ATjG: Mengering sudah …..
Salah satu pepatah mutiara Ranah Minang yang sangat saya suka adalah ‘Alam Takambang Jadikan Guru’ (ATJG) yang ternyata secara tidak langsung menyatu dalam blog satunya ‘Berguru pada Alam’. Menuruni lambah Ngarai Sianok bersama emak bundo, kamipun diajak ke Taruko Café pintu masuk ke Bukit Takuruang. Berikut kutipan dari Wikipedia
Bukit Takuruang, juga disebut dengan Tebing Takuruang, adalah sebuah bukit yang terdapat di Ngarai Sianok, kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Bukit ini terletak di tengah hamparan sawah sehingga dinamakan Bukit Takuruang, dimana bila diterjemahkan dari bahasa Minang ke dalam bahasa Indonesia maka berarti “bukit terkurung”. Di sekitar bukit ini juga terdapat aliran sungai yang tidak begitu deras. Bukit ini kini telah menjadi salah satu daya tarik wisata terkenal di Sumatera Barat, khusunya di kota Bukittinggi.
Menyeberangi Taruko Café dengan konsep unik berbasis sawah, kami tiba di hamparan bebas, bekas aliran air dengan hamparan pasir dan tonjolan batuan disana-sini. Merasakan nada gelisah dari langkah emak bundo, apakah gerangan yang beliau cari? Ternyata beliau merasa kehilangan bebatuan besar dan aliran air yang biasanya menderas dihadapan, kemudian semak merimbun tak tertembus baru ke aliran air yang lebih deras di sebelah dalam seperti cerita beliau sebuah petang di kampung lambah.
Ada nada resah saat beliau bercerita dulu aliran ini jernih, setengah betis dan cukup deras dan tetap seperti itu saat mengantar kak Monda. Memang aliran menjadi lebih keruh saat kunjungan berikutnya mengantar keluarga inyiak Vizon.
Dan kini …. area aliran itu mengering, area semak merimbun kosong digantikan batang melintang dan agak di kejauhan aliran deras pekat membawa butir tanah. Memang beberapa waktu sebelumnya terjadi longsor (galodo) di daerah atas. Mungkinkah terjadi perubahan tata guna lahan di daerah hulu? Semoga instansi yang memiliki tupoksi konservasi alam bergandengan tangan dengan semua jajaran yang memiliki kepedulian dan kerjasama dengan masyarakat termasuk penikmat keindahan Bukit Takuruang bersatu hati memelihara keindahan alam anugerah tak terperi ini.
Terlepas dari mengeringnya aliran sungai, kegagahan Bukit Takuruang ini menunjukkan kekerasan batuan, ketahanan terhadap kikisan air sehingga tetap tegak berdiri dan menjadi daya pikat tersendiri bagi wisata Ngarai Sianok.
Wah.. sudah seperti itu jadinya sekarang..?
Duh, benar-benar memprihatinkan ya Bu.. 😦
____
Berharap itu sementara ya Uda, alam membentuk keseimbangan baru, titah belajar dari alam. Salam
Mbak Prih…foto2nya sungguh indah.
Alam selalu membuat keseimbangan…kadang terasa merusak, namun sebetulnya membuat keseimbangan baru.
____
Terima kasih bu En, pola pikir ‘wening mengenap’ ibu tentang keseimbangan sungguh menyejukkan. Hukum keseimbangan alam sedang mewujud membentuk keindahan baru di lembah ngarai. Salam
Kebayang sih bagaimana indahnya kala air masih mengalir deras di situ. Mudah-mudahan sih bisa segera kembali aliran airnya ya Bu.
___
Mengamini harapan Pak Krish, semoga keseimbangan alam merawat sumber air di daerah hulu, menjadi air kehidupan bagi sawah subur di lambah. Salam
Ping-balik: ATjG: Pesona Kota Dahlia | RyNaRi
aduuh.. sayang sekali ya Bu… sungai indahnya hampir punah…semoga tak benar2 terjadi.. 😦
Foto bukit Takuruangnya cantik, Ibu… kapan2 badhe tindak ke sana lagi..ngajak kula nggih bu.. hehe…
___
Semoga tidak Jeng, aliran berpindah ke arah dalam, dengan konservasi lahan semoga aliran tak pernah kering
Mangga jeng bersama diagendakan jalan bareng, minimal tindak Salatiga dulu sebagai pemanasan hehe
Sungainya mengering, namun pohon-pohon sekelilingnya masih tumbuh subur, semoga tetap menghijau pepohonannya :).
___
Aliran air berpindah tempat Jeng Nella. Tanah leluhur Jeng Nella di Sumut juga luar biasa cantiknya. salam