Tag
antara dolan dan makan, es cream movenpick, ikan hering Volendam, Luini ponzerotti di Milan, Piza timbang di Trevi fountain, sosis frankfurter, toko kue Merzenich Cologne, waffle Belgia, Wienerschnitzel khas Innsbruck
Antara Makan dan Dolan
Wah judulnya tendensius nih…menyoal kesukaan emak kebun yang doyan makan dan suka dolan. Postingan ini untuk para sahabat yang sedang bersiap dolan ngulon dan punya sedikit rasa was-was bagaimana dengan makan di daerah kulon. Loh memangnya makan dan dolan punya hubungan erat? Iya lah bagaimana bisa menikmati dolan kalau ternyata sang pedolan tidak bisa menyantap makanan lokal. Mencari pecel, soto dan rendang di wilayah lain kan sulit, hehe… Apalagi yang memiliki kebiasaan sumber karbohidrat harus nasi. Kebetulan emak kebun tidak fanatik nasi tuk asupan karbohidrat, adanya kupat, lontong, lemang ya syukur (eh sama ya bahan dasarnya), maksudnya kentang suka, roti mau, mie pun pasta doyan, ubi pun jagung dicemil, pokoknya pemakan segala.
Pada saat kami dolan beberapa keluarga membawa rice cooker mini dengan aneka lauknya semisal abon-kering tempe teri-rendang dll, sehingga saat dolan beliau membawa tepak makan. Ada lagi yang berbekal cukup banyak mie instan. Buka kartu nih emak kebun menyelipkan 2 keping mie instan plus abon saja, lainnya diniatkan mencoba makanan lokal. Partner dolan mbakyu sahabat kebun dari awal menyatakan suka banget masakan Eropa tetap dengan pesan tapi sehari sekali diupayakan ketemu nasi ya…okeh kita lihat dan cari di lapangan dolan saja.
Yuup ini petualangan perut dan mulut selama dolan. Hari 1, kami sarapan di pesawat, SQ memanjakan penumpangnya dengan beberapa pilihan sarapan dan tentunya dengan taste Asia Tenggara yang mudah diterima lidah kita. Untuk cemilan dan makan siang, jelas gelato di Milan menggoda mata dan lidah, begitupun tuk makan siang kami terpikat dengan barisan panjang antrian Luini Panzerooti. Lumayan ada panduan menu asin dan manis, sehingga kami pesan sepotong piza dan sebongkah roti manis, biasa saat makan kami berdua sahabat kebun saling icip rasa. Lupakan sejenak pesan ayah bunda untuk makan dengan beradab duduk manis di kursi di hadapan meja, kami memilih dibungkus saja. Aha sudah intip dari tulisan blog lain kalau harga yang makan di tempat lebih mahal dari harga bungkus bawa lah untuk menutup sewa tempat dan tenaga kan ya. Kami memilih membawa bungkusan dan duduk di bangku taman terasa kan ya pikniknya…
Untuk makan malam di kawasan menara miring Pisa, saatnya memenuhi karbohidrat dari nasi, kami memilih chinese food menu nasi goreng dan sup panas. Kombinasi kan ya, makan siang ala Itali dan makan malam model Timur. Saat lapar di jam antara tak perlu kuatir aneka cemilan mulai dari ringan hingga agak berat bisa dicoba saat toilet stop di perjalanan antar kota.
Hari 2. Mulai dengan sarapan pagi di hotel, pilihan cukup beragam, biar tidak bosan pilih beberapa menu yang disukai saja, karena variasi antar hotel hampir sama sajiannya. Bagi emak kebun ini penyesuaian pola sarapan, keseharian sarapan cukup segelas kopi atau minuman hangat lainnya lah karena mau dolan yang mencurahkan tenaga, belajar sedikit ada asupan saat sarapan. Untuk makan siang di rest area perjalanan Pisa ke Roma, tersedia aneka pilihan dari sumber karbo, aneka salad hingga buah potong. Melihat sajian nasi, kami menjajal risoto dan salad tuna. Aha lidah kebun masih sulit menerima nasi dicampur adonan ala pasta, syukur saladnya jumbo dan enak (eh bukannya kosakata yang emak punya hanya enak dan sangat enak?).
Nah untuk makan malam kembali cicip lezatnya gelato dan piza yang ukurannya kita pilih sendiri dan harganya berdasarkan timbangan. Kalau berada di seputar trevi fountain Roma silakan dicoba aneka pilihannya. Kembali kami pesan 2 potong piza dengan varian beda ukuran kecil, kenyang banget sungguh.
Hari 3. Sarapan di hotel. Makan siang di perjalanan ke Venice. Kami memilih sumber karbo berupa pasta yang setiap individunya ada isi, embuh namanya, hanya ingat cerita teman yang wanti-wanti tuk coba jenis pasta isi ini. Pasangannya salad lembar daging tipis dengan bola keju. Wah mulai nih sahabat kebun kurang selera makan, iya ya butuh karbo nasi nih (hehe perjalanan juga bagian dari saling melengkapi antar sahabat). Makan malam di Venice, lupakan ajakan teman-teman yang menjajal makanan lokal nasi plus cumi hitam. Kami berempat (plus sepasang opa oma dari Jakarta) berburu Chinese food. Ketawa bareng saat pesanan tiba lah jebulnya senada dengan mie godog, nasi goreng dan soto ayam (chicken soup with vermiceili).
Hari 4. Sarapan di hotel. Makan siang sambil menikmati pesona Innsbruck menjajal makanan lokal yang cocok dilidah kami wienerschnitzel dan applestrudle.
Makan malam di Swiss, teman-teman mengajak makan ke luar. Beberapa sudah tidak kuat dan memilih menyantap bekal saja termasuk kami, jadilah tralala mie instan 1 kami seduh dibubuhi abon. Kami cinta produk tanah air…. Berdua, kami sepakat untuk sedikit memodifikasi pola makan, tidak kuat terlalu berat di perut kalau 3x sehari makan berat. Modifikasi kami sarapan cukup terutama buah, makan berat bisa saat makan siang atau malam lainnya bisa cemal-cemil makan lokal (eh padahal seringnya juga kalori tinggi).
Hari 5. Sarapan di hotel. Makan siang di Mt Titlis yang sedang hujan salju. Yook pesan es Movenpick, sahabat kebun sempat nyeletuk lah dingin-dingin…cobain sensasinya minum es yang katanya the art of Swiss ice cream di puncak Alpen saat hujan salju. Emak kebun sudah siaga termos kecil dengan minuman coklat hangat plus cemilan.
Usai menyusuri sungai Reuss di Luzern saatnya makan malam dengan menu nasi. Menyusuri jalanan berbatu kuna mendapatkan Asia Food, woo restoran penuh sampai ngantri, beruntung kami bisa gabung dengan teman serombongan yang sudah duduk lebih dahulu. Pesanan kami semacam mie bakso dan ca sawi polos, perut kenyang dan tertawa terbahak dengan tagihan diatas 40CHF alias 600K, tenang sudah diingatkan loh kalau harga di Swiss sangat mahal.
Hari 6. Standar, sarapan di hotel. Makan siang di daerah Jerman Selatan, black forest yang cantik serasa singgah di negeri dongeng. Menu yang dijajal tentunya kue black forest di habitatnya dengan pelengkapnya. Hm…rasa black forest yang ada di Salatiga nggak beda jauh koq (bisa dikemplang kokinya kan indera pengecap emak kebun payak hanya enak huenaak saja).
Untuk makan malam, TL pemandu wisata menggoda kami mengapa tak menjajal jadi Frankfurter, pesan semacam hot dog dengan sosis jumbonya dan duduk di taman di depan gereja zaman Luther King. Kita bisa pesan sosis daging sapi koq.
Hari 7. Kembali sarapan di hotel. Makan siang di Merzenich Cologne, nyum-nyum aneka kuenya menggugah selera pilih manis ataupun gurih dan kami menyantapnya di pelataran depan museum. Beberapa teman mengatakan eh enak-enak duduk di bangku depan Merzenich digusur, lah pakai tarif makan di tempat atau bungkus, kalau tarif bungkus yang lebih hemat panteslah digusur saat sedang duduk hehe. Sorenya beneran asyiik menikmati kebun tulip sehingga tidak sempat makan. Untuk makan malam, beberapa peserta mencari resto di sekitar hotel di Schipol, kami emak kebun dan sahabat cukup puas dengan cup mie instan kami yang ke2 alias terakhir.
Hari 8. Makan pagi di hotel, Belanda termasuk penikmat pisang, hm enaknya kembali makan pisang yang saat di rumah kita sebut buah biasa, harga pisang di Eropa ebih mahal dari buah apel, lah iya apel ranum besar jadi buah lokal di negaranya. Meski sudah cemal-cemil keju dan variannya, tetap melahap makan siang di Volendam desa nelayan. Yook coba ikan hering, tak sanggup mencoba yang fresh, kami coba yang diasap. Sahabat kebun bisa memesan nasi yang ditimbang, alamak jangan dibayangkan nasi hangat pulen ya, rasanya sedikit sepa standar kita. Kentang goreng dan salad melengkapi ikan hering cocok koq di lidah kita.
Hari 9. Makan pagi di hotel, bagi kami ini terenak selama dolan ngulon, mungkin cita rasa Belanda lebih pas untuk lidah kami. Untuk makan siang di alun-alun Belgia, mari coba waffle 1€ di dekat patung anak kecil pipis yang terkenal. Panjangnya antrian pembeli waffle, please tak usah terkecoh dengan harga 1€, itu waffle standarnya saja, harga sesungguhnya tergantung kelengkapan jenis toping yang harganya berlipat-lipat dari waffle. Cemal-cemil cokelat tak mengurangi minar makan malam di perjalanan Brussel-Paris.
Hari 10. Makan pagi di hotel, sedikit rasa tak nyaman, teman-teman yang sarapan pagi diarahkan oleh petugas ke tempat duduk yang terpisah, pemandu wisata turun tangan untuk tidak membedakan kami dengan tamu Eropa. Pengalaman ternyata ada juga tendensi diskriminasi namun tak mengurangi keceriaan kami. Makan siang di galeries lafayette kami cemal-cemil saja penganan. Lah makan malam kembali kami rela menunggu chinese food buka olala ternyata sampai batas waktu tetap belum ada tanda buka, akhirnya pindah ke resto pewakil Amerika alias McD yang pasti cocoklah di lidah kita lah banyak cabangnya di sini.
Hari 11. Sarapan terakhir tur di hotel. Makan siang dan malam di pesawat.
Hari 12. Makan pagi di pesawat kembali cita rasa Asia Tenggara.
Nah sahabat pembaca Rynari ternyata urusan makan dan dolan bisa dikompromikan ya. Enjoy dolan dengan cara menikmati makanannya. Salam dolan dan makan
bersapedahan said:
wah makannya bener2 explore macam2 … berbagai kuiner khas daerah bule, benar2 dinikmati perjlananannya nih mba … .. tapi tetap … ada mie instant … haha .. indonesia banget
rynari said:
andai ada karedok instant bisa dibawa nih. beneran koq ini lidah susah distel tetap cinta Indonesia. salam
naniknara said:
Sepertinya suatu saat jika berkesempatan ngulon, saya juga harus mempertimbangkan bawa rice cooker kecil plus berasnya sekalian
rynari said:
Yuup Jeng…..realitas yang membuat semakin nyaman perdolanan kita. lidah dan perut damai dolanpun semakin berkesan. Salam
sunarno said:
liat foto-fotonya selera makannya bisa meningkat nih
rynari said:
Tetap selera pecel, gudheg dan sambal tumpang koq Pak. Salam
sunarno said:
Asli njawani nggih Bu
rynari said:
Hehe ilat njawa nggih Pak. Salam hangat
Bibi Titi Teliti said:
Ibuuuu…
Seru sekali sih, ternyata ibu habis jalan-jalan kuliner ke Eropa hehehe.
Memang sih bu, justru kalo menurutku selain jalan-jalan yang gak kalah penting dalam acara berwisata itu yah makanannya hehehe.
Walopun kalau bawa anak kecil, kita juga harus siap-siap bawa menu cadangan minimal berbagai jenis roti atau mie deh yah, takutnya mereka kurang cocok hehehe.
rynari said:
Teh Erry…kumaha wartosna, damang?
Sumuhun Jeng, ka Bandung nggak njajal kuliner khas Bandung sayang kan, dipilih yang sekiranya cocok dengan mulut dan perut kita.
Lah ini langkah Ibu bijak, tetap sedia menu cadangan yang cocok dengan anggota keluarga terkasih.
Kapan nih jadwal bawa rombongan jalan2 Korea di musim gugur dengan autumn colour-nya. Siapa tahu boleh dan bisa gabung hehe…
Salam hangat
Agung Rangga said:
Betul sekali bun, kalau lagi dolanan wajib banget icip-icip makanan yang dijual di daerah sana.
Saya biasa menyediakan budget khusus untuk makan makanan khas, mulai dari menu utama, minuman, hingga cemilan-cemilannya~ 😆
Kalau ada sisa, baru deh beli oleh-oleh buat makan di rumah~ 😀
rynari said:
Sepaket ya Gung antara dolan dan icip makanan lokal. Komplit mengenal rasa daerah dolan. Apalagi ada oleh2 yg bisa dibawa pulang hehe. Salam hangat
Lois said:
Betul juga kalau dolan itu bukan hanya lihat tempatnya saja. tapi juga harus icip-icip makanannya.
Saya makanan apa saja suka asal bukan ikan/daging mentah dan kuning telur meler…. Hanya kalau makan makanan Eropa (barat) itu mudah sekali kenyang. Dulu waktu di USA hampir 1 tahun, boleh dibilang tak pernah makan nasi (bisa dihitung dgn jari), badan malah langsing sekali. Mungkin karena tak bisa makan banyak, badan jadi kurus walau makannya menu barat melulu. Ataukah nasi itu sebenarnya bisa membuat gemuk??
rynari said:
Idem…daging, ikan, kuning telur yg belum matang sempurna saya juga tidak bisa makan.
Rasanya amatan tepat loh, pola makan dg mengurangi nasi ala Eropa Barat cepat kenyang.
Meski makan nasi sedikit saya sulit langsing hehe, kayaknya minum air putih tetap jadi daging.
Saat dolan saat incip makanan, saat kunjungan ke Brisbane bulan Jan musim panas bertahun lalu saya puaskan incip stonefruit si buah lokal dan mangga apel berukuran besar dan enak suka sekali.
L J said:
nasi tidak cocok dgn salad tuna ya oma, lebih pas dg itiak lado hijau.. 😁 tp oma mmg makan nasnya sedikit gak kayak emak saga dan MS 😁😁
menu macam2 keju dan daging2an, surga banget buat yg lg diet less carbo.. hahaha..
rynari said:
Air liur bereaksi teringat lazatnya itiak lado hijau Ngarai Sianok. Bela-belain bungkus yg beku tuk para jagoan di rumah nyam nyam.
Lah Oma pantang diet nih eMak Saga segala cemilan diembat cicip hehe. Kalau Oma terlihat sedikit nyentong nasi karena ada ‘semacam enzim pemekar nasi’ di lambung oma hehe.
Saga sudah boleh mencicip aneka jenis makanan kan eMak? Bersiap bubur saring katupat gulai paku di rumah Aur.
Monda said:
haduuh emak Saga buka rahasia MS makannya ngalah2in Danto
rynari said:
Lah saya juga tukang ngemil koq mbak. Apapun lhap…nyam.
Emaknya Benjamin br. Silaen said:
Hari ke 10 kenapa petugas memisahkan wisatan asia dan eropa bu?. Apa krn org asia banyak makannya kali ya? hehe eh kalau dihabiskan ambil banyak sih gak masalah, bbrp kali kuliat rakus ambil macem2 kekenyangan trus ditinggalin aja kan mubajir ya 😀 . Pulang liburan naik berat badan ga bu Prih? 😀 .
rynari said:
Menurut cerita pemandu wisata ada bbrp perilaku turis Asia yg kurang disukai pengelola hotel Eropa, saatnya introspeksi dan edukasi. Hanya saat dipisahkan terasa agak nyesek juga hehe.
Hotel di Singapore juga ada yg menulis di ruang makan, silakan ambil sepuasnya mohon tidak menyisakan di piring makan. Himbauan untuk menghargai dan bertanggungjawab atas makanan yang diambil.
Malah berkurang dikit Jeng, lah banyak acara jalan mengurangi deposit lemak hehe. Sahabat kebun malah turun 2 kg.
Salam