Menyoal Pagar Pekarangan
Rumah tak berpagar
Masa kecil kami tinggal di rumah tanpa pagar pekarangan. Halaman rumah dengan jalan desa berbatas kali kecil ber ‘sesek bambu/jembatan kecil’. Menuju rumah tetangga kiri, kanan, belakang tanpa harus keluar halaman pun tanpa sekat apapun. Sangat memudahkan bagi tetangga yang hendak berbagi durian runtuh, panenan nangka maupun nasi bancakan, juga untuk saling ‘minta api’. Berati pula pekarangan terbuka bagi ayam tetangga sehingga tenggang rasa amat sangat diperlukan. Konsep global eh borderless sudah diterapkan.
Pagar lamtoro dan kembang sepatu
Periode berikut adalah pengenalan hak batas pekarangan antar rumah tangga. Aneka model batas pekarangan cikal bakal pagar dikembangkan. Kami sangat suka menikmati berlibur ke rumah Simbah yang batas pekarangan dengan tetangga kiri, kanan, belakang berupa barisan tanaman lamtoro. Secara berkala kami mendapat kiriman bothok lamtoro, belajar dari Simbah putri bagaimana membuat tempe mlandhing, tetangga sebelah secara berkala minta ijin memangkas lamtoro untuk pakan kambing (simbiosis mutualisme, pekarangan simbah juga jadi terang). Tetangga yang lain menanam barisan dhadhap serep sebagai batas pekarangan dan menjadi jujugan untuk minta daun guna mengompres saat ada anggota keluarga demam. Ada pula jarak pagar yang konon di zaman penjajahan Jepang menjadi bahan baku energi dan kini jadi aneka proyek. Untuk pagar depan dipilih tanaman yang lebih pendek, tanpa duri dan tampilan lebih menarik. Rumah Simbah berpagar depan kembang sepatu a.k.a wora-wari bang, yang sering kami brindhili untuk pasaran, daunnya diremas seperti membuat santan untuk minyak-minyakan (karena licin berlendir mirip minyak goreng). Pagar depan rumah keluarga berupa teh-tehan, sementara tetangga memilih deretan kemuning yang luar biasa mewangi, tetangga lain menanam beluntas dan kami kadang minta ijin memetiknya untuk terancam (sejenis urap mentahan, senada karedok di Sunda). Tentunya untuk menjaga kerapihan pagar depan secara berkala memerlukan pemangkasan. Pola pagar hidup yang multi fungsi, masyarakat setempat menerapkan prinsip kedaulatan pangan berdasarkan kearifan lokal.
Rumah tembok berpagar kadang bergembok
Waktu berjalan dan ada pergeseran minat memiliki meski tidak mengusahakan sendiri alias melik barang orang lain. Privasi dijaga, keamanan rumahpun ditingkatkan melalui modifikasi pagar. Pagar hidup dengan pemeliharaan pemangkasan rutin semakin menyusut, digantikan pagar tembok yang sesekali perlu dilabur (halah dicat kini), maupun besi cor. Bila saat kecil kami hanya mengenal pagar tembok mengelilingi pendapa magrong-magrong milik mBah Demang (itupun pekarangan sangat terbuka tanpa pintu pagar hanya semacam regol untuk berteduh para pejalan) kini hampir semua warga berumah tembok dengan pagar massif. Ada pagar tembok rendah hingga sangat tinggi berbonus kawat berduri ataupun pecahan botol beling. Pun model pagar besi bermotif, menjadikan rumah megah di dalamnya menjadi dapat dilihat namun tak terjangkau. Aneka teknologi pendamping modifikasi pagar ini ada interkom, kamera pengintai, remote pembuka pagar bergembok hingga kata sandi. Sangat suka menikmati aneka model pagar dan kami memilih pagar kawat BRC setinggi dada agar batita kami (saat itu) tak nyelonong keluar tanpa pendampingan yang berwajib.
Pagar tembok/besi berbaju tanaman (tirai hijau)
Roda waktu terus berputar, penghuni rumah ataupun perkantoran berpagar tembok/besi massif merasakan panas dan kadang silau. Modifikasi berikutnya memasang ‘gorden/tirai hijau’ a.k.a green vitrace. Gerakan cinta lingkungan dengan pengutamaan keteduhan melalui penguapan air, penyerapan polutan, melembutkan struktur keras bangunan dan mengistirahatkan mata dari stress warna elektrik digelar. Aneka jenis tanaman diperdagangkan sebagai tirai hijau, mau yang berbunga aneka warna, permainan bentuk helaian daun sila dipilih. Tukang kebun memilih binahong sebagai gordennya (dasar malas memangkas dengan alasan elegan untuk sediaan tanaman obat bila ada yang memerlukan).
Taman dinding, vertical garden, green wall
Keterbatasan lahan meningkatkan kreatifitas pemanfaatan tembok bukan hanya sebagai pemisah namun sebagai media bercocok tanam hingga jadilah taman dinding, vertical garden a.k.a green wall. Aneka teknologi diperkenalkan dan setiap rumah tangga kitapun bisa sedikit memodifikasi (atau sebenarnya sudah melakukan) semisal menggantungkan anggrek di dinding hehe. Konsep taman dinding sepenuhnya adalah memasang media tanam pada dinding (tentunya ada pelapisan materi kedap air sebagai alas agar tembok tidak rusak lembab). Konsep ini marak diterapkan di ibukota. Prinsip orang kebun, tiada kebun pagarpun jadi….
Kalau diperhatikan mode pagar pekarangan ibarat mode pakaian selalu berputar. Betapa banyak perumahan kini menerapkan rumah taman tanpa pagar antar tetangga dengan fungsi penjagagaan dipindah dimulut cluster melalui satpam berseragam berperilaku ramah. Pagar pekarangan model bagaimanakah kesukaan sahabat?
bintangtimur said:
Mbak Pri, foto yang paling bawah itu keren banget, saya sukaaaaaa sekali!
Dan beneran deh, saya selalu kagum dengan pekarangan yang pagar pembatasnya dibuat dari pohon aneka rupa dan bentuk. Kesannya adem dan amat nyaman 🙂
____
Kebayang pekarangan rumah dinas kelg Jeng Irma kini yang luas dengan pagarnya yang diperlunak dengan tanaman merambat, di tangan dingin Jeng Irma pastilah pekarangan disulap hijau segar. Salam hijau
edratna said:
Rumah ayah ibu awalnya berpagar lamtoro…seneng banget karena bisa bermain adu jago pakai daun lamtoro. bisa dibuat botok dll…namun dengan perkembangan, suka ada maling..terpaksa pagarnya ditembok?
Sekarang? karena tanah cuma 180 m2, dan dekat jalan raya, terpaksa ditembok dan digembok mengikuti saran pak RT….karena yang rawan justru semua tetangga berpagar tinggi….apalagi ada cucu 3 tahun…
Tapi, jika ada di rumah ya tanpa dikunci pagarnya..dan tanaman tetap ada walau sedikit, maklum tanahnya juga sempit.
Memimpikan rumah yang tanahnya luas…cuma ga kuat uangnya mbak Prih.
___
Utamanya rumah memberikan kehangatan keluarga ya Ibu, apapun wujud pagarnya…
Lah kalau pekarangan luas memang sangat senang ya Ibu tapi….pegal juga memelihara kebersihannya. Salam
Nunu El Fasa said:
Dulu rumah tanpa pagar….. pagar sama halnya mode berarti dulu tanpa busana juga ya hehehe
___
Weladalah analogi Jeng Nunu bikin masuk angin nih Jeng….bisa2 rumah tanpa pagar dikenai pasal mengganggu ‘ketertiban’ hehe..
Mechta said:
aiih… taman dindingnya cuantiik, ibu…. *sambil melirik pagar sendiri yg minimalis alias tak berseni.. hiks…
____
Untuk rumah tinggal pribadi kita pilih yang simple perawatannya Jeng
Siapa bilang pilihan Diajeng tak berseni pastinya pagar cantiklah…