Termos
Termos? Yak termos, para sahabat mengenal termos kan? Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan definisi “Termos adalah sebuah botol yg diberi dinding dalam rangkap yang dirancang membentuk seperti kaca dengan bahan mengkilap yang dapat menyimpan cairan agar tetap memiliki suhu seperti semula. Termos biasa digunakan untuk menyimpan air panas”
Termos menjadi salah satu elemen berharga dalam kekerabatan kami. Hati kami selalu menghangat bila mengenang ‘termos teplok’. Masa bayi adik kami S4 tidak bisa full minum ASI, susu formula saat itu belum dirancang instant larut dalam air dingin, masa itu kami belum memiliki termos. Tidak masalah untuk penyediaan minum susu di siang hari, biasanya Ibu menghangatkan sedikit air matang dengan cara ditim di atas tungku. Lah kalau malam? Bapak menggantungkan rantang di dinding posisi persis di atas teplok (lampu minyak tanah) untuk menjerang air guna ngetim air hangat pembuat susu di malam hari. Kasih sayang dan kebutuhan melahirkan kreativitas.
Kenangan berikutnya dengan termos, masih dengan S4, saat usia awal SD. Kami terbiasa melakukan pekerjaan rumah tangga bersama sesuai usia. Lah koq ya non cilik ini belajar mengangkat termos yang baru saja diisi dan belum sempat ditutup. Tergulingnya termos mengenai entah bagian mana dari tubuhnya sehingga melepuh. Kami juga tidak ingat bagaimana P3Knya, bersyukur tidak meninggalkan bekas luka. Menjadikan kami belajar bahwa termos sangat bermanfaat dan perlu penanganan tepat agar tidak mengundang masalah.
‘Termos rumah sakit’ itu kenangan yang paling membekas. Salah satu kebutuhan vital di rumah sakit bagi pasien rawat inap maupun penunggu adalah minum dan karena kami tinggal di kaki G. Lawu, air hangat sungguh diperlukan. Tinggal di dekat rumah sakit, menjadikan rumah Ibu Bapak jujugan bagi kerabat yang mondok untuk sekedar mampir mengisi termos. Biasanya kami menunggu instruksi Ibu, untuk memindahkan isi termos kami ke termos kerabat atau menjerang air guna mengisi termos kerabat seraya menyuguhkan minuman hangat dari termos kami. Setelah kami dewasa kami belajar mengerti bahwa Ibu menggunakan sarana termos sebagai healing service. Membaca wajah kerabat yang harus segera balik ke rumah sakit, metode pertama diterapkan isi termos dari termos. Saat lain terlihat kerabat penjinjing termos kosong membutuhkan saat rehat sejenak atau mau curhat singkat, metode kedua diterapkan menikmati segelas minuman hangat seraya menunggu air mendidih. Termos penyimpan air hangat pun kehangatan kekeluargaan.
Kini kami juga tinggal di dekat rumah sakit di kaki G. Merbabu, namun kejadian di atas tidak otomatis terulang. Lah setiap keluarga memiliki termos pun sarana transportasi untuk segera pulang mengisi termos sambil mandi ataupun menengok rumah. Giliran ‘bisnis termos‘ rumah sakit yang marak. Beberapa pedagang di depan rumah sakit menggelar jajaran termos berisi air panas dengan pola isi termos ke termos alias hanya membeli airnya saja ataupun sekalian menyewa termosnya dengan tarif tertentu. Aha modifikasi termos rumah sakit di masa kecil kami. Entah kalau ada modifikasi berikutnya disediakan dispenser di setiap kamar rawat inap hehe..
Anak-anak suka meledek, hari gini masih ada termos di rumah? Bukankah ada dispenser dari air dingin hingga panas. Emaknya masih penganut paham lama, dispenser cukup air suhu kamar dan hangat, kalau butuh air dingin dari kulkas saja. Termos tetap setia di dapur bahkan untuk membuat teh, bukan teh celup apalagi kopi bubuk masih mendidihkan air dari termos, terasa marem. Termos? Ya termos, masih adakah termos penyimpan air hangat di rumah sahabat?
Pada hakekatnya setiap kita dirancang menjadi termos penyimpan kehangatan, mohon ampun ya Tuhan bila percikan air panas kami melukai kekasih maupun sesama kami. Salam
waduh Bu.. saya juga penggemar termos..
tidak ada dispenser di rumah 🙂
Toss sesama termos lover hehe…
Wah termos . . . sekarang perlahan-lahan jadi barang langka nih Bu. Memang masih ada sih yang jual, tapi ukurannya sudah tidak sebesar dulu dan gunanya juga bergeser menjadi sekedar sarana buat menjaga minuman tetap hangat dalam perjalanan dari rumah ke kantor atau sebaliknya 🙂
Toss Pak, sesama pengguna termos mungil dalam perjalanan
Yaaa ampun, masih ada aja yaa termos ini hehehe. sekarang udah di ganti dengan dispenser
Betul, dispenser bermuatan besar, si termos masih tetap disayang.
pinter banget baca peluang jualan air panas termos dan sewa termos
salut jeli baca sikon
Tanggung jawab dan usaha keras melahirkan kreativitas ya mbak.
Perlengkapannya tambah 1 lagi skg bu…termos kecil lengkap dengan tasnya untuk keperluan air panas saat jalan-jalan. Kopi untuk Eyang ataupun susu buat si kecil..terjamin deh.. 🙂
Ngacung tinggi,sy juga penyandang termos kecil hehe
Di rumah masih pakai termos besar seperti di foto bu. Apalagi untuk jalan-jalan ada termos yang ukuran kecil juga. Enak dan tetap hangat walaupun berjam-jam dibawanya.
Idem saya juga penyandang termos kecil, kopi ataupun cokelat hangat…
malahan termos bagus kak hemat listrik
Bagi pejalan seperti Winny, termos kecil jadi perangkat ya.
Selain yang untuk air panas bermulut kecil, kami juga punya yang lebih besar bermulut lebar untuk es batu 🙂
Menjaga suhu tetap dingin berbagi kesejukan pelepas dahaga yaaa. Apalagi saat musim panas di Melbourne.
Aku juga masih suka pake termos kak..Termos kecil begini disini efisien kali buat tempat teh sama kopi buat piknik 😀 ha ha ha
Apalagi kopi Sidikalang ya Jeng, sedapnya…
Sorry. maksud saya itu dulu sekali waktu masih di Indonesia.
Waduh maaf, benar sekali es teh, es sirup dg wadah termos es batu. Terima kasih kenangan masa lalu indahnya. Salam
Iyaaa..thn lalu pas nginap di Hotel River Deli Medan, kita disuguhi kopi Sidikalang, mertua dan suami suka banget…pengen order jugalah satu hari… 🙂
Haha kopi Sidikalang beruap panas beraroma wangi khas, diminum di Denmark saat winter, alamak… Lah edisi ngomporin Jeng Dewi
Ha ha ha..kemaren nggak beli kak..cuma minum di hotel aja..nyesal juga
Semoga pada saat tepat dapat menikmati kembali kopi Sidikalang, apalagi di daerah asalnya. Horas….
Siaaap..pulkam nanti beli ah 😉 hava a nice day yaaa