Sulur Gelung Vertikal di Candi Kalasan
Masa kecil kami, bepergian ke Yogyakarta selalu menyenangkan. Menjelang Prambanan dari arah Surakarta, Bapak Ibu selalu membangunkan kami dan menjelaskan sejarah maupun dongeng Candi Prambanan di sebelah kanan. Disambung dengan menoleh ke kiri, “nah meski candi ini lebih kecil tak kalah menarik dengan Prambanan menjulang, namanya Candi Kalasan” Siklus berulang, kami membawa para jagoan kecil ke candi Prambanan pun kegiatan darmawisata SD mereka. Lah mengapa kami alpa menjenguk Candi Kalasan ya?
Jelang akhir 2016 saat bertugas ke Yogyakarta, saya mohon izin singgah sejenak di Candi Kalasan. Tubuh candi yang dulu nampak jelas dari jalan raya kini agak terlindung dari bangunan di tepi jalan. Lokasi tepatnya di Dusun Kalibening, Desa Tirtamartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, DIY. Bersyukur para sahabat kebun belum pernah singgah di sini sehingga memberikan kebahagiaan bersama.
Kunjungan di pagi hari biasa di awal libur sekolah, lapangan parkir masih terasa longgar. Mengamati Candi Kalasan dari sisi Utara terlihat berbeda dengan tampilan foto para sahabat. Ooh tumbangnya pohon besar yang biasanya menjadi bingkai foto adalah pembedanya. Melongok sejenak dari sudut luar arah Barat Laut, bangunan Candi Kalasan berlatar plang cagar budaya terlihat gagah.
Masuk yook… Dari sudut luar sisi Timur Laut terlihat bangunan megah dengan beberapa bagian ceruk tubuh candi yang kosong. Eits jangan nyelonong saja, mari singgah sejenak dan menikmati informasi singkat di papan pengumuman ini. Candi Kalasan pada dasarnya adalah Kuil bagi Dewi Tara yang bergelar Tarabhawana. Merupakan candi Budha dengan penanda stupa di tingkap puncak bangunan.
Sisi Timur adalah pintu utama bangunan candi. Mari kita hargai peringatan untuk tidak memanjat bebatuan candi yang sedang ditata ulang ini. Bergeser ke sisi Utara maupun Barat menikmati aneka relief yang terpahat dengan halus, pintu candi yang dipalang larangan masuk ataupun beberapa ceruk yang belum terisi.
Nah ini dia dari sisi Selatan, bangunan candi dapat dinikmati secara lebih utuh. Sambil berteduh di bawah pohon terlihat stupa di sudut tingkap Tenggara yang kosong. Berjajar bebatuan bagian dari Candi yang belum tertata disiapkan di sisi Selatan maupun Timur candi.
Salah satu keunikan Candi Kalasan ada pada seni hias dengan ciri khas pola hias sulur gelung yang ditempatkan secara vertikal pada tubuh candi sehingga memberikan siluet ramping tinggi pada bangunan candi. Cantik sekali sulur gelung ini menjulang di badan candi, melihatnya dengan mendongakkan dagu, betapa ketelatenan pemahat nenek moyang mengerjakannya sebagai wujud penghargaan bagi Dewi Tara.
Kekhasan lain dari Candi Kalasan adalah relief yang dipahat secara halus pada tubuh candi dan diperkuat dengan lapisan bajralepa semacam semen pelapis yang menurut hasil analisis laboratorium komposisinya berupa pasir kwarsa (30%), kalsit (40%), kalkopirit (25%) dan liat (5%). Melacaknya, kwarsa kaya dengan silikat (Si), kalsit adalah kalsium karbonat. Kalkopirit mineral besi sulfida tembaga dan liat adalah mineral sekunder. Luar biasa meski nenek moyang kita mengenal sifat cementing agent dari perpaduan bahan tersebut. Semen yang dihasilkan oleh pabrik pada dasarnya adalah ramuan dari batuan gamping alias kalsit dengan liat silikat.
Begitu banyak bagian candi yang ditata rapi di sebelah Timur diantaranya si cantik Padma bunga teratai bunga suci dalam aneka upacara religi. Bentukan semacam talang air hujan dengan pahatan cantik detail. Tugas anak bangsa generasi kini dan nanti syukur bisa merakitnya kembali, menjaga dan menyesap sari pembelajaran warisan adiluhung para leluhur negeri. Demikian sajian sejenak mampir di Candi Kalasan.
mechtadeera said:
Waah..kok kula nggih klewatan dereng nate teng Candi Kalasan niki.. Kapan2 mampir aah.. 🙂
rynari said:
Wah saya tidak ngijeni ya beberapa sahabat terlewat menikmati candi Kalasan di tepi jalan utama ini.
Bibi Titi Teliti said:
Aku pernah ke candi Kalasan tapi sudah lama sekali waktu masih jaman sekolah nih bu…
Ingin rasanya main2 lagi ke Jogja bareng Kayla & Fathir dan berkunjung ke candi ini deh bu :))
rynari said:
Aloo Teh Erry….moga lain kali Kayla dan Fathir mengikuti jejak bundanya menengok Candi Kalasan yaak
@eviindrawanto said:
masyarakat Jawa kuno itu memahat sambil beribadah ya, Mbak Prih. mereka tak sekedar mengerjakan pekerjaan seni tapi juga sedang berhubungan dengan yang Atas. Makanya dengan sekali pandang saja Aura sakralnya sudah terasa
rynari said:
khas Uni Evi, apresiasi atas karya leluhur. Beribadah melalui karya, kiranya ‘nilai tersebut’ juga menitis buat kita semua keturunan beliau. Salam karya
chris13jkt said:
Sekian lama tinggal di Yogya aku cuma lewat dan belum pernah mampir ke Kalasan ini, Bu. Terakhir ke daerah sana, akhir tahun lalu, pengen mampir eh koq ya hujan deres banget 😦
rynari said:
Ternyata senada ya kita. Biasanya yg dekat dg kita terasa biasa shg bisa ditunda lain waktu. Setelah jauh makin terasa eksotiknya suguhan alam budaya seputaran kita. Salam