Tag
Bromo – Tengger Nan Eksotis, Bukit Tunggangan, Desa Wanakitri-Tosari-Pasuruan, ekosistem pegunungan Tengger, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Warung Kopi Karunia Petra
Bromo – Tengger Nan Eksotis
Menikmati pemandangan indah adalah kesukaan semua orang, tak dibatasi di seputar tempat tinggal keseharian kita ataupun harus meluangkan waktu mendatanginya. Keindahan terpantul dari rekaman indera penglihatan pun juga dibalut keterdekatan rasa penikmatnya. Bromo – pegunungan dan kaldera Tengger sangat indah permai, pernyataan yang jamak ditengarai dengan luar biasa banyaknya pemberitaan dan mampu menyedot pengunjung dari aneka asal tinggal.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, eksotis bermakna memiliki daya tarik khas. Bromo – Tengger memiliki daya tarik khas manakala keindahan alam diinteraksikan dengan masyarakat yang tinggal di kawasan ini. Saat penglihatan fisik mata kita diwarnai dengan pandangan kehidupan masyarakat ‘empunya’ Tengger, Bromo – Tengger menjadi eksotis.
Postingan ringan ini hanya akan berbagi bagaimana cara kami menikmati Bromo – Tengger dengan mudah. Kami meminta Mas Mbarep menjadi ketua pejalan yang segera mengontak Mbak Luluk dari Wonokitri untuk memfasilitasi kami dari transportasi maupun akomodasi.
Untuk urusan penjemputan di Malang pun mengantar kami undur dari kawasan Bromo-Tengger ke Sidoarjo, dikawal Mas Wawan teruna Tengger dari Wonokitri. Jelang senja kami baru keluar dari Malang, mas Wawan membawa kami melintasi jalur Jabung, mendaki bukit Tunggangan melintas langsung ke Wonokitri, memangkas jalur Singosari – Lawang yang padat di akhir pekan. Nada bangga berbalut hormat teruna Tengger saat bercerita tentang komunitas dan wilayahnya mulai mewarnai cara pandang kami atas keelokan Bromo-Tengger.
Mbak Luluk menempatkan kami di home stay Bromo Indah Lestari di Desa Wonokitri milik Bp Sumarno pyayi Pati ramah yang meminang putri Tengger. Fasilitas home stay standar, kamar mandi di dalam dengan air panas serta air minum panas dingin di ruang tamu. Santapan bisa disediakan asal ada permintaan sebelumnya mengingat fasilitas belanja yang terbatas.
Warung Kopi Karunia Petra….inilah tempat mbak Luluk, tepat berada di depan loket pembayaran masuk gerbang Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru (BTS) desa Wonokitri desa teratas jalur masuk dari Kecamatan Tosari, Pasuruan. Masakan mie instan terenak adalah saat lapar di malam dingin, posisi jauh dari rumah dihidangkan dengan keramahan rumahan. Saat kami minta tambahan cabe untuk diklethus, mbak Luluk agak heran dan menyajikan cabe beserta talenan. [Haha…lah cabe gindhut mirip cabe Dieng, pantesan beliau heran koq mau diklethus.] Labelnya warung kopi, tetapi mbak Luluk mencoret kopi dari daftar belanjaan kami, ‘ini suguhan kami, karena mas mbarep sekeluarga adalah bagian keluarga kami’ Rumah inilah yang menampung saat mas mbarep dan kawan-kawannya menikmati Bromo-Tengger lanjut ke Ranu Pani hingga Ranu Kumbala jalur Semeru, ditemani oleh ayah beliau, Pak Keno sesepuh Wonokitri, tahun silam. Mas Tengah pun menikmati diantar Pak Keno malam itu menanjak ke Penanjakan 1 demi milkyway yang membuatnya kegirangan dengan hasil foto memuaskan.
Pak Eddy putra Tengger lah yang mengantar kami menikmati fajar, lanjut wisata kaldera Tengger. Bincang dinihari dengan tuan rumah dan pengemudi semakin mendekatkan kami dengan ekosistem Tengger ini. Sejarah Wonokitri, upaya babat alas warga hingga jalur wisata menjadi lebih nyaman dilalui. Tatanan masyarakat dan hubungan timbal baliknya dengan alam kawasan Bromo Tengger Semeru. Ternyata Pak Eddy adalah kakak kandung Mas Wawan masing-masing adalah kakak dan adik ipar pemilik Bromo Indah Lestari.
Catatan ringan menikmati Bromo-Tengger nan eksotis dengan kawalan rasa masyarakat Tengger. Terima kasih ya mbak Luluk (+62852 3171 1955, 0855 3210 530, WA 0813 3455 6900) yang telah memfasilitasi kami, mohon maaf untuk kekurangan kami sebagai pembelajar Tengger. Semoga lain kali bisa datang lagi menginap lebih lama di Wonokitri.
walau dingin menggigit, tapi masih ingin kembali ke Bromo..yang cantik
Menggigit tapi rindu ya Mbak….ayoo ditunggu di Dieng Culture Festival loh
Jadi ingin menikmati keindahan Bromo juga nih bun. 😍
Tapi kalau musim liburan pasti ramai ya.
Upayakan saat hari biasa bukan di musim libur Gung, bisa lebih tenang apresiasi keindahannya. salam
Aku senasib sama Mbak Evy nih Bu. Terakhir ke sana sudah tidak nyaman lagi untuk menikmati keindahannya. Terlalu penuh pengunjung.
Berkunjung lagi saat low season ya Pak Krish. Itu pula yang kami lakukan, saat yg lain berjejal di penanjakan kami melaju ke savana ujung. saat lewat arah kawah Bromo antrian panjang kami tak jadi singgah.
ibuuuuu….Bromo memang eksotis yah, ga bosan berkali2 ke sana..
Semoga lestari Bromo nan eksotis dengan peran semua pihak termasuk pengunjungnya ya Neng Orin
Terakhir ke Bromo waktu masih SMA, masih inget saat kecapekan jalan menuju atas Bromo. Pulangnya hujan deras, angin besar pula 😀
Jadi kenangan tak terlupakan ya Jeng, lah penuh perjuangan.
Bu, udah pernah nyoba ke jazz gunung di sana? saya pingin banget tahun ini bisa ke acara itu
Yang pernah dengar Jazz gunung di Dieng. semoga mbak Sekar bisa menghadiri acara jazz gunung tahun ini. menarik ya perpaduan jazz di udara gunung nan dingin. Salam
iya bu, aamiin 🙂
Foto gunung Bromo nya bagus Yu …
Saya belum pernah ke sana
salam saya
Terima kasih Dhimas. Hanya masalah prioritas waktu koq. Salam
Bromo selalu menawan. Saya khawatir makin ramai pengunjung ada yang tidak peduli kelestarian. Lalu ada juga kekhawatiran segala sesuatunya diukur uang, artinya jiwa kapitalisme mulai menggerogoti.
Sepakat Uda. Postingan ini juga melibatkan ‘rasa masyarakat Tengger’ dengan harapan yg sama. Pengunjung hanya menikmati sekilas, kalau perubahan lingkungan yg merasakan masyarakat setempat. Saling menghargai tatanan alam dan masyarakat, saling menjadi berkat. Salam
Bromo bagaimanapun tetap mempesona yah mbak Prih. Dulu saya datang ke sini tidak tahan ramai dan dinginnya. Mesti datang lagi pas low seasons
Uni Evi, menikmati Bromo usai fajar pun tetap cantik koq. Fajar cantik di kemarau dibarengi dengan rendahnya suhu yang mengundang gigil tubuh.
Bromo memang menawan. Deket rumah. Dlu pernah gowes di lautan pasir dan camping disana, bersama desir angin dan awan. 👍
Gowes dan nenda di kaldera-nya ya Hafidh, brrr dingin terpaan angin dan pasir halus. Tour de Bromo ya.
Bahagianya Hafidh bagian empunya Bromo.