Tag
Candi Pari dan Candi Sumur, legenda candi Pari dan candi Sumur, Racikan Kemakmuran Majapahit, wisata Sidoarjo
Candi Pari dan Candi Sumur, Racikan Kemakmuran Majapahit
Bagi tukang kebun, mendengar kata pari (padi) menghadirkan kelegaan, ada perlambang kecukupan pangan bagian kemakmuran. Kata pari mengait pada kebutuhan air, bila dipadankan dengan kata sumur, rasanya saling melengkapi. Berbekal penasaran, salah satu agenda menikmati akhir pekan lumayan panjang awal Mei lalu di Sidoarjo, kami menelusuri Candi Sumur dan Candi Pari. Menurut peta, kedua candi yang berada di Desa Pari, Kecamatan Porong ini hanya berkisar 20 menitan perjalanan dari alun-alun Sidoarjo.
Selepas Kota Sidoarjo ke arah Malang, tanda arah Candi Pari ke kanan terlihat jelas, namun untuk mengesekusinya kami membutuhkan perjuangan karena maraknya jalan layang. Ternyata harus mengikuti jalur Gempol ke arah Surabaya yang kemudian berbelok ke kiri. [Bagi pengunjung dari arah Malang relatif lebih mudah, arah tanda panahnya untuk diikuti] Kamipun memberi aba-aba kepada keponakan yang mengemudi kendaraan untuk pelan-pelan saja karena tampilan candi tidak menjulang seperti Candi Prambanan ataupun Borobudur di Jawa Tengah.
Matahari tepat berada di kulminasi atas saat kami menapaki halaman Candi Pari. Serombongan Pramuka sedang melaksanakan kegiatan di lokasi Benda Cagar Budaya ini. Menuju ke bagian informasi, tidak ada buku khusus tentang kedua candi ini, mendapat buku kecil tentang daya tarik Kab Sidoarjo baik dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Bersyukur atas kegesitan dinas terkait, tepat sesudah kami datang turis asal Inggris yang berniat mendatangi candi-candi Majapahit.
Candi Pari, satu dari beberapa candi Hindu di Sidoarjo yang kondisi fisiknya paling utuh sehingga PemDa memberikan prioritas dalam pemugarannya. Berbahan batu bata merah, wujud candi berbeda dengan candi Majapahit lainnya yang umumnya tinggi langsing berpinggang di tengah. Candi Pari lebih menampakkan bangun piramida trapezium di bagian atap, sedikit agak ndhengguk tanpa pinggang, yang menurut penjelasan buku wisata tersebut berpola Candi Khamer (Birma) dan Champa (Thailand). Bukti kebesaran Majapahit yang melakukan akulturasi budaya antar bangsa, kepiawaian Majapahit untuk mendapatkan akses hulu hilir hingga dikuasainya Porong yang konon merupakan bagian dari kerajaan Jenggala sebelumnya. Mengamati polosnya pelipit atap, model sambungan penguat antar sisi dinding, model ventilasi candi Pari menghadirkan kekaguman. [untuk sejarah dan arsitektura candi di luar ranah pemahaman saya]
Tak jauh dari Candi Pari, mari masuk ke jalan yang lebih sempit memasuki pekarangan penduduk, inilah penampilan Candi Sumur. Tidak ada petugas, penduduk yang rumahnya persis di sebelah candi juga kesulitan ditanya asal muasal nama sumur. Ini kutipan dari buku saku yang kami peroleh di tempat [“Sumur Temple and Pari Temple are built to commemorate place where friend/adoptive brother of Prabu Brawijaya son and his wife that refuse to live in Majapahit in that era”]
Mengingat kondisi fisiknya, mari bersama kita menjaga kelestarian warisan sejarah budaya bangsa ini ya para sahabat pengunjung…. mengamati dari bawahpun tetap mendatangkan rasa adem mewarisi bangsa yang besar…
Meski saya tak berhasil mendapatkan ‘pari’ dan ‘sumur’, berharap mendapatkannya di Museum Mpu Tantular, hanya meréka harap seperti pada legenda Nawangwulan kiranya berkah pari bagian dari kecukupan pangan selalu menaungi negeri ini. Begitupun sumur yang memancurkan air dari perut bumi menjadi pengingat pengelolaan sumber daya alam perut bumi Nusantara agar lestari sebagai racikan kemakmuran semesta. [Nama Candi Pari dilekatkan pada legenda moksanya Ki Jaka Pandelegan di tengah tumpukan padi, sedangkan Candi Sumur dengan tempat moksanya istri beliau, Nyai Lara Walang Angin saat mengisi kendi di sumber air]
chris13jkt said:
Itu yang di Candi Sumur koq seperti ada kerangka penguatnya ya Bu? Itu kerangka untuk menjaga dari keruntuhan atau memang sudah ada dari dulu, Bu?
rynari said:
Tambahan Pak Krish, untuk memperkuat. Semoga pengunjung juga ikut menjaga kelestarian Candi Sumur.
winnymarlina said:
ternyata di sidoarjo ada candi menarik begini kak, mirip candi bahal
rynari said:
Candi Bahal yang di tanah leluhur Winny kah?
winnymarlina said:
iya kak
MS said:
aah mbak lanjut ke candi Sumur ya, ilang deh penasaran merasa terwakili he..he..
baca kisah candi Pari dari blognya Gara aku jadi nyesal cuma sebentar di situ he..he..
rynari said:
Setiap kunjungan menyisakan rasa yg belum tuntas mbak, bisa jadi pengungkit minat mengetahui dari sumber lain. Salam
alrisblog said:
Kalau tak dirawat ini batu bata candi bisa habis dimakan panas dingin cuaca. Ada bahan khusus pengawetnya. Semoga pemda peduli, sehingga salah satu bukti peradaban ini tak hancur.
rynari said:
Tumben Uda ketangkep spam..
Semoga setiap pihak mendukung upaya Pemda memelihara warisan peradaban ini ya melalui perlindungan teknik hingga rasa memiliki dan menghargai dari setiap pengunjung
@eviindrawanto said:
Kedua candi merupakan simbolisasi harapan untuk kesejahteraan sepertinya ya Mbak Prih. Melihat ringkihnya fisik Candi Saya berharap tidak ada yang kepikiran untuk naik ke atas untuk berfoto selfie. Apalagi kalau beramai-ramai bisa rubuh sepertinya. Semoga kita semua bisa melindungi cagar budaya ini
rynari said:
Sepakat Uni Evi, setiap kita terpanggil untuk merawat peninggalan budaya maupun keelokan alam ya. Salam