Tag
Desa Ngargaloka Ampel Boyolali, gedebog pisang alas keranjang tembakau, Selayang Pandang Desa Ngargaloka
Selayang Pandang Desa Ngargaloka
Sahabat kebun mengajak blusukan ke Desa Ngargoloka, kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, ayook saja memenuhi minat dolan. Berbekal panduan peta dan GPS kami menuju ke desa yang berada di lereng gunung Merbabu, ke arah kanan di ruas jalan Salatiga-Boyolali.
Ngargaloka mengingatkan pada kata dasar arga dan loka, arga merujuk pada gunung, loka seperti pada gembiraloka yang bermakna tempat. Ngargaloka, desa tempat gunung juga tempat memandang gunung sesuai dengan kondisinya yang digendong oleh gunung Merbabu. Loka juga berarti kawentar, ramai tenar. Berdasarkan cerita rakyat, Desa Ngargaloka merupakan salah satu persinggahan perjalanan Ki Hajar Saloka. Beliau ‘marem’ dengan kondisi alam setempat dan berharap suatu saat lereng gunung ini menjadi ramai dan terkenal.
Menuju desa Ngargaloka tidaklah sulit dengan kondisi jalan beraspal yang menanjak yup menanjak terus. Tidak hanya jalanan desa yang beraspal, jalan antar dusun pun tersentuh oleh proyek betonisasi.
Desa Ngargaloka ini seluruhnya berupa lahan kering, dengan tataguna untuk pekarangan dan bangunan, hutan negara yang sisanya diperuntukkan tegalan/kebun. Sebagai daerah lahan kering di lereng pegunungan, kehidupan penduduk desa Ngargaloka bertumpu pada pertanian terpadu dalam artian luas. Jagung, sayuran cabai, keluarga kobis, tembakau, pisang, koi maupun sapi potong maupun perah menjadi komoditas andalan. Harmoni alam yang dipadukan, pinggiran teras ditanami rumput untuk pakan sapi, pupuk kandang dikembalikan ke ladang untuk menyuburkan sayuran.
Pemanfaatan pekarangan terlihat dari hamparan sayuran di pekarangan persis sebelah kantor desa. Senyum ramah bapak petani pengelolanya seraya membuat ajir beliau bercerita bahwa penduduk tidak kesulitan menjual hasil panenan kebunnya, selain ke pasar beberapa tengkulak menyambangi desa Ngargaloka saat panen. Semoga harga jualnya dirembug baik-baik sehingga petani menikmati hasil jerih payahnya.
Menyelinap sejenak ke samping kantor desa terlihat kopi meranum di kebun petani, musim kopi berbunga menguarkan wangi kopi yang khas. Memang beberapa masih berupa kopi muda dengan pengelolaan yang tepat kopi ini akan menjadi emas hijau bagi desa Ngargaloka.
Terlihat tandan pisang lebat disangga bambu. Tak hanya mempersembahkan buahnya, batang pisang juga menyediakan gedebog pisang. Jajaran gedebog pisang yang dijemur menjadi penanda musim panen tembakau hampir tiba, gedebog pisang digunakan untuk mengalasi keranjang tembakau.
Sebagai desa tepat di bawah hutan, Ngargaloka diberkahi air yang melimpah. Saat saya menengok bak tandon air bunyi gemericik air dan aneka ukuran pralon penyalur ke rumah penduduk mengalir dengan deras. Semoga pemeliharaan sumber air dilakukan dengan cermat.
Sebagai desa lereng gunung dan tepi hutan selain diberkati tanah yang subur juga mesti dibarengi tingkat kewaspadaan yang tinggi. Pada musim penghujan desa ini termasuk kawasan rawan longsor dan pada musim kemarau rawan kebakaran.
Hutan juga menyediakan sumberdaya energi lokal yang melimpah. Berjumpa beberapa ibu yang menyunggi kayu bakar di kepala, terjawab mengapa program pembagian tabung gas di daerah setipe ini tak selalu diterima dengan mudah. Apakah mereka merusak hutan? Selama yang dikumpulkan adalah ranting di dasar hutan, mengapa tidak? Masyarakat merasakan keadilan pemberian alam setempat, bukankah adil tidak harus menerima sama besar sama bentuk?
Terima kasih desa Ngargaloka, meski baru selayang pandang, tukang kebun kiranya bisa belajar menyesap sari pembelajaran alammu. Ngargaloka…lereng gunung yang kondang kawentar…lereng gunung yang mensejahterakan penduduknya. Salam gunung.
desa yang kaya juga rawan bencana yach Bu. lihat kekayaan tanah dan air sepertinya nga ada tanda-tanda kalau tempat ini rawan longsor dan banjir. ada kopi, tembakau dan sayur-sayuran rasanya nich desa komplit bangat dech. semoga kearifan lokal membuat mereka awas dan siap sedia menghadapi bencana.
Siip Lina…belajar kearifan lokal bagaimana masyarakat bersahabat dengan gunung dengan anek dinamikanya
desa yang subur ya … mudah2-an petaninya bertambah makmur ya mba, apalagi sekarang peringkat pertanian Indonesia meningkat significant menjadi peringkat 21
Amin…desa subur warganya makmur, alamnya terjaga lestari. Yup Kang, bergegas meningkatkan kinerja antar sektor.
Wah kalau aku yang tinggal di desa itu bisa-bisa selalu nggak tenang, Bu, musim hujan kuaitr longsor musim kering kuatir kena kebakaran. Tapi mudah-mudahan Desa Ngargaloka tetap aman dan asri ya Bu.
Selalu waspada tingkat tinggi ya Pak. Masyarakat Ngargoloko memiliki kepekaan membaca alam tinggalnya.
Duh, cantiknya desa ini 🙂
Jadi inget rumah nenek, ada kebun kopi dan banyak pisang 😀
Kebayang asrinya pekarangan nenek mbak Hanifa…terima kasih singgah di kebun ini
desa di ketinggian ini iklimnya bagus untuk bertanam sayuran ya mbak..
seneng ih lihat pekarangan menghijau begitu
semoga para petani dapat harga bagus dari tengkulak
Terima kasih Mbak a/n petani penghasil sayuran. Betul sekali alam pegunungan yg subur bagi sayuran.
Kalau melihat desa di pegunungan selalu terasa ‘seger adem tentrem’, apa lagi dengan hamparan ladang subur hijau. Baru sekarang lihat bunga kopi, ternyata putih dan cantik.
sebagai cucu gunung Lawu pikirannya sdh dicap dengan alam desa pegunungan yg seger tentrem hehe..
saat musim kopi berbunga waduuhhh dari jarak sekian km sudah tercium wanginya…