Tag

, , , ,

Plesiran di Gangsiran Aswotomo

Saat menikmati film dokumenter di Dieng Theater kawasan Museum Kailasa pada kunjungan Desember 2014, salah satu fragmen yang menggelitik adalah keberadaan gangsiran Aswotomo. Kini menyempatkan mengunjunginya di penghujung Oktober 2015. Letaknya di sudut luar kompleks Candi Arjuna di dekat museum Kailasa.

Gangsiran Aswotomo

Gangsiran Aswotomo

Serasa penikmat alam mari rentangkan asta buka netra…. Nun di ujung sana adalah Telaga Balekambang di dasar cekungan Dieng Plateau. Mengikuti tuntunan Hyang Widhi di kawasan cekungan inilah layak dibangun griya pamujan (bangunan ibadah) bagi Di Hyang (gunung bersemayamnya para dewa). Rasa akal budi mempertimbangkan, bila….air dari Telaga Balekambang meluap oleh tingginya curah hujan, bukankah berpeluang menggenangi pelataran griya pamujan yang kelak bergelar komplek Candi Arjuna?

Gangsiran Aswatomo bukti cinta leluhur bagi keturunannya

Gangsiran Aswatomo bukti cinta leluhur bagi kita keturunannya

Rasa karya cipta menuntun…. Bila gangsir [sahabat jangkrik] ciptaan Tuhan mampu bernafas di dalam tanah dengan membuat terowongan udara, mengapa kita titah berakal budi tak menirunya? Mari satukan semangat menjaga kesucian griya ibadah dari cemaran dengan membangun kanal, saluran dalam tanah untuk mengantisipasi meluapnya air Telaga Balekambang.

Gangsiran Aswotomo-kanal tempo doeloe

Gangsiran Aswotomo-kanal tempo doeloe

Bukti nyata karya cipta leluhur yang sungguh mencintai keturunannya tetap lestari hingga kini. Gangsiran Aswotomo adalah wujud nyatanya. Sumuran penampung air dari kanal tertutup untuk kemudian dialirkan ke tempat yang lebih rendah lagi. Konsep membangun kawasan secara holistik ekologis dengan dasar bakti kepada Hyang Widhi, cinta kepada alam dan sesama titah serta tanggung jawab kepada generasi penerus telah dicanangkan. Konon saluran pembuangan dari gangsiran Aswotomo ini terentang jauh hingga ke luar kawasan dataran tinggi Dieng bahkan hingga ke Pekalongan. Gangsiran Aswotomo menjadi monumen keteladanan sanitasi dan drainase bangunan out door melengkapi indoor yang saya posting di gorong-gorong Lawang Sewu.

Apakah gangsiran ini kini masih berfungsi? Bila Tembang Sang Dewi mengabarkan volume telaga kian menyusut, perlukah gangsiran Aswatama bekerja? Saat menikmati gangsiran Aswotomo ini, mari memberi kesempatan hati sejenak menengok ke masa silam, menghayati keluhuran budi para pemikir pembangunan Candi, merasakan kerja keras dan kerja sama pelaku pekerja gangsiran dengan teknologi yang ada pada zamannya. [Pastinya akan menunda niat jahil kurang terpuji seperti membuang sampah yang kini memenuhi dasar sumuran gangsiran] Mari…mari…plesiran di gangsiran Aswotomo

Catatan:

Gangsir: mengingatkan masa kecil saya saat bapak libur dari ngasta/bekerja kami anak2 diajak bapak ke kebun seraya ndangir pokok singkong, kami diajari ndhudhuk gangsir yang berbadan gemuk dan gurih saat dibakar, hm pemenuhan protein hewani ala kebun.

Aswotomo adalah putra Resi/Begawan Durna penasehat spiritual bangsa Kurawa, mengingatkan saya pada postingan di wijikinanthi kawi lima putra priya Dahyang Durna, wangsalan dan kearifan lokal.