Tag
cagar budaya stasiun Bringin, Mampir di Stasiun Bringin, reaktivasi jalur KA Tuntang-Kedungjati, Stasiun Kedungjati
Mampir di Stasiun Bringin
Gema reaktivasi jalur kereta api Ambarawa Kedungjati, Semarang mendenyutkan nadi dolan. Saat menuju Stasiun Kedungjati cerita Juli 2016, saya mampir sejenak di stasiun Bringin (BGN) stasiun nonaktif yang berada di wilayah Bringin. Berada di seberang pasar Kecamatan Bringin yang ramai, kawasan stasiun nampak berpagar seng. Terlihat jejak penataan kawasan setelah sekian lama kawasan ini untuk penggunaan lain.
Beberapa burung beterbangan dari bangunan lama stasiun maupun rumah dinas ka stasiun. Yup burung walet sangat suka bersusuh di bangunan kuna dengan atap tinggi. Memasuki kawasan stasiun menengok ke arah kanan terlihat bagian stasiun kedatangan kereta dari arah Toentang. Membayangkan peluit semboyan disusul suara jes..jes..si kuda besi.
Menatap bangunan utama stasiun dari arah depan, terbayang megahnya bangunan saat itu. Menuju bagian belakang ooh ini bagian emplasemen tempat naik turunnya penumpang. Tuas pengalih jalur yang berkarat tentunya menyimpan cerita sejarah perkeretaapian jalur Bedono-Karangjati pada zamannya. Penegasan kawasan cagar budaya Stasiun Kereta Api Bringin kiranya menjadi modal semangat pemeliharaan.
Memasuki bangunan yang tidak utuh lagi terlihat lengkung lorong lalu masuk ke bagian layanan umum. Jendela peron tempat pembelian tiket, mengiringi bayangan dinamika stasiun. Merasakan jejak vandalisme coret moret, ‘pengrusakan’ yang tentunya berbeda dengan kerusakan alami pada beberapa ornamen stasiun. Tidak tega mengabadikannya khawatir menjadi tanda ‘nggak apa menambah sedikit coretan dan kerusakan toh sudah ada yang mengawalinya’. Ada rasa ‘nglangut’ berada di dalam bangunan ini seraya berharap semoga reaktivasi yang sedang berlangsung berjalan lancar dan membenahi bangunan stasiun Bringin yang ditutup sejak 1976. Semoga penataannya tetap memelihara harmoni dengan masyarakat di sekitarnya.
Bergegas saya keluar dari bangunan ini dan ‘njenggirat’ saat tetiba menjumpai sahabat kebun yang mengatakan merasa perlu menjemput saya, kenapa cukup lama sendirian berada di bangunan tua. Yook melanjutkan perjalanan jes..jes..
saya yg sering lewat sini juga selalu nggumam ‘sayang…eman’ ngaten bude Prih… coba dibikin semacam ‘museum’ jaman lalu, sambil dipermak plus taman atau dolanan bocah mungkin bisa lebih baik dan menarik minat njih Bude, daripada mangkrak dan jadi sarang genderuwo kata Mbah Sutar hehehehe
NakOyen apa khabar? Peluk tuk bidadari dan pangeran kecil dulu ah….
Mbetul sekali ya..eman tenan…semoga revitalisasi jalur Tuntang Kedungjati segera terwujud nggih. Selamat berkarya.
Ibu berani bangat sich masuk ke dalam sendirian hikssss.. Kalau dari luar sich bangunan lama itu selalu menarik yach hanya kalau disuruh masuk aku takut hiksss..
Weleh kan di depan pasar nan ramai itupun di pagi hari.
Bangunan lama begini selalu menarik untuk dijelajahi meskipun kadang juga bikin merinding kalau dijelajahi sendirian. Bu Prih termasuk berani juga berlama-lama di situ sendiri.
Berharap bentuk asli bangunan ini nggak berubah kalaupun jalur ini direaktivasi dan stasionnya direnovasi
lah ramai di pagi hari Pak, persis di depan pasar kecamatan yang aktif.
Harapan yang sama Pak. melihat cara pengerjaan stasiun Ambarawa dan Kedungjati, rasanya harapan melestarikan arsitektura bangunan asli bakalan terwujud nih.
sayang ya bangunan bernilai historis dan megah ini kalau dibiarkan sampai rusak.
Mudah2-an jalur KA ambarawa – kedungjati bisa segera hidup kembali dan stasiun ini dimanfaatkan tanpa merusak nilai2 historisnya.
iya Kang dan kami yakin menaruh harap para sahabat perkeretaapian akan menjalankan amanah dengan semaksimal mungkin.
Identik dengan klenik dan suasana mistis yoo? 👻
nggak Mas, cuma bau apek dan suasana sumpek di gedung aja hehe
jadi gak sabar nunggu aktivasi jalur ambarawa – kedungjati 🙂
Jes..jes…Ambarawa-Kedungjati…penumpangnya kelg mas Isna dari Jambi…
hehehe, ayo numpak bareng2 bu prih 🙂
Siap Mas, ayo jes..jes..
gujes gujes ….
sungguh termangu mbak…
ternyata masih banyak stasiun kecil yang dinon-aktifkan….
pemerintah makin menyadari jalur kereta api masih punya peran sangat penting untuk transportasi, lebih baik terlamabt daripada tidak sama sekali ya,
dan itu tuas kok dibiarkan sendirian, kenapa tak menemani temannya sesama tuas di museum Ambarawa
Bagian dari sejarah transportasi ya mbak. Dengan sentuhan kekinian mendukung laju pembangunan.
Saudaraan dg tuas di museum Ambarawa juga di Lawang Sewu ya.
Kemarin saat di Ambarawa memang hasrat untuk menelusuri jalur mati dan menelaah bangunannya satu per satu demikian besar. Tapi mungkin kebodohan saya membuat tak ada satu pun bangunan stasiun (saya mencari Stasiun Jambu) dapat saya temukan. Syukurlah ada Mbak yang membahas sedikit di sini, jadi semacam pelipur lara, hehe. Terima kasih.
Itu relnya sekarang sudah tidak ada ya Mbak? Sudah jadi jalan tanah begitu. Dari bentuk bangunannya, stasiun ini sepertinya cukup besar (kendati bukan stasiun di kota besar), hehe. Tapi di zaman Belanda dulu okupasi stasiun ini sepertinya cukup baik. Ah, penasaran dengan peninggalan di sana, apa ada ciri-ciri khusus. Minta izin kepada siapa Mbak kalau sekiranya saya ingin menjelajah di sini?
Kalau yang mengulas Gara, pasti akan komplit dari aneka segi. Hayuuk ditunggu. Saat saya masuk ya hanya langsung saja tanpa petugas. Untuk mendapat penjelasan lebih, stasiun lebih besar terdekatnya di Ambarawa maupun Kedungjati. Juga stasiun Tuntang diantara keduanya. Salam
Terima kasih, Mbak! Mungkin nanti saya bisa mampir lagi ke stasiun ini, hehe.
Sama2 Gara. Suksma juga tuk perhatian pada jalur lama Bedono-Kedungjati. Oh iya rel besi hanya tersisa sekian ratus meter dari stasiun Tuntang, selebihnya tanpa bekas. Semoga suatu saat, Gara datang lagi mengulik jalur eksotik ini. Salam
Terima kasih untuk informasinya, Mbak.
Bangunannya sudah tua sekali ya, tapi masih kelihatan kokoh.
Seandainya di “rawat’ lagi, bagus tuh dijadikan museum
Yuup Jeng, kami menunggu giliran stasiun Bringin berbenah. Salam
Kalau lihat bangunan tua yang terlantar selalu ada kesan menakutkan, apa lagi dimalam hari. Sayang sekali jadi rusak tak terurus.
Syukurlah kini dalam tahap reaktivasi jalur ke Kedungjati sehingga rencana renovasi sdh dicanangkan. Salam hangat