Melongok Cagar Budaya Sam Poo Kong Semarang
Melongok foto-foto di laptop terlihat sejumlah foto saat mampir di Sam Poo Kong pada akhir 2019 tepatnya sekitar 1 jam 29 Des 2019. Menemani keluarga 2S yang berkunjung. Mungkin ini keramaian di penghujung 2019 sebelum pandemik COVID 2019 mendera.
Sam Poo Kong merupakan salah satu jujugan kala ada kerabat datang mau menikmati Semarang, selain Kota Lama pun Lawang Sewu. Merunut sumber belum menemukan ada agenda apakah gerangan pada tanggal tersebut. Kunjungan singkat yang mendapat suguhan keramaian pertunjukan di panggung utama.
Penuhnya pengunjung mulai ditengarai dengan sulitnya mendapatkan parkir di pintu Utara, jl Kaligarang yang biasanya kami masuk dengan gerbang eksotiknya. Kamipun memutari areal dan diarahkan masuk dari pintu Timur atau Tenggara nih. Mendapat tempat parkir tepat di sisi panggung pertunjukan.
Riuhnya bebunyian musik dan teriakan penonton layaknya magnet yang menggeret pengunjung ikut memadati sekitar panggung pertunjukan. Segera kami merasuk pada keramaian ikut berteduh di bangunan besar.
Yuup inilah The Great Temple Sam Poo Kong, ikon Kota Semarang. The highest Zheng He (Cheng Ho) statue in the world. Cagar budaya Gedung Batu dengan No. Regnas CB.1390. Penetapan No SK : 646/50/1992 Tanggal SK : 4 Febuari 1992 Tingkat SK : Walikota.
Meski sering menikmati pertunjukan Barongsai, ini pertama kalinya menikmati di Sam Poo Kong. Alunan dan hentakan musik penuh semangat terasa pula aura magisnya. Amatan detil terlihat 4 komponen di panggung ada liong putih, keemasan, manekin sosok tua (itukah manekin Dewa Rezeki?) dan tarian naga. Para pemain selain atraktif juga komunikatif dengan penonton.
Sam Poo Kong merajut akulturasi religi dan budaya. Aspek religi, kultural, hiburan, ekonomi pun Pendidikan terangkum di Kawasan ini. Ramah buat semua umur dengan jarak yang lapang antar klenteng yang berderet.
Merunut Pustaka, Sam Poo Kong yang terletak di Jl. Simongan, Bongsari, Kecamatan Semarang Barat, Kabupaten Semarang dibangun pada tahun 1724. Awalnya ditujukan bagi masyarakat Tionghoa untuk berdoa dan sembahyang. Berdasar semangat pluralism, klenteng hakikatnya merupakan pusat agama rakyat yang dianutnya dan interaksinya secara sosial.
Nonton pertunjukan di keteduhan bangunan dengan arsitektura warna khas merah. Menatap jajaran klenteng di hadapan. Semoga lain kali menyempatkan blusukan di setiap klentengnya dari Dewa Bumi hingga klenteng Jangkar.
Terasa haus dan lelah, mari berteduh di kawasan kuliner. Paduan merah dan pepohonan menghijau menambah meriah suasana. Saat itu kami incip gempol pleret salah satu kuliner lokal. Oh ya menarik juga loh buat yang mau mencoba busana Tiongkok. Nggak perlu jauh melintasi buana sudah bisa mengenakan busana dengan aneka pilihan. Tentunya dilanjutkan dengan dokumentasi ya.
Saat kunjungan cuaca sungguh cerah. Paduan langit biru tebaran awan putih aneka corak memanjakan para pengunjung terutama penyuka fotografi. Bukan hanya dokumentasi bangunan cagar budaya, sekaligus pertunjukan pun aneka gestur respon para pengunjung.
Salah satu pusat perhatian adalah visualisasi patung perunggu keberadaan Laksamana Cheng Ho yang menjulang. Letaknya dekat dengan pintu Selatan. Selain membaca penjelasan di bawah pijakan kaki sang laksamana, pengunjung dapat berfoto dengan aneka angle sesuai pilihan.
Kisah heroik Laksamana Cheng Ho sangat hidup di tengah masyarakat. Mendapat tempat di hati dengan tebaran jejaknya di banyak tempat. Religi berpadu budaya di tengah realitas kehidupan keseharian. Coretan ringan perekat ingatan kunjungan ke klenteng Sam Poo Kong di akhir 2019. Mengulik foto mempersiapkan diri menemani buibu yang akan berkunjung beberapa hari ke depan.
bersapedahan said:
sam po koong … dari dulu pengen kesini tapi belum pernah kesampaian.
saya suka dengan bentuk arsitektur dan warna merah menyalanya
rynari said:
Salah satu ikon Kota Semarang. Mangga diantosan di SPK merah manyala