Tag
demam Cinderella ala kebun, hastungkara, kereta kencana, limbuk-cangik, mangsa mareng, pawiyatan, suara garengpung, transformasi anak singkong
Demam Cinderella ala Kebun
Bagian dari kegiatan tilik anak secara berkala di periode Maret 2015….. Ritual tak pernah berubah secara frontal, nyusuh di salah satu pohon, bergantian kleper sejenak singgah di pohon 5B, 6S maupun 7S, ranting Mbarep maupun Tengah. Kemudian grudukan mengunjungi alas kecil mencari thotholan bersama. Mengulangi keriuhan ternak kenari sebelumnya, kami grudukan ke kandang gajah putih (white elephant) di alas Kasablanka. Menangkup asta, hastungkara untuk berkat tiada terkira.
Pengunjung yang membludag di hari libur. Salah satu titik kerumunan adalah kereta kencana berbadankan labu yang konon kendaraan Cinderella saat bermetamorfose dari gadis abu ke putri sosialita keren. Dengan modus menggandeng lengan keponakan si little E, saya mendekati kerumunan. “Mau foto di kereta kencana?” “Nggak mau budhe, itu kan untuk para cewek” Hah si kecil sudah mulai memilah peran menandai bahwa kisah putri dan pernak-pernik pink aneka produk yang digelar sebagai dagangan yang mendampingi pemutaran film kawentar tersebut adalah bagian para putri. Hingga saatnya kelak Nak, jadi pangeran yang mengerti hati Cinderella.
Demam Cinderella di Kebun
Mbok Cangik sungguh kebingungan, mendapati gendhuk Limbuk tumben keranjingan asiik di kebun. Bercaping, berkebaya tanggung…gayanya sibuk matun (menyiangi) yang tanpa disadarinya lebih sering mencabut tanaman utama dari pada gulmanya, lah Limbuk lupa membedakan mana sawi mana rumput pengganggu. Suaranya hingga parau berupaya menghalau burung di persawahan, yang tanpa disadari dandanan dan melodi penghalaunya justru mengundang burung gelatik menyambangi malai padi bernas. Keringatnya menganak sungai membasahi wajah dan tubuhnya.
“Ndhuk, koq nyalawadi tenan ya tindak-tandukmu hari ini” “Ada apa sih”
“Ng…gini loh Mbok, bukankah perjalanan Cinderella berawal dari putri yang teraniaya” “Kalau Limbuk berpenampilan seperti gendhuk terlunta, paling menderita sedunia siapa tahu kisah Cinderella menghampiriku”
“Walah ndhuk, la wong kisah koq ya direkayasa. Wis ayo bantu simbok saja membuat bothok mlanding kesukaan Bunda Saraswati”
Perpaduan kisah dan alam sungguh bermurah hati, nyembadani (mewujudnyatakan) impian gendhuk Limbuk. Alkisah datanglah kereta kencana dari labu berukuran triple XL yang memuat tubuh gendhuk Limbuk. Jalan cerita tidak membawanya ke pesta mewah di istana namun ke rumah gebyok magrong-magrong milik juragan singkong asesilih Sentika dari Alaswangkal (Lintang Kemukus Dini Hari-bag ke 4, buku ke 2 Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Sastrawan dan Budayawan Ahmad Tohari, Gramedia 1985).
“Belajarlah ngger, cucuku gendhuk Limbuk….perhatikan dengan sungguh bagaimana tangan emas Sentika mengubah paradigma singkong simbol kemiskinan menjadi sarana kemakmuran para buruh dan tetangganya. Singkong pula yang mengantarkan Sentika pada strata sosial yang sederajat dengan Lurah simbol kekuasaan. Waktumu berada di Alaswangkal ada batasnya, saatnya alih mangsa ditandai dengan seruan ngier-ngier garengpung itu saatnya kamu pulang ke simbok” Demikian petuah alam.
Kebun singkong juragan Sentika menjadi pawiyatan kehidupan bagi gendhuk Limbuk. Perubahan paradigma, bekerjasama dengan alam melalui kemampuan membaca tanda-tanda alam. Belajar manajemen pemasaran ala juragan yang berbeda dengan pelaku chandak kulak. Ada waktunya manajemen juragan Sentika mengajak gendhuk Limbuk studi banding ke rumah bu Ida di rumah ketela Borobudur, wanita inspiratif yang mengubah singkong menjadi penggerak ekonomi UKM.
Belajar dari kisah Cinderella, gendhuk Limbuk mendadak manut tertib, dia pulang tepat saatnya mangsa mareng (peralihan penghujan ke kemarau) ditandai bunyi ngier-ngier garengpung pertanda wedharing wacana mulya. Simbok Cangik menaikkan puja hastungkara, tak perlu menembang “Gendhuk Limbuk, kapan kowe bali?” ala Mas Didi Kempot. Tak ada kisah pangeran galau menenteng sepatu kaca, gendhuk Limbuk sadar dimana harus membuat sepatu kaca berukuran 47 karena menurut Jeng Wiki, sepatu wanita pabrikan tak sampai ukuran tersebut.
Bagaimana kisah Limbuk pasca demam Cinderella?
Hahah sepatu kaca 47 gede bangeeeeetttt…
Aku cukup 36,5 saja.
Tapi nonton Cinderellla di bioskop kemarin, memang jalan ceritanya sama, tapi dikemas jadi bagus dan mengharukan sekali…. hihih
_____
Kelihatan ngayalnya kan Jeng Zee….
Betul Jeng, pendengaran dan penglihatan kita akan dibuai oleh apiknya penggarapan film, kerabat yang nonton film ini bercerita sangat puas nontonnya.
untung sepatu kaca Orin nomor 38 aja Buuu *halah* hahahaha
___
Uhuk bersamaan ngebodornya ya Orin. Hatur nuhun Neng, kumaha wartosna?
Ngebayangin sepatu kaca ukuran 47 .. hehehe
____
hehe si tapak kaki puanjaaang…
Saya kirain cerita Cinderella beneran, hehe…
Tapi keren kok cerita mba Prih.
____
Ini Cinderella kebunan aja Pak Alris….
Ibuuuu…
aku pikir beneran cerita tentang Cinderella yang lagi happening itu, ternyata parodi nya tooh hehe..
Kemaren kebeneran abis nonton Cinderella bareng anak2 dan Fathir pun gak mau foto didepan posternya lho buuu…sama dengan Little E…sepertinya takut dibilang kurang macho…bhahahaha…
____
Teteh…. hehe itu Cinderella ala kebunan ikutan mejeng….
Toss Fathir, ternyata pangeran-pangeran kecil ini sangat peduli dengan status macho dan cowok yang berseberangan dengan pernak-pernik putri ya.
Jadi cerita Gendhuk Limbuk di atas masih ada sambungannya ya Bu?
_____
Belum tahu Pak Krish, seringnya sih genduk Limbuk bosenan lalu buat judul baru dan kembali tak dituntaskan, hehe….
Sama kayak mbak Nanik, aku bacanya juga harus pelan2 biar paham artinya 😀
___
Hehe….jawaban idem…semakin menguatkan semangat untuk belajar penyampaian dengan alur pikir jelas tanpa mbundhet-mbulet.
Terima kasih Jeng Lis tuk kesediaannya membaca coretan dari kebun
Bacanya harus pelan-pelan ini, pakai mikir pula biar paham maksudnya 🙂
____
Hehe….pelajaran untuk belajar penyampaian dengan alur pikir jelas tanpa mbundhet-mbulet.
Terima kasih Jeng Naniek tuk kesediaannya membaca coretan dari kebun
Mbak Prih jago banget bikin cerita2 bernuansa perwayangan Jawa Begini…
____
Hehe bukan pewayangan Uni Evi, hanya cerita kebunan saja….
wua ha..ha.., mbakku lagi mbanyol hari ini, …, di mana dapat labu triple XL . dan sepatu nomor 47
ayo mbak bukukan serial Limbuk
_____
Hehe lagi latihan mbanyol sambil kedip-kedip sepatu kaca Mbak….
Menurut Simbok Cangik, diminta berguru dulu….