Tag
Borobudur Nirwana Sunrise, Bukit Menoreh, gereja ayam Borobudur, Griya Merpati di Bukit Rhema, Pesona Saujana Sunrise, Punthuk Setumbu
Griya Merpati di Bukit Rhema bagian Pesona Saujana Sunrise
Perlu waktu untuk mewujudkan keinginan…. Satu setengah tahun yang lalu saat menikmati pemandangan di Punthuk Setumbu si Borobudur Nirwana Sunrise, mengikuti pandang ke Timur Laut mata tertambat dengan kubah bangunan yang oleh penduduk setempat disebut gereja jago ndheprok, hati mencatat…misteri yang harus disibak di lain waktu. Wira-wiri ke Punthuk Setumbu belum juga mengunjunginya. Senyampang menengok teruna kebun yang bertugas inspeksi lahan untuk sertifikasi organik, meniatkan diri melongoknya.
Mengikuti sepeda motor warga Punthuk Setumbu sebagai pemandu, mobil kami melaju menuju bukit Rhema, tak sampai 10 menit sampailah kami di areal parkir. Untuk sahabat pelancong dan pemblusuk tak perlu khawatir tersesat dengan maraknya tanda arah ke lokasi wisata ini. Pesona Saujana Sunrise, begitu label yang dijanjikan pada bukit Rhema, di dusun Gombong, desa Kembanglimus, Kecamatan Borobudur, Magelang. Melacak kata ‘saujana’ dari kamus didapat: [n] — mata (memandang) sejauh mata memandang; sepemandangan mata jauhnya. Ooh tak sabar menanti bukti, daerah terbuka sehingga bebas pandang ke segala arah.
Yup petualangan dimulai, hati bersorak menurut penanda hanya 150m dari tempat parkir. Riang sedikit mendaki, tetiba penunjuk arah ke kanan membuat terperanjat [meski Mas Arievrahman sudah memperingatkan], alamak…… hampir tegak, tanjakan penderitaan demikian sebutan teruna kebun. Ayo Ibu…semangat, hanya seratusan meter dan pemandangan elok menanti, demikian sesorak mereka mengiringi. Menapaki jalan semenan tanjakan tanpa jeda dengan lutut gemetaran dan keringat menderas dari tubuh menua hehe…
Tanpa aba-aba bangunan berbentuk kepala unggas terpampang di hadapan. Sambil menenangkan debur jantung dan nafas yang ngos-ngosan terlihat bangunan raksasa tunggal laksana unggas sedang mengeram. Pandangan bebas ke segala arah, ke kiri olala cantik nan gagah perbukitan Menoreh berbalut hutan jati. Hijauanya pandang sekitar memanjakan mata.
[Dari aneka sumber bacaan, bangunan ini adalah rumah doa yang diprakarsai oleh Bapak Ev Daniel Alamsyah yang menikah dengan warga Desa Kembanglimus. Bangunan berwujud dasar burung merpati, berbadan panjang, ekornya membuka elok, leher jenjang menahan kepala bermahkota. Sederet alasan panjang mengapa pembangunan gedung megah ini terhenti lama dari alasan moneter hingga belum mufakatnya penerimaan oleh warga sekitar.]
Saatnya melangkah masuk… “Kulanuwun”…”Mangga, saya Pak Yono yang bertugas di gedung ini” Aula memanjang dengan sumber pencahayaan dari sebagian atap yang semula terbuka dan kini berbahan masif tembus cahaya. Deretan jendela di sepanjang sisi kiri maupun kanan, ventilasi longgar di bagian ekor. [jendelapun menjadi bingkai cantik mengintip alam sekitar] Saat ini pembangunan dilanjutkan dengan penyelesaian pemasangan tegel/keramik aula.
Sedangkan di bagian kepala terdapat tangga kayu mendaki ke arah puncak, di bagian mahkota (crown). Sudah pasti saya menyerah tidak menjajal tangga terjal tersebut. Beberapa teman dan teruna kebun yang naik bercerita, pemandangan lepas cantik, bangunan Candi Borobudur terlihat lebih besar. Ini pula yang menjadi daya pikat Saujana sunrise, menikmati terbitnya sang surya dengan aneka posisi dari sela Merapi Merbabu berlatar depan siluet Borobudur yang menurut cerita lebih besar dibanding tempat sekitar.
Sewaktu saya tanya ruang dasar alias bawah tanah dari sisi Menoreh, Pak Yono mengantar kami ke sisi kiri bawah. Terlihat bangunan baru calon kantor dari bagian yang semula berupa selasar menghadap ke kehijauan perbukitan. Kami memasuki deretan ruang meditasi dengan pencahayaan terbatas mengandalkan jendela massif berrelief.
Secara umum terasa aura besar agungnya gedung bila semua terbangun sempurna. Mangkraknya gedung selama dan aneka tujuan dan kadar kesadaran pengunjung dengan dampak kesan negatif melalui perilaku, ceceran sampah maupun aneka coretan bagian vandalisme, menjadikan gedung ini harus berbenah keras memulihkan citra awalnya. Penampilan kini berbeda dari kesan berlumut hasil jepretan apik Mbak Putri yang berhasil mengobarkan semangat saya mendaki tanjakan Rhema.
Pak Yono bercerita rancu biasnya sebutan gedung ini, rumah doa segala bangsa Bukit Merpati (web resmi) yang sedianya juga dirancang untuk panti rehab, ada yang menyebut gereja ayam yang misterius, gereja manuk-manukan (burung), gereja jago ndheprok. Baik Pak Yono, saya punya sebutan pribadi Griya Merpati ya… Saat pamit, beliau mengatakan kalau lain kali hadir bersama Pak Daniel bisa nunut mobil beliau hingga ke halaman bangunan loh. [teruna kebun berebut ngomporin ayook Ibu menginap di Punthuk Setumbu saja, nanti mendampingi kami wawancara dengan Pak Daniel karena beliau juga peserta program sertifikasi lahan organik dan esok menikmati sunrise, lain kali ya nak…]
Saat turun, saatnya uji kekuatan lutut, turunan yang curam menuntut pakemnya rem kaki dan kuatnya tumpuan lutut menahan beban tubuh. Godaan deretan segarnya es degan/kelapa muda di sekitar areal parkir, untuk sementara belum kami coba karena panggilan kerja menanti.
Berminat menikmati Griya Merpati di Bukit Rhema bagian Pesona Saujana Sunrise, tak perlu ditunda terlalu lama…..
chris13jkt said:
Menarik sekali, Bu. Itu terbuka untuk umum dan jam berapapun bisa masuk ke sana? Terus terang aku tertarik untuk mencoba menikmati sunrise dari situ
___
Betul Pak terbuka untuk umum, sesekali menikmati ngerise dari perbukitan seputar Borobudur Pak bisa dikontras dengan langsung dari Borobudurnya. Salam
Ping-balik: Puncak Cemuris alias Purwosari Sunrise | RyNaRi
Dunia Ely said:
Beberapa waktu lalu aku baca tentang griya merpati ini di koran online Jerman sini mbak, mereka mengutipnya dari Blogger di tanah air.
___
Ooh warta griya merpati terbang ke negeri dongeng Jeng Elly ya. Salam
Evi said:
Semoga dibenahi lagi ya Mbak Prih. Terlalu sayang kalau runtuh dan lapuk begitu saja. Ini kan bagian sejarah bangsa juga 🙂
____
Khas Uni Evi selalu menguarkan semangat menghargai karya sesama sebagai bagian sejarah kemanusiaan
Febriyan Lukito said:
Keren mbak itu… unik banget bentuknya.
___
Betul Ryan, upaya mewujudnyatakan merpati di puncak bukit
monda said:
berhasil mengalahkan tanjakan penderitaan .. horeee..
kebayang sulitnya para pekerja menaikkan bahan bangunan ke puncaknya…, syukur sudah kelihatan bentuk ayamnya…
mudah2an sebentar lagi slesai…
ini proyek pribadikah mbak…? cukup besar pasti biayanya
___
Hore…mbak dengan bonus pegal betis, hehe
Itu juga yang saya bayangkan mbak, perjuangan berat saat pembangunan griya Merpati ini
Prakarsa pribadi yang mendapat dukungan dari aneka pihak mbak, semoga pengelolaan tepat dan bermanfaat bagi sesama.
Salam
Sekar said:
Itu di magelang, Bu? kirain di wilayah Sumatera. Semoga kapan-kapan bisa ke sana
___
Iya Mbak Sekar, di dekat Borobudur, Magelang. menarik untuk dikunjungi koq. Salam
Alris said:
Antik juga ada rumah doa ditempat ketinggian. Habis berdoa menikmati anugrah Sang Pencipta berupa saujana nan menawan itu.
Jadi ini ya bukit Menoreh yang ada dalam cerita silat yang legendaris itu, 🙂
____
Iyo Uda, mendapat ketenangan lair batin ya, mata hati dan mata wadag dipuaskan dengan saujana nan indah.
Cersil…Api di Bukit Menoreh….yang melegenda.
Salam
arievrahman said:
Wah udah mulai direnovin yaaa sekarang 😀
____
Iya Mas, tahap perampungan aula dan kantor di lantai bawah.
Terima kasih ya berbekal postingan Mas Ariev, semangat mendaki tanjakan bukit Rhema