Eksotisitas Telomoyo
“Mbakyu, ikutan kami ke Telomoyo yook….” Lah, mana kuat mendaki gunung…..itulah alasan penolakan awal saya. Namun terawangan keelokan gunung Telomoyo yang terlihat bagaikan anak Merbabu dari Kota Salatiga sungguh menggoda. Apalagi bila dipandang dari ladang gandum sungguh gunung ini gagah dan terlihat sangat dekat. Nekad yook… Konvoi mini terdiri dari empat Bapak, satu Emak dengan 2 anak-anak berarak dari Salatiga, mendaki ke arah lereng Merbabu dan berbelok ke kanan dari pertigaan Salaran mengikuti penunjuk arah ke Kali Pancur.
Melewati pertigaan penunjuk Kali Pancur terus mendaki menuju pos Dusun Dalangan, Desa Pandeyan, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang. Perjalanan dimulai, melapor di pos yang dikelola oleh Karang Taruna Dusun Dalangan, retribusi per orang 2K dengan penuh semangat kami beranjak di penanda 08.12 pm. Jalur ‘pendakian’ yang memanjakan, tak perlu predikat pendaki untuk mendaki karena sesungguhnya sepanjang 7 km menuju puncak adalah jalanan mobil yang semula beraspal mulus. Iring-iringan pemuda/i mendaki dengan motornya, memandang sedikit aneh kepada kami pejalan kaki di jalan mulus.
Udara gunung sejuk, terik matahari belum menyengat dan keramahan petani di kaki gunung yang subur sungguh terasa. Hamparan tembakau di sela tumbuhan jeruk, gundukan kol yang siap diangkut ke pasar. Aroma pupuk kandang berbaur dengan bau humus tanah tanah. Hanya dalam hitungan belasan menit langkah riang dan ringan jadi tersendat.
Rupanya Pos Dalangan adalah dusun teratas di lereng Telomoyo. Selepas ladang penduduk, jalanan berganti kelerengan dari agak mendatar dan lurus menjadi berkelok mendaki. Ooh pendakian semakin terasa…. Peralihan dari ladang penduduk ke hutan pinus yang segar tak mampu membendung nada ngos-ngosan. Konvoi kecil yang semula berbareng menjadi berlapis kecepatan. Ternyata oh ternyata sesanti silakan yang lain naik, saya menunggu di warung pecel tak berlaku karena jalanan sepi tanpa pemukiman. Saatnya call a friend.. berbekal kartu pass dari pos, saya mencoba meminta bantuan ojek..oh ojek untuk menggendong ke atas. Panggilan tak berhasil, sehingga salah satu kami memutuskan turun untuk mengambil motor yang kuat sekaligus untuk melangsir anggota yang tercecer dalam perjalanan muncak.
Reeeng….berpegangan erat di boncengan motor kami mendahului teman-teman yang sudah terberai menjadi 3 lapis dengan perbedaan jarak yang signifikan. Naik naik ke puncak gunung …. Selepas hutan pinus berganti dengan semak perdu, diiringi kabut yang cukup tebal sehingga jarak pandang sangat terbatas kami sampai puncak yang sangat sepi. Rupanya para ‘pendaki’ bermotor yang lain hanya bermaksud hingga pertengahan ketinggian. Menurut cerita di lereng Telomoyo banyak ditemui ‘orang pintar’ motor terparkir pengendara muda menghilang dan tiba-tiba kembali muncul…
Ini dia parade tower di puncak Telomoyo sekitar 1 888 mdpl yang membikin penasaran dari kejauhan. Ada tower PLN, Telkomsel, sejumlah radio, TV.
Saat turun selain teman pelangsir dan putranya yang berusia 8 tahun, kami berlima memutuskan berjalan kaki. Jalan menurun (meski ternyata ada 2 tanjakan di jalur menurun) sejauh 7 km itu ternyata tak terlalu mudah bagi kaki. Hingga kembali ke pos tak berpapasan sama sekali dengan pejalan kaki diantara gugusan penikmat Telomoyo.
Masih ditemani kabut kami melewati dua landasan olah raga gantole, sekilas landasan ini mengapung di hamparan kelabu, saat sedetik kabut tersibak terpampang pemandangan alam yang sangat cantik. Pantesan banyak tempat istirahat mengarah aneka tebing dengan daya pukau Rawa pening, ada sudut ke arah G. Andong, atau si kembar Sindoro-Sumbing, Ungaran dan tentunya Merbabu.
Tanjakan dan turunan terjal di daerah puncak di beberapa tempat menunjukkan singkapan geologis yang cantik, lapisan tanah sangat tipis tepat di atas batuan induk penyusunnya. Lereng terjal dengan curah hujan yang tinggi rentan longsor (land slide) yang membuat terhambatnya jalur kendaraan agak besar naik turun puncak Telomoyo.
Daya pikat pemandangan dan karakter geologi Telomoyo membawa penelusuran ke van Bemmelen tentang sesar Ungaran-Merapi (nyut nyut terasa lemotnya daya tangkap akan pelajaran geologi Eyang Rahmat)….. Yok nikmati hijaunya dedaunan…. Perubahan zona ekologi dari perdu semak ke daerah lereng tengah hutan pinus menghasilkan siluet cantik. Sepanjang jalan turun mata nyalang tak bersua dengan kantong semar (Nepenthes) yang ditengarai makin langka di Telomoyo….
Meski pandangan sangat terbatas oleh kabut secara berkala meski hanya sesaat pun samar, cakrawala membukakan tirai elok menyuguhkan eksotisitas pemanggil Telomoyo. Harapan suatu saat berkunjung kembali di cuaca cerah….
Helaan nafas lega saat Dusun Dalangan menampakkan diri dari pinggang Telomoyo. Menara kembar masjid di dekat pos Dalangan menegaskan perjalanan menurun hampir berakhir. Dua jam 32 menit alias 152 menit, kaki ini menahan bobot tubuh seraya menyeretnya ke awal pendakian. Untuk kenekadan ini, Emak mendapat sertifikat kategori mlanjer ataupun njarem selama sepekan yang ditandatangani oleh Yu Par(e)mi dan Kang Par(e)man, hangatnya borehan parem dan rendaman air hangat bergaram sungguh membantu melemaskan kaku betis. Kapok ke Telomoyo, hm rasanya tidak (ojek oh ojek….) Yook menikmati eksotisitas Gunung Telomoyo….
Wah hebat Bu Prih masih bisa sampai ke puncak Telomoyo. Cuma koq ya puncaknya kotor sama aneka menara gitu ya Bu
___
Terima kasih Pak, dibombong muncak meski digendong ojek. Dari kejauhan kesan intervensi menara di puncak tak terlalu kelihatan Pak, begitu di lapangan terasa kontras antara puncak alami dan titipan ini.
Salam
pemandangan pegunungan itu selalu terihat menyejukkan, Mbak. Saya jadi pengen jalan-jalan ke gunung lagi 🙂
___
Selalu mengasyikkan mengikuti perjalanan Jeng Chi sekeluarga pecinta alam terbuka
Salam
Gara-gara di Gunung Tanggamus, saya jadi ikut ngos2an membaca kisah Mbak Prih naik Telomoyo….Ah ada kepuasan sendiri ya Mbak, even dibantu ojek naiknya 🙂
____
Blusukan merayap gunung bonus ngos-ngosan njarem pun dilakoni ya Uni Evi. Sepakat ada kepuasan sendiri ya Uni..
Salam cinta gunung
Baru nge-like belum komen disini, hehe
Serasa melihat pemandangan sekitar Lembang, mirip2 seperti ini.
___
Semakin rindu berkunjung ke Lembang nih Jeng Dey….
eh iya kelihatannya seolah2 Telomoyo digendong Merbabu ya mbak…
ayo mbak jalan yang kedua kali ke Telomoyo pastilah nggak secapek pertama.., pasti bisa tanpa bantuan jeng parem lagi
___
Pada bentang alam makro setiap bentukan muka bumi jadi bagian bentang alam yang menyatu ya Mbak, sehingga nampak saling menggendong. Jeng Par(e)mi dan Par(e)man yang bikin enteng …
cantiiik… tapi, puncaknya kok…. anti klimaks, hehe…
jempol kagem Bu Prih yang berhasil mendaki Telomoyo 🙂
___
Biar tergoda lain kali datang lagi nih Jeng..
Hehe naik dengan bantuan motor lah turunnya tinggal njojrok….
aku baru tau telomoyo nama gunung bun 🙂 jadi inget di Semarang ada hotel pakai nama telomoyo
___
Biar hotelnya ikutan sejuk ya Jeng, ada hotel Merbabu di Salatiga, hotel Salak dan Pangrango di Bogor…
Sudah dua kali saya membaca Telomoyo di blog ini. Hmm…, bener-bener eksotis, Mbak. Jadi kepengen ke sana saya. Sungguh 🙂
___
Seperti kami kepengen mencicip aura gunung Purba di Yogya
Mangga Pak, banyak komunitas bersepeda juga jajal genjot sepeda gunung
aaiih rindu kabut juga rindang pinus dan sejuk alam..
telomoyo yang sejuk dengan segala isinya, ibu pri sampe kan, ketika pendakian tercapai itu rasanya sesuatu ya bu, sungguh indah dan nikmat menikmati segala panorama alam yang tercipta..
** kapan bisa mendaki lagi ya sudah lama vakum…*rindu rimba raya
___
Bagi peri harum hutan, aroma pinus pasti ngangeni
Sampai dong ah…(meski digendong ojek haha…) dibayar tunai dengan turun full jalan kaki
Sesuatu banget perlu diulang saat cuaca cerah mengintip panorama puncak gunung
Hayuuu rehat sesaat jejak tapak alam.
Waaah asyiknyaa… kebayang juga capenya 🙂
___
Teteh kumaha wartosna?….resep pisan bonus capek hehe..