Merindu Susuh
Susuh atau sarang burung selalu mengingatkan pada masa kecil kami. Betapa kami bergembira saat melihat susuh burung di ranting pohon pekarangan. Mengendap-endap dalam diam mengamati sepasang induk burung merangkainya dari sampah dedaunan. Hingga saatnya mengintip beberapa butir telur burung bercangkang gilap. Semakin mendebarkan saat mendengar kaok kerinduan sang burung jantan pulang ke susuh membawa seberkas bebijian untuk induk betina yang sedang mengeram. Hingga saatnya cicit cuwiit beberapa anak burung menetas.
Ada saatnya terdengar cicit cuuwiit bernada resah saat anak-anak burung merindu kepulangan induknya dari mencari makan. Sebaliknya kaok gusar khawatir saat sepasang induk burung tak mendengar tawa riuh anaknya saat pulang, lalu kaok kelegaan saat mendapati para piyiknya tertidur kelelahan dengan susuh centang perentang ulah eksplorasi mereka.
Salah satu kegundahan kami adalah saat menemukan sarang burung terjatuh dari pohon, cericip ketakutan anak burung yang belum bisa terbang membuat kami setengah miris. Tangan-tangan kecil kami mencoba menaikkan kembali sarang burung ke ranting terjangkau dengan harapan sepasang induknya menemukannya kembali mendekapnya dalam kehangatan hingga saatnya anak burung siap terbang.
Kaok kebanggaan terdengar merdu saat induk burung menyaksikan para piyiknya belajar mengepakkan sayapnya, hingga saatnya mereka belajar terbang antar ranting terdekat. Selalu dan selalu susuh menjadi pusat perhatian, jadi pandu kerinduan untuk pulang.
Salah satu arsitektura susuh yang kami kagumi adalah sarang burung manyar. Keunikan bentuknya mengagumkan. Marga Ploceus ini menganyam ataupun menenun sarangnya dengan elok sehingga disebut burung penganyam atau penenun. Bagaimana paruh dan cakar induk burung menganyam ilalang kering menjadi susuh nyaman dan indah bagi keluarga. [jadi ingat buku Burung-burung Manyar karya Y.B. Mangunwijaya]
Susuh tidak hanya menjadi tumpuan kerinduan piyik dan induknya. Bagi masyarakat Kebumen susuh burung dijadikan ikon kota menandakan susuh burung ini menjadi sumber pendapatan asli daerah. Mengamati penggambaran pada tugu sarang burung maupun aneka bacaan penyertanya terangkum bagaimana perjuangan keras hingga menyabung nyawa para pengumpul sarang burung ini, merayap di terjalnya tebing. Susuh juga menjadi inspirasi arsitektura stadion olimpiade di Beijing. Bila kita membanggakan rancangan cakar ayam, Bird nest menjadi satu dari sekian keelokan bangunan pendulang devisa negeri tirai bambu. Betapa sarang burung menginspirasi kehidupan. Selamat merindu susuh dan menjaga susuh kerinduan.
Belum pernah lihat sarang burung manyar mbak, cantik sekali ya.
Yang sering terlihat di desa dongeng sini adalah sarang burung walet mbak, banyak di rumah rumah termasuk jugadi atap rumah kami.
____
Banyak sarang walet di desa dongeng ya Jeng, untuk bisnis atau alamikah Jeng
Rumah dan pekarangan DE sangat ramah bagi keluarga burung, numpang susuh atau sarangpun boleh. Salam
Kalau memperhatikan macam-macam susuh manuk, kagum sekali. Ada yang dibuat bergelantungan, ada yang rapi dan kokoh sekali dan ada yang dibuat sekenanya tapi tetap berfungsi dengan baik. Ada juga burung yang memanfaatkan rongga pada batang pohon.
Jadi ingat jenis burung yang tidak pernah membuat sarang sendiri. Saya pernah menulis ttg. burung ini. SIlahkan masuk kesini:
http://kiyanti2008.wordpress.com/2010/05/12/burung-pewarta-maut/
____
Burung pun memiliki ragam arsitektura susuh ya Mbak. Terima kasih bisa merunut pembelajaran dari burung kedasih. Salam
Ternyata susuh ada yang bentuknya aneh-aneh to. Selama ini aku dengar kata susuh kalau di keluargaku ngatain rumah yang berantakan, omahe kaya susuh manuk hahahaha.
___
Lah itu keseharian di rumah saya loh Una. Bagian dari susuh yang dirindu hehe
Kalau ingat susuh manuk, jadi ingat kenakalan jaman kecil dulu, manjat pohon buat cari susuh manuk dan kemudian mengambilnya. Kalau ada anak burungnya, dibawa pulang untuk dipelihara, dan disuapi air gerusan beras, meskipun kebanyakan mati juga 😦
___
Malah gak kepikiran disuapi air gerusan beras loh Pak. Logikanya masuk banget, memberi energi via cairan loh semacam infus. kreativitas ala kanak-kanak asuhan alam.
Salam
susuh yang cantik & unik nggih Bu… kula malah dereng nate semerep langsung susuh manyar bu…
___
menikmati susuh burung di sekitar keseharian kita saja ya Jeng, banyak susuh penanda lingkungan masih nyaman bagi burung. Salam
susuh walet yang jadi ikon Kebumen ya mbak…
susuh walet juga yg mendatangkan devisa…
ah jadi rindu juga membaca ulang Burung-burung Manyar Romo Mangun
____
Iya Mbak Monda, dari Burung-burung Manyar lanjut ke Burung-burung Rantau
Selamat berakhir pekan
Unik sekali sarang burung manyar ya bu 🙂 . Kalau sarangnya kosong kira2 apa burung lainnya ada yg mau menempati ya? .
____
Jeng Nella, manyar mati meninggalkan sarangnya ya dan tak ada hukum pewarisan hehe
Belum membacanya Jeng, apakah ada yang mau menempati karena setiap burung memiliki sarang yang khas dan susuh adalah pemikat bagi manyar betina unjuk karya si pejantannya. Salam
Aku kayaknya belum pernah lihat susuh seperti ini.. 😦
___
ada jenis susuh lain yang sering dijumpai Nita ya
Apa khabar Nita, senangnya dikunjungi lagi. Salam
Di kampung saya namanya Sarang Tambuo, mbak Prih. Berarti tambuo itu burung Manyar ya hehehe…Dulu sering aku lihat bergantunngan di tiang tertinggi rumah gadang atau pohon2 lurus yang tinggi juga
___
Uni Evi, burung manyar alias burung tempua, di ranah Minang disebut tambuo hehe
Nah, foto sarang burung tambuo juga oleh-oleh dari kampung Uni, di lapau gugun batua saat minum aia kawa antara Pagarruyung ke Padangpanjang.
Salam ambo
Merindu susuh….
Judul yang menarik Ry 🙂
bukan hanya burung burung yang merindukan susuh nya …
kita pun semua merindukan “susuh” kita yang terakhir , dan berharap susuh itu benar benar nyaman…
setelah kita berjuang di dunia fana ini …
Selalu suka dengan tulisan inspiratif dan foto foto indah mu, Ry 🙂
salam
____
Ingat kerinduan ‘pulang’ dalam karya-karya puisi Bunda yang mencerahkan jiwa, mengetuk kesadaran ini akan kefanaan. Salam hangat kami ya Bunda Ly