Sekilas ‘Plang Sala’
Melintas sejenak di Kota Sala nampak beberapa hal yang baru diantaranya penggunaan aksara daerah dhi aksara jawa pada plang jalan (tanda nama jalan), plang kantor-kantor pemerintahan serta swasta. Begitu pula plang perhotelan maupun rumah makan. Termasuk yang paling gress di Solo Paragon, pusat perbelanjaan, hotel dan hunian elite. Upaya pelestarian budaya yang pastinya tidak mudah namun bukan tidak mungkin dengan kerjasama banyak pihak.
Imelda said:
Aksara Jawa, Aksara Makassar/ bugis, aksara Batak, semua aksara Indonesia layaknya dilestarikan. Aku iri pada mereka yang bisa baca aksara-aksara kuno begini. Aku sudah mentok sih tidak mau belajar aksara baru lagi, gara-gara Kanji yang begitu banyak hehehe
Salut mbak!
Variasi Kanji juga sangat banyak ya. Trimakasih jeng EM semoga lestari budaya daerah yang beraneka di negeri tercinta, salam
krismariana said:
memang sudah layak dan sepantasnya aksara jawa dilestarikan ya mbak… biar tidak dilupakan anak cucu. dan lagi, ini kan jadi kekhasan tersendiri 😉
di Yogya juga cukup banyak plang beraksara bahasa daerah ya Jeng Kris, salam
Gusti 'ajo' Ramli said:
bagus untuk melestarikan budaya.. kalau di melayu bisanya plang tersebut berbahasa arab, bukannya bahasa melayu…
Negeri kita kaya budaya ya, trimakasih GaR …
Ni Made Sri Andani said:
Bagus banget. Salut atas upaya Pemdanya ya Bu Prih..
Gebrakan pak Walikota, pak Jokowi yang didukung banyak pihak jeng Ade, salam …
Allisa Yustica Krones said:
Benar-benar upaya pelestarian budaya yang nyata ya mbak 🙂
Betul. Logat bahasa daerah Menado sangat enak di dengar, terbayang perbincangan indah logat Krones berpadu harmoni dengan logat Samosir. Salam
bintangtimur said:
Rupanya huruf-huruf Jawa itu kembali dijadikan ikon budaya…hebat mbak, saya yakin banyak suku di Indonesia juga memiliki huruf-huruf yang merupakan identitas budaya mereka.
🙂
*jadi pengen ke Sala*
Mari Jeng, ke Sala, lewat dan mampir di Sal3 lho. Semoga gerakan ikon budayanya berkesinambungan, Salam