Tag
air terjun Sekar Langit, Desa Pagergunung Magelang, Jaka Tarub-Dewi Nawangwulan, sawah berjenjang, selada air
Saat Sekar Langit Mencokelat dan Pagergunung Mendung
‘Aku pengin dapat foto air terjun Sekar Langit saat sore cerah sokur berbonus senja jingga di perjalanan pulang’ demikian harapan Mas Tengah saat jalan-jalan sore. Bukankah sekar artinya bunga dan Sekar Langit adalah bunga dari langit yang memapar keindahan alam anugerah Illahi. Tempatnya tidak terlalu jauh dari air terjun Sumuran yang saya kunjungi sebelumnya. Hayook saatnya mendaki dan melipir trio Merbabu, Telomoyo dan Andong.
Saat Sekar Langit Mencokelat
Tik..tik..lah gerimis menitik saat kami sampai di tanjakan Salip Putih dan tambah menderas sehingga tandem mantel tak lagi nyaman dan kami masing-masing berlindung di balik mantel tunggal. Yah harapan tirai halus Sekarlangit di sore cerah kami gantikan dengan air terjun di kala hujan. Meski terselip rasa jangan-jangan airnya jadi agak keruh ya. Tingkat harapan kami turunkan lagi.
Memasuki areal wisata Air Terjun Sekar Langit di Desa Tlogorejo, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang suasana sangat sepi. Tanpa ada petugas kami menuruni tangga dan menyisir jalan setapak berbeton dari kawasan perkampungan memasuki daerah papringan alias kebun bambu. Kebayang teduhnya saat cuaca cerah karena rumpun bambu saling beradu di pucuk sehingga membentuk kanopi payung. Eits hati-hati yaa, jangan terpesona dan mendongak ke atas terus, jalan setapak yang meliuk di sepanjang tebing yang rawan longsor ini juga langsung bersentuhan dengan tebing curam di sisi satunya.
Bunyi gelegak aliran air memacu adrenalin kami, dan wuuiiss langsung anjlok sekian derajat. Hal yang tak terduga adalah rentang hujan di hulu aliran yang ternyata telah berlangsung sejak awal sehingga mewarnai aliran menjadi mencokelat kopi. Ya wis kita lihat saat Sekar Langit mencokelat tanpa rasa tercekat (halah…)
‘usai tangga ini akan ada jembatan bambu’ Aliran cokelat semakin nyata saat disebelahnya mengucur deras air bening dari bak tandon yang akan didistribusikan ke rumah warga. Kamipun stop balik kanan tidak melanjutkan ke air terjun. Bagi emak kebun air cokelat ini membabar warta tingginya erosi di daerah hulu. [Tak dinyana rasa penasaran Mas Tengah menikmati Sekar Langit yang diulang di sore hari berikutnya yang lumayan cerah juga kandas karena mendekati posisi tetiba dihadang hujan deras lagi, tak semua yang kita inginkan terpenuhi hehe, lain kali lagi…]
Pagergunung Mendung
Keluar dari kawasan Sekarlangit hujan berhenti meski masih terasa mendung. Salah satu tikungan di Desa Pagergunung, Kecamatan Ngablak, Magelang menyuguhkan panorama sawah berjenjang dan naungan sepasang gunung yang saling berhadapan. Mari tengok gagahnya G. Telomoyo….begitupan G. Andong diseberangnya. Terima bonus manis kamipun menikmati hamparan selada air di persawahan ini.
Membiarkan Mas Tengah asyiik dengan kameranya, emaknya menikmati dengan cara berbeda. Loh bukannya air terjun Sekar Langit sangat lekat dengan legenda Jaka Tarub dan Dewi Nawangwulan. Bagaimana Jaka Tarub ‘menawan’ Nawangwulan dengan menyembunyikan selendangnya saat para dewi mandi di telaga. Nawangwulan mendampingi Jaka Tarub dengan kearifannya menata rezeki padi yang tak pernah habis. Rasa penasaran Jaka Tarub meluruhkan janji kepada sang Dewi dan melunturkan semua hak istimewa yang selama ini mereka terima. Endingnya adalah tersingkapnya selendang yang disembunyikan Jaka Tarub dan sang Dewi kembali ke Kahyangan habitat aslinya. Menikmati meliuknya persawahan ini serasa menikmati pesona sawah berjenjang tangga kahyangan, Dewi Nawangwulan tetap melestarikan rezeki bagi keluarganya di bumi. Hamparan padi sebagian menghijau dan bagian lain menguning serasa berada di kawasan sawah berjenjang Bali. Panorama ini mengingatkan perjalanan ke Ranah Minang.
Cukup lama kami di sini menikmati alam dan keramahan petani yang mengizinkan mas Tengah memasuki persawahannya. Tegur sapa petani yang bergegas pulang ke rumah karena jelang Mahgrib. Saat azan bergema dan penduduk lokal bergegas ke mushola kamipun undur diri dari Desa Pagergunung.
Perjalanan kembali ke Salatiga kembali ditemani hujan yang menderas. Bahkan berbonus ban dalam baru karena saat melintas di dekat pasar Getasan terasa mak griyul weleh ban kempes. Hujan deras, senja makin gelap dan banyak toko tutup. ‘Silakan kembali naik ke arah pasar, kemudian masuk sekitar sekian meter. Rumah tingkat biru merangkap toko adalah bengkel Mas Salimin, semoga beliau berkenan membantu meski bengkel sudah tutup’ demikian pandu dari kebaikan hati penduduk yang kami temui. ‘Silakan ditunggu sebentar ya, Bapak baru mandi dan bersiap sholat Isya. Biar dibantu ganti ban dalam sebelum beliau taraweh’ sambut hangat seorang ibu muda di toko yang kami tuju. Wah ini bengkel jujugan, saat kami menunggu penggantian ban, datang pasangan menuntun sepeda motor dengan kondisi yang sama dengan kami. Kembali ibu muda ini menyeru ‘ditinggal saja motornya Mas, tidak sempat tambal ban karena antrian mengganti ban dalam (maksudnya kami), pakai motor saya saja pulangnya dan besok pagi tukar motor’ Ooh mereka saling kenal karena tetangga desa, terasa benar saling akrab saling bantu.
Saat Sekarlangit Mencokelat dan Pagergunung Mendung…. terentang banyak pembelajaran yang boleh kami petik. Setiap waktu menyuguhkan keindahannya sendiri.
Konsekuensi menjelajah alam ya Bu. Mau nggak mau kita yang harus menyesuaikan alam karena alam tidak bisa menyesuaikan dengan maunya kita
Seni menikmati alam ya Pak. Setiap suasana menyuguhkan keelokan khasnya baik kala cerah maupun mendung.
lihat air terjun memang cocoknya pas musim hujan … tapi bisa kena resiko hujan seperti begini … kalau musim kemarau … airnya seret .. jadi kurang indah
Sumuhun Kang, setiap musim menyuguhkan keindahannya sendiri yaak.
Kok saya ndredeg sendiri ya ngeliat foto tebing rumpun bambu itu.
idem Jeng, saya minta tolong Mas Tengah untuk fotoin dengan pesan hati2nya
Waah bonus terakhirnya sangat berkesan sekalo mbak prih. Meski ga keturutan lihat air terjunnya.
Ternyata bener, masih banyak orang baik di negri ini :’)
Yg rela meminjamkan motornya kpd org asing supaya tidak kemalaman sampe rumah
Selalu ada keindahan di balik hal yg tidak terlalu diinginkan.
Betul paseduluran yg tulus dg ringan pemilik bengkel meminjamkan motor buat tetangga desanya yg sdh dinanti kelg di rumah. Guyub rukun…
Ibu…maafkan baru bisa dolan lagi di sini..dan terpesona dg foto2 & untaian kata yg terangkai.. Hm, jadi ingin ke Sekarlangit juga aah…
Santai saja Diajeng mari utamakan tugas nyata keseharian. Sekarlangit menunggu sekar pesisir..
Kangen saya jalan-jalan ke tempat seperti ini.Terbayang kesejukannya 🙂
jalan ke alam kesukaan Keke dan Nai kan Jeng Chi. kangen postingan wanadri di rumah maya kenai.
wah senang mbak bisa ngikuti mas tengah hunting foto…
datang lain kali di akhir musim hujan mungkin mbak, supaya jalan tak licin
tapi debit air terjun masih cukup banyak
Iya mbak, belajar membaca musim dikira Juni mulai terang ternyata masih sering hujan deras yaak.
Seru banget cerita Mbak Prih, mengikuti Mas Tengah yang hunting foto. Jadi kalau air sungai sangat keruh seperti itu berarti di hulu ada erosi hebat ya Mbak? Dan jalan di tepinya pasti tidak aman ya. Noted!
Hehe…iyo Uni Evi membuhul kebersamaan seraya berhujan ria. Membaca suratan alam penanda erosi dan rawan longsor saja. Salam hangat
Sungguh indah pemandangannya..ingin rasanya menuju kesini..hijau royoroyo
Mangga Mas..blusukan nggunung sawah nih..