Pandai Sikek nan Molek
Lanjutan cerita lama…… Puas menikmati biru Singgalang di Rumah Puisi dan Taman Budaya, kami melanjutkan perjalanan ke Bukittinggi. Mari singgah sejenak di Pandai Sikek yang berada tepat sebelum memasuki kota dengan penanda yang cukup jelas, mengambil jalan ke kiri beberapa menit saja dari jalan utama. Tujuan utama adalah Rumah Tenun Pusako.
Keramahan ibu sepuh menyambut tetamu luar biasa, beliau menjelaskan sejarah tenun dengan nada hormat sekaligus bangga akan warisan leluhur, aneka motif tenun dan artinya serta cara menyimpan kain yang tidak boleh dilipat namun dengan cara digulung. Mengetahui kami yang mengaku sedikit peduli budaya tenun namun tetap tidak kuasa membawa pulang kain songket indah dengan harga sepadan dengan harga karya seni yang agung, minimal 4 juta pun beliau tersenyum maklum.
Aneka almari hias kuno, detail ukiran menarik di seluruh bagian ruang pajang menjadi bagian dari daya pikat Rumah Tenun Pusako. Perpaduan rumah gadang, hamparan rumput dan teratai di kolam menyusun lansekap khas, mengikat kesan Pandai Sikek nan molek.
Cakep benar pemandangan dan rumah-rumah adatnya
Jadi pengin ke Bukittinggi nih
Terima kasih reportasenya Jeng
Salam hangat dari Surabaya
___
Alam budaya Bukittinggi yang menawan Pak Lik
Mangga, ditunggu Uni Bening Aur kuning
Salam hangat dari Salatiga
Pandai Sikek…baru aja mengenal kata ini beberapa hari yg lalu di artikel kompas.com yg membahas gadis yang menjaidi model pandai sikek di uang limaribuan…..*dasar pengetahuan yang rendah banget padahal masih ada darah minang di darah ini*
____
Langsung cari dan amati lembar lima ribuan…(lah saya lebih kurang perhatian nih Pak Necky)
Senada koq Pak, saya juga sangat sering lalai memperhatikan keunikan dan keluhuran budaya di sekitar kita.
Salam
Cantik rumahnyo, elok kainnyo, pusing lihat harganyo 😛
__
Ehem menyuarakan hati mbakyunya, sementara mengagumi melalui pandangan dan rabaan tenun songketnya…
ranca bana memang pantaslah mahal karna membuatnya pun butuh ketekunan , masih tradisionil,tangan tangan tlaten memilin benang benang untuk membuat kain tenun itu ..
rumah gadangnyapun cantik ya….
___
Telaten…indah…klasik…sepadan dengan harganya
Kalau saya baru menikmati dan mengagumi melalui pandangan mata, rabaan atas kain dan mendengar paparan penenunnya saja ….
kain tradioanal emang mahal-mahal ya mbak. pengen tapi inget angkanya jadi kedip-kedip nih sinyal dompetnya 🙂
____
Menikmati dengan cara melihat, mengelus dan mendengar cerita dari penenunnya aja Jeng Ika….
tiap kali pergi ke sumbar.. padang, bukit tinggi, agam .. bawaannya kuliner terus, bu.. *hihi, jadi malu* tenun begini belum sempat dilirik
____
Kuliner juga bagian dari kekaguman atas budaya setempat koq Jeng, mari melirik tenun dan lurik…