Tag
deergrass (Scirpus grossus), Kijang kencana, Pesona Gelagah Wlingi, Telaga Pengilon Dieng, Telaga warna Dieng
Pesona Gelagah Wlingi
Keindahan dataran tinggi Dieng tiada habisnya. Kali ini disorot dari gemerisiknya rumpun gelagah wlingi di akhir Oktober 2015. Menyusuri tepian Telaga warna menuju Telaga Pengilon, setiap pengunjung disuguhi barisan pohon ‘kayang’. Pangkal batang pohon pada lereng atas dan batangnya melengkung seolah gaya kayang ke lereng di seberang jalan. Penikmat alam secara teratur menunduk agar tidak terantuk batang melintang, mengingatkan saya pada suguhan kori andhap asor di Situs Pemandian Taman Sari, Yogya. Seolah pengingat, mari sahabat rendahkan diri agar tidak terantuk rintangan dalam kehidupan bersama.
Usai tegap-merunduk di barisan pohon kayang, kita akan diperhadapkan pada simpang tiga. Ke kiri arah patilasan Batu Tulis dan kawan-kawan dan terus menuju ke Telaga Pengilon. Nah di pertigaan ini perhatian kita akan tersita dengan hamparan rumput yang khas. Inilah kawasan rumput gelagah Wlingi si deergrass (Scirpus grossus). [Mengapa yah disebut deergrass, apakah hamparan ini karpet balet bagi sang rusa kencana?] Keragaan di akhir kemarau jelang penghujan tebal menguning kering bak sabana di daerah semi arid. Entah keragaan saat puncak kemarau ataupun musim penghujan.
Bagi kami kerabat keluarga burung yang bersusuh di rumpun gelagah tepian Rawapening, hamparan gelagah selalu membawa sensasi unik. Kawasan rumput gelagah Wlingi ini menjadi habitat burung di kawasan Telaga Warna maupun Telaga Pengilon. Tempat berlindung, bersarang dan beristirahat yang nyaman. Dari berbagai sudut pengambilan gambar terasa keelokan hamparan wlingi ini. Ada keragaan wlingi penjaga tepian Telaga Pengilon, penyaring endapan erosi sebelum masuk ke Telaga, laksana penjaga kejernihan sang pengilon (kaca untuk melihat bayangan jernih). Pun tampak saling melengkapi paduan gemerisik wlingi dengan carang mengering di tepian hutan kecil menghijau. Suasana kontras juga terasa, hamparan wlingi berlatar perbukitan gundul di belakangnya.
[Menikmati hamparan gelagah wlingi, imajinasi melayang kepada Tokoh Glagah Putih, estafet tokoh sentral pasca Agung Sedayu dalam cerita silat Api di Bukit Menoreh karya SH Mintardja hampir terkecoh dengan serial Nagasasra Sabuk Inten. Tokoh persilatan sering digambarkan sedang rehat ataupun menunaikan tugas pengintaian dengan bersembunyi di rumpun gelagah. Kala itu hanya terbayang betapa gagahnya sang tokoh. Seiiring dengan pengenalan botani gelagah yang anggota keluarga Cyperaceae, terbayang tingkat kesulitan pengintaian tersebut. Rumpun gelagah umumnya tumbuh di tepian rawa, betapa becek tanah yang diinjaknya belum lagi gigitan serangga penghuni rumpun gelagah. Ketinggian rumpun gelagah tidak sampai 2 meter, berarti siapapun yang sedang bersembunyi, harus dalam posisi merunduk. Keluarga Cyperaceae berdaun tajam dengan rona gatal yang kuat, huwaduuh bersembunyi dengan peluang tergores pedih dan rasa gatal menyengat. Bersembunyi saat pengintaian di rumpun gelagah membutuhkan konsentrasi dan daya tahan tinggi, bergerak sedikit saja ataupun salah gaya gerak pun sapuan angin berpotensi membuka pengintaian. Stop khayalan penggila buku cersil….] Bukankah ada kalanya kita juga diperjumpakan dengan etape semak gelagah dalam kehidupan? Saatnya melangkah seanggun kijang kencana….
chris13jkt said:
Jadi ketularan Bu Prih masuk ke alam cersil kala melihat padang glagah wlingi ini. Jalan perlahan menyibak rerumputan ketika tiba-tiba beberapa orang bertopeng membawa pedang melompat menghadang . . . 😀
___
Huwaduh naluri penikmat cersil pada keluar…. lalu cring…cring…pedang beradu. Mendadak keluar pyayi sebuh jenggot beruban yang menyeru stop!!!!….kalian saudara seperguruan jangan berantem hehe….
Zamhari said:
suasana asri yang menunjukkan pemandangan berbeda… terima kasih sudah memberikan referensi wisata alami
___
Terima kasih sudah singgah, betapa kayanya alam wisata kita ya. Salam
Monda said:
di bulan Agustus lalu wlingi masih menghijau mbak…
___
Wlingi merespon perubahan cuaca dengan baik ya mbak, ada saat menghijau pun menguning
evrinasp said:
Sepintas seperti di sabana merbabu dan juga mahameru. Cakep tempatnya
____
Woww Merbabu dan Mahameru dengan sabana cantiknya ya Jeng Rina
mechta said:
Jd ingat saat melewati pohon2 yg sdg kayang itu. Saat kami2 para sepuh merunduk melewati..eh para ABg asyik bergelantungan & welfie..hehe.. Dieng, selalu indah utk dinikmati nggih, Bu 🙂
____
wah atas bawah sedang beraksi ya Jeng, ada yang merunduk dan bergelantungan
Dieng selalu ngangeni, jadi ingat postingan piknik kelg besar Jeng Mechta di kawasan Dieng.
Miftah Eres said:
Lihat padang sabananya saya malah ngebayangin adegan perang gitu ya. Tapi bukan adegan perang kayak pelem kolosal tipi sebelah. Adegan yang lebih keliatan real gitu.
Bagus juga buat prewed tuh lokasinya..
____
Wow ada penggemar perang silat juga nih
Waktu berkunjung juga sedang ada sesi pemotretan prewed, Miftah mau coba dengan kostum pangeran pemenang peperangan..
sunarno said:
wah, jadi kangen liat kembali keindahan dataran tinggi Dieng, sudah lebih dari 10 tahun tidak menginjakkan kaki ke sana
____
Dieng, laboratorium lapangan bagi Pak Narno nggih, keanekaragaman hayatinya top
emma said:
Belum kesampean ke daerah dieng. .
Bisa maen petak umpet tuh diantara rerumputan hehe
___
Dieng sungguh sabar menanti kunjungan Emma tuk menikmati padang rumput wlingi
Agung Rangga said:
wah, sepertinya asik juga ya bun jalan-jalan ke daerah sabana seperti gelagah wlingi. 🙂
mungkinkah dulunya di sana tempat rusa kencana tinggal? soalnya, rusa senang rumput seperti gelaga ini kan ya? hmm… (mulai membayangkan)
_____
Hehe… Lalu hadir lah komik karya Agung…. Pangeran rusa dari sabana wlingi…