Matur Suksma….
Salah satu quote kesukaan pejalan adalah it’s not about the destination but the journey. Sungguh menarik bahasan tentang perjalanan diantaranya interaksi antara pengunjung dengan yang dikunjungi. Dinamika interaksi memungkinkan pengunjung menyerap nilai-nilai yang hidup di tempat kunjungan, namun tidak jarang sikap pengunjung juga mempengaruhi pola perilaku masyarakat setempat baik kebiasaan positif maupun negatif.
Pesona wisata Pulau Dewata tidak hanya bertumpu pada keindahan alamnya saja namun juga nilai luhur yang terangkum dalam Tri Hita Karana. Keserasian hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta (Parahyangan) yang mewujud nyata melalui harmoni dalam tatanan sosial (Pawongan) dan kecintaan terhadap ketatawian alam (Palemahan).
Mengunjungi desa adat Penglipuran di desa Kubu, Kabupaten Bangli, menghadirkan decak kagum betapa bersih tempat ini. Dugaan awal ah tentunya bersih kan sering dikunjungi, mari tengok pelataran rumah sejenak, dan kita akan terperanjat karena kebersihan ini merata. Kebersihan bukan hanya masalah wacana namun telah menjadi nilai perilaku. Teguran nurani luar biasa bila ada pengunjung membuang sampah tidak pada tempatnya. Masyarakat Bali sangat santun, menghargai belum semua pengunjung menempatkan masalah sampah pada tataran kepribadian, tanda pengingat maupun tempat sampah yang cantik berseni ditempatkan pada tempat yang strategis. Matur suksma tuk keteladanan ini.
Begitupun saat berkunjung ke Pura Uluwatu, ketika flamboyan sedang merah meruah dan secara tak henti meluruhkan berkah merah ke bumi. Penasaran kenapa karpet helaian mahkota merah tak menebar rata di jalan masuk yang teduh oleh tudung merah? Oooh ternyata secara berkala saat jeda aliran pengunjung para petugas dengan sigap menyapunya, dan matapun jelalatan kemana serakan merah dipinggirkan? Dan menemukannya di kebun pinggir jalan, indah sekali guguran merah flamboyan tertata rapi siap berbakti pada bumi pertiwi melalui peleburan diri terdekomposisis berdaur ulang berbagi sari menjadi partikel dan hara bagi tumbuhan.
Keindahan Pura Rambut Siwi di Jembrana yang berhalamankan hamparan sawah dan bersandar pada tebing curam pinggir karang pantai semakin cemerlang oleh kegiatan bebersih menjelang piodalan pura. Penempatan kotak sampah bahkan bak besar berwarna hijau berpenanda LHKP menguatkan nilai kebersihan diri. Agak tertegun pada bagian pinggir tebing terselip beberapa lembar sampah bukan produk setempat (dedaunan) melainkan plastik dan tissue. Kealpaan pengunjung berpotensi melunturkan nilai diri sebagian kecil petugas, ah tidak apa kan bila dikumpulkan dan langsung dibuang ke pinggir tebing. Sungguh ..ampuran titiang (mohon maaf), virus pengunjung tertinggal semoga tidak menulari penduduk setempat yang sesungguhnya sangat menjunjung tinggi alam terlebih di lingkungan ibadah.
Hingar bingar Pantai Kuta pastinya berdampingan dengan permasalahan sampah. Matur suksma mbok…bli.. yang telah berupaya menempatkan sampah, membuang sampah pada tempatnya dan mengumpulkan serta mengambil sampah pada waktunya.
Saat menikmati sendratari di amphitheater GWK sungguh kagum dengan kesigapan petugas yang langsung bergerak cepat begitu pertunjukan usai. Matur suksma mbok… Kekaguman akan semakin membuncah bila setiap kita pengunjung membawa sendiri sampah kita dan membuangnya di tempat yang disediakan. Agak ironis menikmati budaya luhur sendra tari seraya lupa meninggalkan sampah di tempat duduk.
Sungguh postingan ini tidak bermaksud untuk melukai perasaan siapapun, lebih pada pengingat diri bahwa interaksi kebiasaan dalam journey berpotensi mengasah nilai berperilaku baik secara positif maupun negatif. Matur suksma….Salam
kampungnya bersih ya mbak, Salut buat masyarakatnya 🙂
___
Gaya hidup bersih menjadi keseharian masyarakatnya Jeng, wisata budaya yang menarik.
iya ya mbak… kenapa sih orang Indonesia tidak bisa mengelola sampahnya sendiri. Kalau di sini tuh ngga ada yang meninggalkan sampah sama sekali, kalau perlu bawa pulang ke rumah loh.
___
Pembentukan perilaku bersih yang berawal dalam keluarga dan di dukung lingkungan ya mbak. Semoga kami semua meneladani pola cinta buang sampah pada tempatnya. Salam
Mudah-mudahan pengaruh buruk pengunjung tidak menular, bahkan sebaliknya pengaruh baik dan resik dari masyarakat Bali bisa menular ke tiap pengunjung
___
Begitu pula harapan bersama, meniru kebaikan dari budaya masyarakat yang kita kunjungi. Salam
budaya yang luhur membuat jiwa lingkungan lebih terasa ya ibu…
kl dibandingkan dg jakarta, waduuuh tutup muka saya bu…
___
Terkagum sekaligus belajar dari budaya masyarakat P Dewata nih Jeng, saya yakin nilai tersebut juga ada, mari wujudkan bersama. salam
Suka banget dengan suasana kampung yang bersih itu Mbak Prih…
Mbak Prih sering travelling juga ternyata yaa…meri akuh hahaha
___
Purworejo bagi saya cekli resik loh Jeng pun aksesbilitasnya tinggi, mana ada DAMRI di Salatiga hehe…
Mboteeen Jeng, perginya sewindu sekali, ditulisnya berkali-kali.
tempatnya bersih sekali ya bu … perlu ditiru daerah lainnya … 😀
___
Sungguh kagum Mas, seandainya kami menirunya melalui pola asuh keluarga, pastinya lingkungan jadi resik. salam
aduh Bu, kapan Bandung bisa sebersih itu ya … *miris ngeliat Bandung dengan tumpukan sampah di mana2 …
___
Semoga kita semua semakin cinta bersih ya Teteh…
Kagum sama petugas2nya yang sigap. Beruntung mempunyai petugas yang disiplin, siap dan sigap seprti itu ya, Bu.
Menambah suasana ASRI. . . 😉
___
Petugas yang berdedikasi
apalagi ditambah kebiasaan pengunjung yang cinta lingkungan pastinya essip ya mbak. salam