Nostalgia Taman Kencana Bogor
Ada kalanya datang di suatu tempat dan terseret dalam pusaran nostalgia masa lampau. Mengenangnya menjadi bagian syukur. Pijakan ke masa nyata sekarang dengan pengakuan tiada hal yang kebetulan.
Inilah secuil nostalgia sejenak menapak di Taman Kencana Bogor.
“Simbok, kita sarapan agak telat ya, yook kita ke Bogor”, ajak mbak mas Tengah. Simbokpun manut saja.
Keluar dari jalur toll Jagorawi di Sentul Selatan. Menyusuri jalan Raya Bogor-Jakarta, menghidu suasana kawasan Warung Jambu. Melaju di jalan Gunung Gede, jalan raya Pajajaran, ah jalan Bangbarung Raya masa remaja Mas Tengah. Kompleks kampus Gunung Gede yang kini terasa lengang. Belok kanan ke jalan Salak, berpayung keteduhan jajaran mahoni. Memasuki jalan Taman Pangrango dan parkir di seputar Taman Pangrango.
Tetiba simbok teringat pertama menapak kaki di Kota Bogor akhir tahun 70an. Sangat akrab dengan jalan Pangrango, jalan Taman Pangrango ke sisi padepokan Taman Kencana. Jalan kaki sesuatu yang lumrah di keteduhan pohon ki hujan. Sesekali naik bemo roda 3 dengan derum khas dan tekan bel gantung tanda minta berhenti.
Taman Pangrango, masih tetap seperti dulu. Berbentuk nyaris segitiga diapit jl Pangrango, Jl Mandalawangi dan jl Megamendung. Penciri yang khas keberadaan gardu listrik peninggalan zaman Belanda yang masih dipertahankan. Kini taman lebih tertata mengundang warga ngariung santai.
Mengisi waktu pesanan datang, simboknya minta izin blusukan sebentar. Mas Tengah maklum dengan kebiasaan simbok menikmati me time sejenak. Menuju ke arah Taman Kencana.
Amboi, luasan taman kencana tetap bertahan sejak dulu. Kini dengan penataan yang apik, jadi sarana olah raga, ruang terbuka nyantai buat warga. Pelan menikmati udara kawasan taman kencana yang apik segar. Kawasan bentang segi empat diapit jl Salak, jl Taman Kencana dan Jl Ciremai.
Langkah kaki menapak di jl Ciremai, memasuki gerbang menyapa petugas jaga. Berdiri tegak gedung lama dengan tembok bawah ekpose batu hitam. Sungguh lupa nama gedung ini. Namun sungguh bagian dari sejarah seorang simbok.
Setiap awal bulan rutin mengangsurkan kartu C7 untuk menguangkan wesel dari Bapak Ibu. Kantor pos kecil Taman Kencana yang nyempil di gedung ini. Belum musimnya transferan via bank dan pengambilan dengan ATM. Sediaan biaya hidup sebulan dalam genggaman, tanpa norek tabungan pula.
Menatap bangunan aula tempat ujian tingkat awal, atau kadang menikmati sajian seni budaya. Seingat saya sisi padepokan Taman Kencana, bukan hanya penghasil para dokter hewan namun juga sastrawan seniman. Taufik Ismail diantaranya.
Rupa jajaran kedai di depan padepokan masih menyisakan aura kenangan lama. Tempat ngobrol seru usai berguru. Menikmati kehangatan bajigur saat malam, terlebih saat menerima traktiran teman menikmati perbaikan gizi seporsi sate.
Melongok ke pemukiman yang berada di lembah, daerah Sempur. Menyigi rasanya ada tangga turun di pojokan Salak Ciremai menuju asrama putra, lupa namanya lebih teringat asrama Sempur. Olala tangga menurun yang dulu ramai kini menyemak. Terlihat petugas membersihkan rumput. Entah apa peruntukannya sekarang, karena kegiatan kampus sudah boyong ke Dramaga.
Saatnya kembali ke tempat anak-anak menunggu. Kawasan ini sungguh ramai kuliner. Sebut saja Makaroni Panggang, Pai Apel dan Kedai Kita yang sudah lumayan lama. Belum lagi tempat kuliner kekinian yang merubah wajah kos-kosan dulu menjadi kawasan usaha boga.
Pun saat menikmati santap di KK. Ingatan kembali melela. Beberapa kali menginap di rumah ini, bahkan Ibu juga pernah menginap di sini. Sahabat karib Ibu berkerabat dengan empunya rumah. Meluncur dari keping memori nama mbak Mer*, mbak Am*, mas Wi*, dik De**
Kota Bogor menempati ruang di hati dan memori simbok. Rasanya total hampir 10 tahun menjadi bagian keriuhan kota ini. Bermula dari empat tahun awal, undur di awal tahun 80an. Kembali ke Bogor di akhir 80an selama 2 tahun mondar-mandir. Lah belum bosan, tahun 2003 kembali bahkan memboyong RyNari selama 2 tahun disambung mondar-mandir karena mereka lanjut berguru di kaki Merbabu.
Rasanya beneran anak gunung. Bocah kaki Lawu, merantau ke kaki gunung Salak dan kini menetap di kaki Merbabu. Nahkan acara sarap siang dengan balutan nostalgia. Terima kasih ya Mas mbak Tengah…..
Nah sahabat pembaca RyNaRi, punten nih disuguhi nostalgia lama. Eh jangan keburu undur ada suguhan Lasagna gulung, klapertaart, loh disekitar area ini.
harumhutan said:
ada yang sedang bernostalgia, mengulang smua kenangan yang pernah singgah dan tetap ada dikenang sepanjang masa..
taman kencana sekarang banyak berubah ya bu prih..
tapi bangunan tuanya masih ada, suka jadi selaras..
iya ada macaroni panggang di depan haha
rynari said:
Kawasan Pangrango trus jalan-jalan nama Gunung ini sangat asri dari dulu.
Kawasan hunian yang nyaman, kini berubah wajah, campuran hunian dan kuliner.
Salam hangat