Salju di Musim Semi
Dalam keseharian, tak semua yang kita rencanakan berjalan seperti rancangan. Ini nukilan saat kami dolan ngulon, secara waktu dirancang dilaksanakan saat musim semi biar kami warga daerah tropis tidak kami thotholen kedinginan. Loh trus kapan mau lihat salju? diancang akan tetap menikmati salju di Titlis salah satu puncak Alpen. Setiap kejadian tetap bisa kami nikmati seperti perubahan cuaca yang tak terduga, semisal turunnya salju di musim semi di perjalanan kami.
Selasa, 18 April 2017
Pagi hari kami chek out dari hotel di Kota Venice, Italia Utara akan menuju negara Swiss dengan melintas bagian negara Austria. Pk 12an selepas toilet stop di perjalanan, mata kami nyalang melihat jajaran puncak Alpen yang terseimuti salju, bukankah Alpen memang pegunungan salju abadi. Beberapa menit kemudian, semua mata memandang keluar bus lah selimut salju menutupi hamparan sepanjang kira kanan jalan, mulai dari lapisan tipis hingga menebal. Inilah fenomena alam selalu ada kasus perubahan, salju turun di bulan April.
Ini salju perdana menyentuh kaki saya dengan penanda 20170418_121100 bukannya rajin mencatat hanya memanfaatkan penanda di kamera hape saja. Foto-foto lain diambil dari dalam bus yang berjalan, mohon maaf blur (alasan kurang lihai klik, hehe)
Siang hari kami singgah di kota Innsbruck yang cantik yang disajikan di postingan sebelumnya. Mendapat bonus guyuran hujan salju, kamipun norak-norak bergembira bersama pelancong antar negara berlarian di jalanan terbuka sekedar mendapat terpaan hujan salju yang lembut.
Selepas dari kota Innsbruck, hujan salju semakin menderas. Saat toilet stop berikutnya sekitar pukul 17an lapisan salju lembut di halaman parkir mencapai hampir 20 cm. Butir dan lapisan salju yang menyelimuti pohon cemara dan semak-semak kecil menjadi hiburan tersendiri bagi kami. Bersyukur salju tidak mengikuti kami memasuki Kota Zurich, Swiss .
Rabu, 19 April 2017
Agenda hari ini adalah perjalanan dari Zurich menuju Titlis menikmati wisata puncak Alpen. Menurut aneka paparan sahabat blog, perjalanan ke Titlis menghadirkan sensasi alam tersendiri dengan aroma awal musim semi, ladang menghijau, kawanan sapi di padang rumput hingga gemerincing gantungan kliningan sapi yang mengiringi naiknya cable car ke atas.
Ooh inilah salah satu anomali. Suhu di luar yang tercatat d penanda bus adalah 40C, teringat pelajaran guru fisika inilah volume air terbesar yang memuai maksimal di suhu 40C. Perjalanan menuju Titlis melewati kota Dallenwill disuguhi pemandangan khas pedesaan dengan rumah mungil di hamparan pertanian. Semua terlihat putih… hamparan sayuran di ladang bermahkotakan salju lembut, tumpukan kayu potong gelondong di tepian jalan berselimutkan gundukan putih. Hutan cemara ditepian jalan berkelak-kelok menanjak sepanjang perjalanan bernuansa putih.
Bersyukur saya membawa termos kecil berisikan wedang cokelat hangat, walah pembolang sepuh. Tralala…halaman parkir di Titlis juga berlapis salju tebal yang secara berkala dikeruk oleh kendaraan pengeruk salju untuk memudahkan parkir pengunjung. Ceria menanjak ke puncak Titlis semoga bisa disajikan dalam postingan lain.
Kamis, 20 April 2017
Setelah 2 malam menginap di Zurich kembali kami harus angkat koper melanjutkan perjalanan menyisir tepian Barat Jerman menuju Frankfurt dengan singgah di Titise yang kami sajikan dalam postingan mampir di desa Hansel dan Gretel. Ternyata jejak hujan salju melintas juga di perjalanan kami di kawasan black forest.
Yup inilah pengalaman menikmati salju di musim semi mulai dari Italia Utara, Austria, Swiss hingga awal masuk negara Jerman. Sekian hari menikmati salju, membuat kami mendesah lega, huwaduh nikmatnya ya tinggal di Indonesia tanpa harus sangat ribet mengenakan pakaian berlapis saat kedinginan didera salju. Sekaligus apresiasi dengan tingginya adaptasi keluarga yang bermukim di negara 4 musm yang harus siap siaga dengan aneka perlengkapan busana.
Betapa harus rajin dan disiplinnya petani di negara 4 musim karena setiap jenis tanaman memiliki persyaratan tumbuh di musim yang berbeda, sedangkan kita di negara tropika bisa bertanam sepanjang masa tanpa harus bongkar membongkar tanaman dengan waktu yang mepet. [kalau ini nukilan batin tukang kebun] Betapa kita tidak bersyukur bertanah air kaya dan makmur..
chris13jkt said:
Wah dapat pengetahuan baru nih, ternyata salju bisa turun juga di musim semi ya Bu
rynari said:
yuup Pak, serasa salju salah mangsa
bersapedahan said:
Titlis menjadi wisata favorit di Swiss .. pantas saja memang indah dan seperti di dongeng2, apalagi bagi orang Indonesia yang tidak pernah ketemu salju .. pasti jadi pengalaman yang sangat berkesan … apalagi sambil minum wedang cokelat hangat.
tapi memang bagi orang Indonesia .. suhu dingin bersalju buat menderita .. saya di 17 derajat saja sudah kedinginan bangettt apalagi di minus derajat …
rynari said:
Sensasinya senada dengan pelancong manca yg rela berjemur sunbath di pantai kita sambil minum es teh yg kita bilang lah panas2an membayar koq mau ya…
Salju tetangga terasa lebih menggoda.
monda said:
bawa untung lagi nih mbak,
anomali cuaca bikin warga negri tropis bisa menikmati salju.., dingin2 empuk ya mbak?
rynari said:
Ya mbak…selalu ada nikmat di setiap kejadian. Pernah ngalami salju rasanya bonus menyenangkan di perjalanan musim semi. Dingin2 empuk…
shiq4 said:
Wah jalan-jalannya seru melintasi banyak negara. Ceritanya lebih detail dong biar bisa ikut merasakan suasananya 😀
rynari said:
Terima kasih Mas….baik lain kali cerita lebih detail tuk berbagi suasana. Salam
naniknara said:
Berkat ketrampilan tangan dalam menjepret kamera, pemandangan yang tersaji indah sekali. Jadi pengen kesana
rynari said:
Wkwk Jeng Naniek…kebanyakan dari foto dalam bus…rasa naksir keindahan salju yang membuat mata kita menikmati eloknya salju ya.
Sebentar Jeng …Okto biar besar dikit..hayu cari beasiswa studi lanjut biar lebih ‘katog’ menikmati 4 musim. Salam
edratna said:
Wahh senangnya mbak Prih lihat salju….
Kedinginnan nggak mbak?
Lha saya ke Jepang musim semi udah kedinginan, padahal suhu kalau malam ya sekitar 10 derajat Celsius.
Pernah di Eropa mau musim gugur…wuihh dingiiin…..parah ya.
rynari said:
Ibu Enny..apa khabar? Hehe lumayan kedinginan jadi krubutan nih Ibu brukut dari kaos tangan hingga tutup kepala
Iya Ibu toleransi tubuh kita di belasan derajat sudah merasa dingin seperti di Dieng, Lembang.
Naksir mencicipi musim gugur nih Ibu. Salam