Melongok Gang Lombok
Saat wong gunung mendapat kesempatan ke Ibukota Propinsi, tempat priyagung nagari berada, terbayang hendak menikmati keramaian kota, mall yang adem kinclong. Namun, kali ini kami hendak blusukan melongok gang Lombok….
(gang) Lombok Memerah
Lombok artian sesungguhnya identik dengan tampilan ramping memanjang, rasa pedas panas kemramyas dan warna merah cerah. Dan itu pula yang kami nikmati selama melongok gang Lombok. Aneka aroma dan aktivitas membaur melabur gang sempit memanjang di pinggiran Kali Semarang. Aura negeri tirai bambu terasa di gang Lombok yang merupakan bagian dari kampung pecinan di Semawis ini. Merekam bagian sejarah pergolakan etnis, persaingan dagang, kejayaan saat berabad silam daerah ini menjadi salah satu daerah perniagaan, tongkang dan perahu melaju melalui Kali Semarang sungguh tak terbayangkan. Merajut mimpi bila suatu saat sungai ini menjadi bagian dari river cruise menyusuri bangunan kuna antik dengan cerita yang memikat.
Pesona gang Lombok ditandai dengan replika kapal Laksamana Cheng Ho, klenteng Tay Kak Sie yang bermakna Kuil Kesadaran dilengkapi dengan pujasera maupun bangunan kemasyarakatan khas etnis. Paduan klenteng, patung Cheng Ho dan Sang Budha menjadi bagian dari harmoni skala mikro. Pada jamannya jalinan religi, ekonomi dan budaya ini tentunya megah, syahdu sekaligus gempita. Tokoh Khouw Ping dicatat sejarah sebagai orang berpengaruh, sehingga sungai sebagai nadi kehidupanpun dikenal sebagai kali Khouw Ping yang kian akrab dengan lafal Kali Ko Ping. Kini….kejayaan tersebut masih terasa aromanya meski kian samar dan terjepit di gang sempit, panas, merah serasa Lombok.
Pesona Lunpia Gang Lombok
Menikmati gang Lombok belum sah bila tidak mencicipi lunpia penganan khas Semarang. Ruangan sempit yang dikelola turun temurun ini terasa sesak oleh pengunjung, bahan masakan menggunung serta desis panas minyak di penggorengan.
Tim lunpia gang Lombok yang terdiri dari 3 bapak 1 ibu, dengan uraian tugas yang kompak khas. Bapak pertama membuat adonan isi, puluhan butir telor dikocok, ditumis ditambah irisan rebung matang plus bumbu, juga menggoreng gulung lunpia pesanan. Bapak kedua tiada henti menata lembar kulit, mengisi adonan serta menggulungnya untuk siap memenuhi pesanan lunpia basah maupun calon lunpia goreng. Bapak ketiga tanpa jeda mengisi besek dengan pesanan serta penyelesaian keuangan. Dan seorang ibu yang melayani pengunjung yang makan di tempat disambil menyiapkan perlengkapan.
Ketenaran lunpia gang Lombok mengglobal, pengunjung dari aneka penjuru berjubal. Tak dinyana kamipun juga berjumpa dengan alumni kebun yang bermukim di Jakarta yang juga singgah membeli lunpia sebagai pelepas rindu dan buah tangan dari Semarang. Melongok gang Lombok tanpa rasa kapok…
betul nikmati gambarnnya ae
____
Silakan….
Ping-balik: Antara Gang Baru dan Little India | RyNaRi