Kereta gantung alias cable car
Terinspirasi laporan tahunan dari wordpress yang menggunakan ilustrasi cable car sebagai sarana transportasi ‘cekli‘ pengunjung blog (ilustrasi lain yang digunakan adalah SOH ataupun Museum Louvre di Perancis), saya jadi ingat gembiranya 3 jagoan dan sepupunya saat naik cable car di TMII (Des 2000). Jarak antar menara tidak terlalu jauh dengan elevasi perjalanan mendatar dan suguhan pemandangan anjungan-anjungan di dalam TMII.
Cable car berikutnya di Mt. Tsukuba-san, stasiun pemberangkatan di bagian bawah, lintasan pendakian sejauh l.k. 1.6 km menuju terminal di atas bukit dengan pemandangan alam indahnya. Pemandangan di terminal tujuan sangat memukau dalam hening, berupa taman dengan kontur naik turun. Kunjungan di bulan Sept masih suasana akhir musim panas, masih jauh dari musim gugur, belum terwujud mimpi menikmati momiji festival berkenaan dengan peralihan warna-warni daun akibat perubahan musim yang tentunya indah dinikmati dari atas Mt Tsukuba. Sama sekali tidak ada ‘keramaian’ di atas, tanpa kios apapun, di beberapa tempat disediakan teropong tuk menikmati pemandangan. Pusat keramaian, cinderamata, tempat makan di terminal keberangkatan, termasuk foto dengan cable carnya yang untuk ukuran rupiah amat sangat mahal.
Negara tetangga, Malaysia dengan Genting Highlandnya meraup sangat banyak dolar dari wisatawan. Untuk mencapai pusat keramaian yang berada di atas bukit selain dengan mengendarai mobil tersedia cable car dengan jarak lintasan yang sangat panjang, naik dan sesekali menurun saat pendakian melintasi hutan hujan tropis berkabut dengan keragaman hayati sebagai pesonanya. Lalu lintas kereta gantungnyapun sangat padat berriringan saat naik turun, berpapasan dengan kereta dari arah yang berlawanan seperti padatnya jalan raya (minus saling mendahului tentunya). Biayanya tidak terlalu mahal (seingat saya, pp 10 RMY, sekitar Rp 30 000,-) dan hmm ini dia strateginya uang pengunjung akan tersedot di kawasan wisata atas. Berbagai restoran, pusat perbelanjaan, Hotel First World, aneka wahana permainan in door maupun out door, dan Casino Monte Carlo yang sangat luas.
Menikmati kereta gantung selain menikmati keindahan alam dari atas juga menikmati teknologi katrol tarik dengan bentangan rel gantungnya. Seolah Tarzan yang meloncat dari satu pohon ke pohon lain (antar menara) dengan kekuatan sulur pepohonan dan daya tolak tubuhnya. Beberapa teman kurang suka duduk menghadap ke belakang untuk mengurangi efek kengerian atas ketinggian. Auowww …….
Ping-balik: THE NINE FROM THE RED LOTUS « The Ordinary Trainer writes …
wah .. kalau di tempat wisata ada cable carnya aku juga suka naik mbak, seru .. bisa potret potret dari atas pemandangan di bawah 🙂
Wah ini suara sang pemotret … bidang pandang dari atas pastinya luas dan menghasilkan gambar dengan efek tertentu
mbak, aku itu takut ketinggian. Tapi kalau naik cable car tertutup masih tidak masalah. Malah senang bisa foto pemandangan dari atas, tentu sambil takut-takut. TAPI aku pernah naik sky lift seperti yang ditulis mas NH, yang berupa kursi duduk… Nah! ITU MENAKUTKAN sekali… rasanya mau pipis deh hahaha. Nanti aku cari fotonya deh 😀
Sambil takut tetap saja mengabadikan melalui foto hehe, itu juga yang kami lakukan di cable car tertutup. Saya belum pernah naik sky lift terbuka yang seperti Jeng EM dan om NH. Salam
Saya termasuk orang yang takut ketinggian, jadi kalau naik cable car, antara serem dan pengin lihat keindahan….
Tutup mata sambil ngintip ya bu En. Sama koq lihat2 dulu keunggulan yang ditawarkan. Salam
hmmmmmmmm….saya sampai segede gini, Alhamdulillah…belum pernah sekalipun naik kaya gituan.hehe
Trimakasih, ada banyak pilihan cara untuk menikmati keindahan alam, Salam
Gara-gara pernah nonton film Frozen, aku keknya gak berani lagi naek cable car deh mbak 😀
Trim jeng, semoga ada peningkatan pengelolaan keamanan, selamat berlibur bersama keluarga. Salam
kreta gantung??
sampai sekarang ini masih jadi bahan guyonan buat kami orang2 di Sirampog dan Bumiayu (wil Brebes) bu. Kebetulan kan Sirampog daerahnya di pegunungan, dan bumiayu di bawah. Sedangkan pusat keramean ada di Bumiayu. Jaarak Sirampog-Bumiayu lumayan jauh, 1 jam lah. Jadi sering kali becanda2, duh, coba yah dibikin kereta gantung dari Sirampog mpe Bumiayu, kan tinggal ndlosor turun aja. Ga usah repot2 nempuh jalanan naik turun yang rusak kaya kali asat.. 😀
Sampe skarang blum pernah nyobain naik kreta gantung.. 😀 😀
Trimakasih *suka-nya ya Mabruri. Banyak hal terjadi yang bermula dari guyonan dan mimpi. Berharap tak lama lagi jalur Sirampog-Bumiayu ‘ndlosor’ dan lancar nir kali asat (para pemangku negeri inilah mimpi kami). Salam
mayan punya nyali sih naik cable car 😀
di Singapore itu apa ya mba namanya, lupa deh .. abis cuma 1x sih, abis mahal hahaha …
klo di TMII udah tapi yang di ancol ga berani saya hihihi
pilih2 yang aman dan nyaman di hati saja, belum tentu semua sesuai dengan kondisi kita Eda, salam
Mbaaaak, saya cuman pernah naik cable car di TMII, itu juga udah dulu banget, waktu saya masih duduk di bangku SD apa SMP gitu, dan ngebayangin naik cable car canggih di jepang dan Genting Highland itu…duuuuh, pengen!
Smoga keinginan saya yang saya tulis di posting mbak Made, suatu hari nanti bisa jadi kenyataan ya…please, tolong doain…
🙂
Jeng Irma, bintangtimur itu auranya kuat, jangankan di Asia Timur, SFCC juga bisa koq. Kiranya harapan jeng Irma ada dalam rancanganNya, Amin.