Di dalem langsung sesek napas…
Berbagi oksigen dg meruahnya pengunjung ya