Sejenak di Nan Dou Ya
Dari luar, kompleks masjid Nan Dou Ya terlihat tak terlalu luas, ternyata mengikuti pola ngantong areal ini memanjang ke dalam arah Barat ke Timur dan lapang. Terlindung oleh barisan gedung menjulang, singgah sejenak di masjid ini sungguh memperkaya diri. Menapaki beberapa anak tangga dari jalan, pengunjung akan disambut bangunan depan yang ditata ramah. Melintas pelataran depan lanjut gerbang kokoh megah menikmati pelataran tengah disambut petugas tersenyum ramah yang berdiri di depan menara masjid.
Menyusuri area sebelah kiri area kamar mandi, tempat wudhu jamaah wanita disambung tempat sembahyang jemaah wanita, sedang area kanan untuk jemaah pria. Sahabat usai sembahyang Zuhur minta diabadikan menjadi lantaran menikmati suasana dalamnya, nuansa putih sederhana dengan bangku di pinggir.
Melewati selasar penuh ukiran seni memasuki pelataran dalam yang sangat lapang dan teduh dengan naungan beberapa pohon besar. Bangunan utama masjid (prayer hall) menghadap ke pelataran utama di simetriskan oleh deretan bangunan empat penjuru angin yang semua menghadap ke kesegaran areal terbuka.
Takjub dengan keindahan ukiran dan lukisan di langit-langit dengan dominasi merah, hijau, berpadu dengan teduhnya biru, putih, beberapa elemen merah jambu memberikan sentuhan peony cinta kasih dan kebahagiaan. Bila memejamkan mata dari ornament pencirinya terasa keteduhan keakraban suasana di langgar Wak Haji Dullah ataupun suasana surau di Minang tempat para bujang menimba ilmu. Bahasa dan nuansa batin yang sama saat menghampiri Yang Maha….
Masjid Nan Dou Ya dengan sebutan lain Beijing Douban Hutong Mosque menjadi bagian bukti sejarah dan perkembangan kehidupan muslim di Beijing. Perpaduan budaya, kesatuan alam yang terangkum nyata melalui arsitekturanya. Pelataran luar, tengah maupun dalamnya mengingatkan pada pola dasar bangunan rumah ibadah di Bali semisal di Blimbingsari. Perjalanan hati dari hingar bingar semakin ke pelataran dalam nan hening menghampiri Sang Pemilik secara personal.
Sejenak di Nan Dou Ya sungguh berkesan…..Bagi pengunjung tersedia toko cindera mata di bangunan depan dan kue-kue nya enak gurih icip-icip penanda pernah singgah…..
Detail sekali ya, Mbak, aristektur bangunannya 🙂
___
Sayangnya saya hanya mampu melihat yang terlihat tanpa pendalaman makna simbul arsitekturanya Pak A.M.A.
Cantik Mb Prih. Kalau gak ada tanda bulan di atasnya, sekilas mirip klenteng juga ya 🙂
____
Hehe selalu ada penanda identitas khasnya ya Uni Evi…
Wow … masjidnya cantik ya mbak 🙂
____
Mengikuti pola setempat ya Jeng, kalau model langgar di Jerman seperti apa ya Jeng Elly
banguna masjidnya khas sana ya bun
___
Merah hijau biru putih…Jeng Lidya
sangat disesuaikan dengan arsitek setempat ya BU prih…
____
Hi Jeng Dani, iya malah jadi ingat konsep model pura di Bali
Dari luar tampilan masjid nan dou ya seperti ‘vihara’
tapi ornamen bagian dalam memang ada mirip ‘surau’ juga,
pembauran budaya terlihat dalam bangunan masjid ya,
kue-nya enak kah 🙂
____
Ya Jeng pembauran budaya nyata.
Kuenya enak manis gurih tak beda dengan cemilan kita
Sekilas melihat foto2nya saya pikir bangunan kuil, ternyata masjid Nan Dou Ya 🙂 . Warna merah tetap mendominasi bangunan masjid nya ya bu Prih, sebagai ciri khas Beijing :wink:.
____
Akulturasi budaya melalui arsitektura, paduan aksara Arab ditengah ornamen merah hijau
Masjid Nan Dou Ya keren sekali yaa…
Budaya china melekat kuat dalam arsitekturnya
____
Yang lebih menarik sejarah dan peran pemerintah dalam pemeliharaannya.
masjidnya unik ya bu,cantik dan selalu memang merah adalah warna khas 🙂
aku suka kubahnya uniqe
kuenya seperti kue sagonkah? kue kering gitu,,,,?
rasanya gimana?
**halah kalo soal makanan mesti mendetail aku 😳
____
Masjid besar ratusan tahun yang direnov oleh pemerintah Jeng…
Mirip kue kering manis kita semisal kue dahlia
Sama koq urusan cemilan saya detail icipnya…
Jika belum mencicipi kuenya itu tandanya dianggap belum pernah singgah… Hehe
___
Penanda penggiring kesimpulan pegawai tukang kue ya Ajo..