Tag
Dewi Sri, Jaka Tarub-Dewi Nawangwulan, konservasi lahan, sawah berjenjang, sawah lestari, tangga kahyangan
ATjG: Pesona Sawah Berjenjang Tangga Kahyangan
Bila Thailand Utara memiliki pesona Mawar Utara (Rose of the North) dan salah satu pemikatnya adalah the golden triangle di Chiang Rai, menurut saya Ranah Minang juga memiliki pesona ‘segi tiga emas’ tersebut. Setelah kenyang menikmati pangek ikan sasau dan gurihnya ikan bilih di tapian Singkarak, kami berbelok ke kanan (dari arah Solok) memasuki wilayah Kabupaten Tanah Datar menuju ke kota Batusangkar dan lanjut ke Istana Pagarruyung. Nah wilayah Singkarak-Batusangkar-Padangpanjang inilah yang menyuguhkan pemandangan yang sangat memikat.
Perpaduan rumah gadang, hamparan sawah dan kelapa menjulang menyuguhkan kesatuan harmoni alam. Jalanan yang berkelak kelok menanjak menurun mengundang nganga dan decak kagum hingga terlupa untuk mengabadikan keindahannya melalui kamera, ingin mematerikan nikmat karuniaNya ini dalam ingatan inilah kemakmuran Swarnadwipa. Rumah gadang berhalamankan hamparan sawah, begitupun rumah bersemayam di kesunyian kebun di belakang prasasti Kubu Rajo disajikan sebagai penguat cerita.
Sawah Berjenjang Tangga Kahyangan
Kawasan ini menyajikan keindahan hamparan sawah dalam sajian sawah berjenjang (sawah berteras). Lirik lagu serumpun padi tumbuh di sawah, hijau menguning daunnya … Tumbuh di sawah penuh berlumpur harapan ibu Pertiwi, serumpun padi mengandung janji …..
Sistem bersawah berteras/berjenjang di daerah berlereng atau perbukitan merupakan bentuk adaptasi pengelolaan lahan. Menyadari tingginya curah hujan dan kelerengan yang bekerjasama menghasilkan erosi pengikisan permukaan tanah, nenek moyang kita menyiasatinya dengan memotong panjang lereng melalui pembuatan teras. Dengan teras bangku sederhana ini berkat air hujan ditadah, diberi kesempatan meresap ke dalam perut bumi mengisi cadangan air. Aliran air serta tanah subur dari daerah atas dihambat dihadang pada teras berikutnya membentuk keseimbangan ekologis wujud konservasi lahan sehingga menjadi dasar bersawah secara lestari.
Tanaman padi lekat sekali dengan legenda inkarnasi Dewi Sri yang konon berasal dari kanagarian kahyangan dan sebagai penghormatan manusia selalu menempatkan kahyangan di atas, menikmati sawah berjenjang mengait asosiasi inilah ‘tangga kahyangan’. Tangga di mana Dewi Sri lambang kemakmuran mencurahkan berkat melalui kerja keras petani padi, bulir keemasan dari serumpun padi pemenuhan janji pemeliharaan Illahi bagi umat berbakti.
Keindahan sawah berjenjang di kawasan ini luar biasa memikat, dan tak habis pikir bagaimana keindahan ini sedikit terlewat dalam gencarnya promosi pariwisata. Wisata Bali sebagai pembanding mengemas sawah berjenjang dalam paket pariwisata dan sungguh sawah berjenjang di Ranah Minang ini tak kalah bila mau merendah dari ungkapan lebih indah. Ataukah ini perwujudan kearifan masyarakat bahwa gencarnya promosi menyebabkan arus wisata menderas dengan aneka ikutannya semisal polusi oleh asap kendaraan. Banyak wisatawan asing menikmati keindahan alam sawah berjenjang ini dengan menyewa sepeda motor yang lebih fleksibel untuk naik turun bukit dan menyimpang masuk ke hamparan persawahan dari jalur utama.
Menikmati keindahan sawah berjenjang juga mengait pada cerita Jaka Tarub dan Dewi Nawangwulan yang kembali menegaskan bulir kemakmuran tinggal bersama dengan kerja keras yang berkolaborasi dengan kesetiaan mengolah bumi. Sawah berjenjang di mata saya nampak bagaikan kelebat selendang bidadari terhampar laksana karpet tangga kahyangan. Semoga lestari mencurahkan berkat bagi masyarakat yang mengelola bumi dengan rasa hati dan hati-hati.
Mbak Prih, alam di Indonesia sungguh indah ya….tak habis-habisnya mengagumi.
Tulisan mbak Prih membuat pesona itu makin lekat di hati.
___
Semakin kita bangga dengan tanah air ya bu En
Menuliskan titipan anak cucu sebagai pengingat kewajiban kita generasi kini memeliharanya. Salam
tulisan ini benar-benar khas bu Prih, penuh makna dan jeli dalam menghubungkan antara keadaan dengan pembelajaran yang diinginkan … 😀
___
Woo tersanjung dengan ‘bombongan’ khas ala Mas Hind, sesama pembelajar murid alam saling menyemangati
Suka banget sama foto2 di atas Mbak….penuturannya juga indah banget !! # Mbak Prih, bikin buku dong…keren2 tulisanya…daleeemmm gitu maknanya.. 🙂
___
Terima kasih,pandainya Jeng Lies ‘mbombong’ hati, sesama pembelajar saling menyemangati Jeng. salam
yang pasti saya belum menemukan hamparan sawah berjenjang di Jepang… musti cari nih apakah benar tidak ada atau cuma belum ketemu saja 😀
___
Untuk hamparan sawah landai dan sawah ditanam secara kering sempat menikmatinya sekilas di Ibaraki.
Kalo liat sawah luas begitu jadi adeeeeem bgt ya Bu *merindu sawah* 🙂
___
Merindu sawah yook jadikan tema FF Orin…..
menyegarkan mata dan menenangkan pikiran ya, bu..
terutama karena dikemas dalam bahasa yang puitis *jadi malu kalo bikin posting kok kayak orang ngobrol biasa*
___
mengait rasa syukur Jeng atas Indonesia kita
weleh hati Diajeng yang puitis merasakan tulisan jadi puitis, saya sangaaaat menikmati tulisan Mama Hilsya
Selamat berjuang melalui paper