Uthak Uthak Ugel
Berpuluh-puluh tahun yang lalu, kami kruntelan di dekat Bapak yang mendongeng…..
…. Uthak uthak ugel, nyengkelit kudhi bujel…..
“Mau kemana, kek?”
“Mau mencari buah elo”
“Ini ada sepiring mau, Kek?”
“Emoh, kurang …”
“Sekeranjang mau”
“Emoh, maunya satu pohon”
**
…. Uthak uthak ugel, nyengkelit kudhi bujel….
“Mau kemana, kek?”
“Mau mencari minum”
“Ini ada segelas mau, Kek?”
“Emoh, kurang …”
“Sekendhi mau”
“Emoh, maunya satu sungai”
**
Dan pada akhirnya uthak uthak ugel ini mati karena perutnya meletus. Mulut kami selalu menganga takjub setengah lega meski cerita ini berulang kali didongengkan.
Saya merasa itu semua adalah dongeng, cara Bapak mengajar budi pekerti secara tidak langsung, ..when enough is enough…, keserakahan tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi komunitas bahkan lingkungan semesta.
Namun kini saya semakin bertanya mungkinkah uthak uthak ugel ini ada? Ditandai dengan menyusutnya populasi tumbuhan elo (Ficus racemosa sinonim Ficus glomerata). Sesepuh kita memanfaatkannya sebagai tumbuhan obat, pengetahuan dan kearifan lokal yang kini semakin banyak digali ulang. Benarkah karena habis dimakan uthak uthak ugel yang setiap kali makan tak cukup sepiring namun satu pohon…. Pun berita semakin jauhnya jalur intrusi air laut serta meningkatnya frekuensi banjir apakah juga karena disedhot uthak uthak ugel dan memuntahkannya kembali dalam rupa banjir …. Ataukah “jiwa uthak uthak ugel” menyemai dalam diri kita, “hiiiii wedi aku ….”
Ping-balik: Pesona Dongeng | RyNaRi
Uthak uthak ugel . . . sudah lama sekali aku gak mendengar nama itu. Postingan Bu Prih membangkitkan ingatan ke masa-masa nama itu sering disebut dalam dongeng. Meskipun nama itu kadang terlupa, mudah-mudahan pesan yang disampaikan tidak sampai terlupa
____
Postingan uthak uthak ugel yang diinspirasi buah elo di bu Monda Pak. Betul Pak keabadian pesan tetap terasa untuk mengambil secukupnya dari alam, Terima kasih.
Hiiiyyyy, smoga kita dijauhkan dari jiwa uthak-uthak ugel itu ya, mbaaaakkkk…
Orang tua jaman dulu, adaaa aja cara untuk memasukkan budi pekerti pada anak-anaknya. Salut. Hebat!
🙂
_____
Mengamini doa pinta Jeng Irma
Betul Jeng, mengemas nilai keutamaan secara ringan dan mengajarkannya berulang.
Semoga kita juga mewariskan pembelajaran ini. Salam
Hiiiii…. aku yo wedi… 😀
Dulu saya dengar kisah ini dari kaset, Mbakyuu. Kalo gak salah kaset Sanggar Cerita. Yaa ampoon ketok umure hihihihihi 😳
____
Lah bukannya kaset itu mbakyune ini yang ngedongeng….
bukan ding artinya mbakyune ini segenerasi dengan pendongengnya hehe
kalau ketok umure itu banyak keuntungan Diajeng, posting belang bonteng pun ok koq.
Jangan sampai sifat kita seperti uthak uthak ugel.
__
Semoga, cerita pengingat diri untuk mengambil secukupnya.
Ibu…uthak-uthak ugel itu ulat kah?
___
Malah kurang tahu Teh, saat Bapak mendongeng penangkapan kami merujuk pada orang …
kalau lewat dongeng, pelajaran budi pekerti itu tetap lekat ya bu ..
___
Sumuhun Teh Dey, kemasan pesan terasa sangat halus sehingga cerita enak didengar berulang kali dan pesan tersampaikan ya. Salam