Nostalgia Bale Kulkul
Keberadaan bale kulkul di Pulau Dewata sangatlah jamak, baik di lingkungan pura, banjar desa bahkan diadopsi di rumah ibadah non Hindu. Gaung alunan kulkul sebagai aba-aba warga berkumpul bagian teknologi komunikasi yang tak lekang oleh jaman.
Menikmati bale kulkul menyuburkan kembali nostalgia sekian dasa warsa silam, dekade masa kecil kami di lereng G. Lawu. Teknologi informasi kepada masa yang saat itu ada berupa kenthongan (kulkul, bhs Bali). Mendengar bunyi kenthongan sangatlah mendebarkan berarti ada seseorang yang mengirim pesan kepada komunitas, komunitas mendengar dan mencerna pesan dan meresponnya melalui tindakan nyata.
Lalu bagaimana komunitas mengidentifikasi pesan melalui kenthongan? Layaknya morse irama kenthonganpun bervariasi dan mengikuti kaidah kesepakatan. Ada bunyi yang disambut gempita semisal kumpul kendurian saat selamatan desa. Ada bunyi kenthongan yang direspon dengan nada empati duka saat terdengar kenthongan dukita ada berita duka berpulangnya salah seorang warga. Ada nada yang disambut dengan kesigapan luar biasa semisal titir nada kenthongan bertalu-talu mengait rasa miris, penanda bencana yang bisa berlangsung sangat cepat semisal banjir di daerah hulu penanda agar warga daerah lebih hilir bersiap, tanah longsor maupun kebakaran rumah.
Teknologi informasi dalam komunikasi berkembang sesuai dengan jamannya dan apapun jenis teknologinya yang utama adalah tersampaikannya pesan yang dimaksud dan bagaimana sikap merespon pesan yang diterima. Bagaimana nostalgia teknologi informasi yang berkesan bagi sahabat? Salam
howalah kulkul itu kenthongan ya..?
itu sih sudah sejak lama masuk ke rumah ibadah…
___
Betul Mas sebagai sarana komunikasi begitupun di rumah ibadah sebagai aba-aba pengumpul umat.
iya ya Bu Prih.. jaman dulu belum ada TV, radio atau koran.. apalagi telpon maupun sms ya… Jadi Kulkul memegang peranan yang sangat penting untuk berkomunikasi masal. Samapi kinpun Kulkul masih digunakan di bali..
___
Iya mBok Ade, penggunaan kulkul di Bali masih lebih intens dibanding penggunaan kenthongan di Jawa masa kini. Salam
kentongan Semar dipakai di rumah kami untuk orang tua memanggil anak2 yg masih di lantai atas,
karena suka nggak denger kalau dipanggil namanya saja
___
Unik kentongan Semar, bentuknya mirip Semarkah mbak. Cara efektif memanggil putra/i irit suara, terbayang thoong … semua berderap ke lantai bawah.
Karena selama ini saya tinggalnya di Surabaya, jadi pemberitahuannya cuma lewat speaker Musholla. Berita apapun pasti di’aba-aba’ dari Musholla..
___
Begitupun di Salatiga kini Jeng Yun, berita dan aba-aba dilansir melalui toa Mushola. Begitu terdengar pengumuman..mohon perhatian.. langsung pasang kuping. Salam
Yu Prih…dulu rumah di Kampung tanpa pagar yang tertutup rapat. Saya masih ingat saat kecil…sekitar jam 2-3 pagi ada kentongan yang muteri rumah penduduk, berhenti di setiap rumah, membangunkan pemilik rumah….
Kentongan ini sekarang sudah nggak ada lagi…saya lupa kapan hilangnya, kelihatan sejak para penduduk membangun pagar di rumahnya, dan ada pintu pagarnya.
Kalau di kompleks perumahanku sekarang, terutama saat bulan puasa seperti ini, membangunkan dengan memukul tiang listrik.
___
Inggih ibu Enny, dengan tabuhan kenthongan berhenti sejenak terjadi komunikasi dengan pemilik rumah, dulu bapak selalu merespon matur nuwun… lalu sang peronda melanjutkan laku.
Universal ya bu theeeng… theeeng di tiang listrik. Esook pasti ada transformasi komunikasi lain lagi saat tiang listrik ditiadakan.
Salam hangat kami.
rupanya feedly telat mengirimi aku pesan berupa bunyi kenthongan bahwa di sini sudah ada postingan baru.. shg aku terlambat datang. 😛
di bukik dan ranah minang pada umumnya, kenthongan tak digunakan bu.. satu2nya yang ada adalah tabuah, yang dibunyikan menjelang azan. Sedangkan untuk pengumuman setahu aku hanya menggunakan toa surau.. nah bagaimana dulu saat toa belum ada..? nanti aku coba gali lagi ya bu..
___
Oo… Kang Feedly juga merangkap fungsi kenthongan ya, kan harus menempuh jarak jauh pun mampir beli katupek sayur shg maklum bila sedikit terlambat Uni….
Saman Uni irama bedug menjelang azan dan pengumuman melalui toa Mushola menjadi keseharian kami kini.
Selamat beraktivitas di akhir pekan
sudah lama sekali saya tidak mendengar bunyi kentongan. kalau pas pulang kerumah, dengarnya sejenis kentongan yang kecil, yang dipakai para pemuda saat ronda …
___
Kenthongan kecil identik dengan peralatan ronda nggih Mas, pewarta informasi bagi setiap warga yang dilewati untuk senantiasa berjaga… Btw ada ronda nggak ya di tempat Mas Hind meronda ilmu. Salam
kalau d Tw nggak ada ronda bu.
Tidak tahu juga kalau jaman dulu-dulu.
___
Lain ladang lain sistem keamanannya ya Mas
Terima kasih
Ah, kulkul = kenthongan to… (hm, jadi teringat seseorang di Salatiga yg sedang hunting kenthongan antik..) Bu, saya tak ingat lagi nada-nada kenthongan yg berbeda-beda. Titir juga tak pernah lagi saya dengar, hanya bunyi kenthongan yg dipukul beberapa kali menandai peresmian suatu acara yang masih saya temui 🙂
___
Iya ya ragam kenthongan juga unik-unik yang dari bonggol bambu aneka ragam ekspresi nggih
di rumah hanya ada kenthongan lombok merah sudah puluhan tahun tak habis disambel….
Oo masih ada peresmian acara dengan pukul kenthongan ya Jeng, Salam
Seiring kemajuan teknologi, kini ada kenthongan yang nada deringnya bisa ganti2 dalam format MP3…
Tapi masih dalam prototype dan belum dibikin secara masal..
___
Teknologi komunikasi semakin berkembang ya Pak, suka aja menyimpan sepotong kenangan teknologi sebelumnya….
Di kampung suami juga ada irama kentongan untuk mengumpulkan warga. Ah, jadi rindu juga nih dengan kampung halaman suami.
___
Oo masih juga ada irama kenthongan gerakan pengumpul warga ya Jeng Niken, kenthongan sekarang ukurannya cukup kecil saja alias genggam ya. Salam