Pesona Simfoni Alam
Simfoni menurut KBI online berarti musik yg ditulis untuk orkes lengkap (biasanya terdiri atas empat bagian). Beberapa hari ini pagelaran simfoni alam sungguh mempesona, merdunya suara serangga yang berasal dari perpaduan suara jangkrik, tonggeret dan gangsir membelai pendengaran.
Menurut pranata mangsa (bahasa Jawa pranåtåmångså, berarti “ketentuan musim”) versi Kasunanan yang berlaku untuk wilayah di antara Gunung Merapi dan Gunung Lawu, saat ini berada di musim kasanga (ke 9) atau Jita, mangsa rendheng – pangarep-arep, dengan rentang waktu 1-25 Maret atau juga disebut mangsa mareng menuju peralihan ke musim kemarau. Sebagai candra penciri adalah wedharing wacånå mulyå (“munculnya suara-suara mulia” yaitu beberapa hewan mulai bersuara untuk memikat lawan jenis). Tanda-tanda alam sebagai tuntunan bagi petani adalah padi berbunga; jangkrik mulai muncul; tonggeret dan gangsir mulai bersuara, banjir sisa masih mungkin muncul, bunga glagah berguguran.
Pranatamangsa merupakan kekayaan kearifan lokal, membaca dan memaknai tanda-tanda alam dan menjadikannya sebagai ketentuan/tuntunan/pedoman aktivitas yang bergantung pada kondisi alam seperti kegiatan bertani secara alami. Ketentuan tersebut bersifat lokal/regional dan temporal karena sangat dipengaruhi oleh kosmografi dan klimatologi setempat. Hampir setiap daerah memiliki semacam pranatamangsa ini, Bali yang kental dengan budaya dan pertanian memiliki Kerta Masa, etnik Jerman mengenal Bauernkalendar atau “penanggalan untuk petani”, Jepang menurut EM sensei juga menganut tanda-tanda alam untuk aktivitasnya. Perubahan iklim global yang dipacu oleh pemanasan global juga ‘mengacaukan’ pertanda alam sehingga untuk ketepatannya pranata mangsapun perlu di’set’ ulang dengan perubahan-perubahannya.
Nah kembali kepada pesona simfoni alam, bagaimana dengan orkestra serangga di tempat sahabat, tetap terdengar merdukah? Selamat menikmatinya.
Ping-balik: Garengpung Tak Ingkar Janji | RyNaRi
Ping-balik: Hijau Arga Garbawasa-ku | RyNaRi
Ping-balik: Pesona Garengpung | RyNaRi
Ping-balik: Antara Gareng dan Garengpung (Belajar dari Pengetahuan dan Kearifan Lokal) | Berguru pada Alam
aahh…selalu meyenangkan membaca postingan bu Prih yg semacam ini 🙂
di rumahku sedang banyak semut bersayap bu 😦
——–
aahh…selalu menyenangkan membaca komentar neng Orin yg semacam ini (hehe)
aduh semut jangan ganggu neng Orin ya. Salam
Ternyata pranata mangsa kena dampak pemanasan global juga ya. Cuma kalo pranata mangsa di-set, apa nantinya tetap merupakan pranata mangsa lagi ya? Karena hasil set-nya, bisa-bisa bernuansa modern atau bahka modern. Gimana ya…
——-
Betul pak, dampak pemanasan global pada data agrometeorologi. Settingnya tidak frontal namun bersifat adjustment, sebagai contoh adalah penyusunan pranata mangsa berbasis data agrometeorologi seperti dalam link ini. Salam
Di sini udah jarang terdengar suara alam seperti itu, bu Prih. Kadang masih terdengar, tapi jarang. Di pagi hari pun agak jarang terdengar suara burung, eh apa saya nya yang kurang peka gara-gara kalo sejak subuh udah langsung aja bersibuk ria di dapur ya? 😀
———–
Kesibukan jeng Lis di dapur sejak subuh juga hadirkan simfoni indah dalam keluarga… Meski jarang suara satwa mampu hadirkan semarak pagi, salam
Kalau di desa saya, tanda musim kemarau ditandai dengan bunyi “oreng2. Serangga hitam, mirip tonggeret (ditempat saya dinamakan cenggeret) tapi ukurannya lebih besar dan bunyinya keras terkesan kasar nggak ada nadanya. Kalau sore barulah bunyi “cenggeret”, serangga warna hijau yg kalau bunyi pasti sambil “melorot mundur”. Nggak tau juga knapa cenggeret itu kalau pas bunyi kok sambil jalan mundur sedikit demi sedikit.
Simfoni yg nggak bakal terdengar dikota…
———–
Trimakasih sekali pak Mars tambahan keanekaragaman simfoni alamnya plus perilaku ‘melorot mundur’nya, Salam
mbak, kalau di sini skrg kalau fajar saat kubuka jendela maka yg terdengar ribuan burung saling berkicau, aneka kicauan bersatu padu memanjakan telingaku, aku suka terharu mendengarnya mbak, jadi sayang kalau nggak bangun pagi, menjelang senja juga ada yg masih berkicau tapi tidak sebanyak saat fajar 🙂
————-
Indah di mata dan merdu di telinga pastinya, ingat pesan nenek: bangun pagi yook jangan keduluan matahari, rugi tidak menikmati ribuan burung. Sudah mulai masuk musim semi ya jeng, salam
Bagus juga, kalau kearifan lokal ini di inventarisir, kemudian, mana yang masih bisa digunakan, dan mana yang sudah tidak cocok lagi.
Dan apa yg menyebabkan menjadi tidak cocok tersebut.
Lumayan buat bahan skripsi nih … 😀
——-
Setuju mas, cukup banyak kearifan lokal yang dikontekstualisasi ulang. Lho nyetock topik tuk mhsw bimbingannya nih.