Bertudungkan Daun Talas
Saat musim hujan kita sering menikmati parade warna warni payung indah di jalan. Tadi sore saya berpapasan dengan seorang bapak yang melenggang santai di tengah hujan yang lumayan deras dengan bertudungkan daun talas. Bertudungkan? ya benar bertudung karena yang terlindungi nyaris hanya bagian kepala. Sungguh pemandangan yang tidak biasa di era sekarang ini. Pikiranpun melayang ke puluhan tahun silam saat daun pisang dan daun talas menjadi sahabat manusia di kala hujan.
Proses pembelajaran yang menarik, sejak dahulu manusia terkondisikan untuk membuat prioritas. Pada kondisi basah terkena guyuran air hujan, bagian tubuh yang paling rentan adalah kepala, sehingga manajemen tubuhpun berlaku, perlindungan utama diberikan kepada bagian tubuh yang paling peka terkena resiko kehujanan.
Manusia sebagai bagian dari alam mengenali dan memanfaatkan daun talas dan daun pisang sesuai dengan potensinya. Daun talas dan daun pisang cukup lebar, saat kecil bisa menggunakan 1 pelepah daun pisang berdua dengan adik. Kedua jenis daun tadi permukaannya dilapisi oleh zat lilin sehingga mampu menahan tetesan hujan dan air hujan tidak mampu menembusnya. Sifat tersebut diadopsi dalam teknologi pembuatan payung, diawali dengan era payung kertas kecoklatan tebal dilapis plastik dengan tangkai panjang yang cukup berat.
Manusia juga makhluk yang dikaruniai akal budi yang kreatif, saat ini payung jenis tersebut sudah tergusur, kemudian muncul generasi payung kertas dengan lukisan cantik yang sekarang lebih sering menjadi suvenir dari daerah Tasikmalaya. Dan kini saatnya payung-payung cantik berwarna-warni maupun mantel serta jas hujan cantik dengan bahan dasar plastik dalam artian luas. Beberapa perajin menambahkan sentuhan tradisi dengan membuat payung berdisain daun pisang dan daun talas/keladi. Nah bila ditanyakan alternatif payung yang mudah dan 100% mampu didaurulang itulah dia tudung daun talas dan daun pisang. Lho???
Catatan: Dari komen sahabat-sahabat dan googling nampaknya berpayung daun berlaku universal. Komen pak Mars sangat menarik, beliau berpendapat bertudungkan daun talas jauh lebih baik dari pada ‘kudung lulang macan’. Wow ini peribahasa pembentukan budipekerti luhur.
(kutipan langsung dari hasil googling yang bertaut dengan postingan Pak Lik komandan blog camp, seraya belajar dari patronnya Pak Mars). Terimakasih tuk mutiara ajaran luhur serta ngelmu html ini.
Ping-balik: Keladi …. Oh Keladi …. | RyNaRi
Masa kecil saya di kampung, masih banyak orang pakai tudung daun talas yang lebar itu, atau daun pisang. Juga saat saya melakukan penelitian di kebun percobaan dan turun hujan.
Payung di negara kita warna warni ya…kalau di Jepang saya lihat kok payungnya warna putih transparan….adakah ini merupakan budaya suatu bangsa?
Kala itu segalanya langsung mengandalkan alam, wah penelitian di musim hujan ya bu.
Begitu ya bu En, wah nanti tanya jeng EM ah, warna-warni plastik menceriakan musim hujan ya bu
yang lebih asyik bertudung daun pisang, bersama kekasih hati.
romantis abis pastinya 😀
trimakasih kunjungannya
dulu di halaman belakang rumah di jkt byk sekali pohon pisang, dan kami sering main teduh-teduhan waktu hujan di sana. Karena banyak daunnya bisa dipakai beberapa jadi lumayan. Tentu cuma sebentar karena dipanggil masuk rumah.
Tapi daun pisang ini pernah menakut-nakutiku krn waktu kena cahaya spt hantu hihihihi
wah efek cahaya pada daun pisang yang mebghasilkan siluet h a n t u nya seru …., desir angin pada helaian daun pisang kering juga menghasilkan bunyi khas
Kalo saya udah gak ngalamin hujan-hujanan bertudungkan daun talas atau daun pisang ini, mbak, di era saya rata-rata orang udah pada pake payung 🙂
Peribahasanya bagus banget, mbak, artinya juga bagus banget, thanks ya 🙂
Nah itu fakta beda generasi hehe, teknologi yang mengadopsi perilaku alam kian dikembangkan. trimakasih dan salam
Berpayung daun talas …
Saya sudah lama tidak mendengar pribahasa ini Yu …
Apa ya artinya ?
Menurut saya … berpayung daun talas itu … adalah tidak basah … karena airnya bisa di talang dengan baik oleh zat lilin dipermukaan daun tersebut ….
Salam saya Yu
namun payung daun talasnya tidak perlu dilipat trus disimpan di mobil ya Dhimas, Salam
Daun talas bener2 multi fungsi…
Habis buat tudung trus dibikin buntil…
Disepanjang Magelang – Muntilan banyak dijual…
Wah jadi buntil berbonus gatal ya pak ….
Bertudung daun talas tuk buntil berbonus kepalapun tak tertutup …..
Dulu pernah memakai daun pisang kepok untuk tudung kepala ketika hujan turun. Bersamaan itu pula memegang daun jarak, karena saat itu banyak kilat menyambar di angkasa. Jadi ingat sekolah SD dulu Mbak?
Daun jarak?? Oo ingat Ki Ageng Sela yang menambatkan naga petir ke pohon jarak ya Jeng Erni. Salam
Saya juga mengalami bertudung daun pisang, Bu. Kalau daun talas belum pernah, takut gatal 🙂
Berbekal payung daun pisang, dengan restu ayah bunda dan curahan berkatNya, melaju terus jeng. salam
Bagaimanapun, Bertudung Daun Talas masih jauh lebih baik drpd Kudung Lulang Macan… 😀
Trimakasih pak Mars, menjadi tambahan catatan di postingan dengan nara sumber dari Galaxy Bimasakti, Salam